Elbara : Melts The Coldest Heart

Keduluan Ke Ruang CCTV



Keduluan Ke Ruang CCTV

0"Jalan-jalan ke Bogor,"     
0

"Cakep."     

"Gue lagi gak pantun, kampret."     

Reza menatap Mario dengan sebal, nada bicara cowok tersebut memang mirip ingin berpantun kok. Tapi ketika di sahuti malah berbicara seperti itu, memang menyebalkan.     

Mario cengengesan, ia memasukkan kedua tangannya ke kantong celana sambil menaik turunkan alisnya. "Kalau di liat-liat, style gue gak pernah gagal deh." ucapnya sambil menilai diri sendiri kala di hadapannya terdapat kaca yang memantulkan seluruh tubuhnya di sana.     

Mendengar itu, Reza memutar kedua bola matanya. "Gak ada yang peduli gila, mau style lo cakep kek, enggak kek, gak ada yang perhatiin. Lagian juga semua baju kita sama, seragam sekolah. Cuma lo tambahin hoodie doang, apa spesialnya?" balasnya dengan pandangan menilai Mario dari atas sampai bawah, lalu berakhir menatap wajah cowok tersebut lagi pada akhirnya.     

"Yeh bilang aja lo sirik, dendam sama gue karena gue lebih ganteng dan unggul dari lo? Ya kan, Za?"     

"Dihhh sorry ya, gue sama lo masih menangan lo."     

Mereka berada di kamar mandi, tengah menunggu El yang katanya ingin berganti baju karena tadi baju seragamnya kotor karena berkelahi dengan Bian. Ya anggap saja rencana mereka sedikit tertunda beberapa menit.     

Mario menatap Reza sengit, seperti seseorang yang ingin menerkam musuhnya. "Mentang-mentang punya doi, tar nih ya gue cari bebep gue yang palinh aduhai biar lo iri batin sama gue." ucapnya dengan nada bicara penuh kesombongan.     

Masalah memikat hati berbagai macam sifat cewek, itu adalah jagonya seorang Mario. Tidak dapat di pungkiri kalau cowok satu itu rajanya pemikat hati para cewek.     

"Keluarin semua body cewek yang lo punya, gue mah tetep ya lagi perjuangin orang yang menurut gue pantes di perjuangin. Kan kalau lo jadiin mereka pacar karena apa? Buat bersaing sama gue, cih cih payah."     

"Dih mulai deh lo tengilnya. Oke kalau tengil kayak gini mah gak kelar-kelar, nanti di rumah El, kita tanding ludo. Yang kalah, dalam jangka waktu satu minggu harus udah ada cewek ya."     

Setelah mengatakan itu …     

"Awsh awsh sakit!" Mario memekik.     

Tak di sangka-sangkat, El menarik telinga Mario dengan kuat namun tak terlalu kuat juga sih —menurut dirinya—. Membuat sahabatnya itu mengaduh kesakitan, padahal tangannya sudah tak berada di telinga cowok tersebut.     

"Enak aja lo ngaruhin Reza buat taruhan Vira." tegur El dengan wajahnya yang datar.     

Reza mah hanya mengulum senyuman sambil memberikan wajah meledek yang tampak jelas di permukaan wajahnya, menyaksikan Mario yang gelagapan, untung saja ia tidak berbicara apapun.     

"Eh ampun, sumpah kan bercanda doang El. Mana mungkin putri kesayangan tercantik di jadiin taruhan," ucap Mario. Ya memang arah pembicaraan dirinya tak kesana, lagipula hanya bilang 'dalam jangka waktu satu minggu harus udah ada cewek ya'. Ah iya, sudah pasti Reza akan langsung menembak Alvira sebagai penebus kalau dia kalah.     

El mendengus, setelah itu membenarkan tali tas punggungnya yang tadinya merosot. "Yo." ucapnya sambil berjalan duluan meninggalkan Reza dan Mario yang entahlah seperti masih sibuk berkaca, membutuhkan beberapa detik sampai pada akhirnya menyusul dirinya dan kini sudah berjalan beriringan.     

Mereka bertiga mulai menyelusuri koridor yang akan membawa mereka ke ruangan CCTV. Mereka berjalan dengan tingkat keyakinan yang tinggi, pasalnya memang tidak ada murid yang boleh menginjakkan kaki di sini. Tapi tunggu, ini berkecualian karena El adalah sang cucu dari pemilik sekolah, dalam artian bisa melakukan hal apapun termasuk ke ruang CCTV yang biasanya 'khusus karyawan'.     

"Ini yang mau masuk siapa? Kita bertiga?" tanya Reza begitu langkahnya terhenti di depan pintu berwarna putih elegan di hadapannya, ia menatap Mario dan juga El untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaannya.     

Mario menatap Reza balik, lalu berdehem. "Ya iyalah, masa berempat? Kan kita bertiga doang, horror dong jadinya." balasnya sambil terkekeh kecil, semua hal di jawab dengan candaan, ya sepertinya tergantung situasi dan kondisi sih.     

"Ya gak gitu maksud gue, oneng." ucap Reza sambil memutar kedua bola matanya. "Kirain gue El doang yang masuk ke dalem, kita jaga di depan." sambungnya sambil menatap El, hanya cowok itu satu-satunya penjawab yang dirinya punya.     

El menggelengkan kepala. "Lo berdua masuk juga." balasnya. "Ntar di depan malah ribut." sambungnya yang sudah pasti penggabungan Reza dan Mario memang benar dalam menjalankan misi, namun mulut mereka juga benar-benar berbicara nyerocos begitu saja, sungguh.     

Mario menganggukkan kepala, merasa setuju dengan apa yang dikatakan oleh El. "Nah iya tuh bener kata El, mending masuk rame-rame." ucapnya, ia menatap ke arah Reza. "Abisnya lo ngajak gue ngobrol terus, jadinya kan berisik." sambungnya yang malah menyalahkan temannya yang satu itu.     

Reza mah hanya bisa menghembuskan napasnya dengan pasrah, disalahkan Mario memang sudah terbiasa. Padahal kalau di ingat-ingat, setiap saat, Mario lah yang bersumber darimana obrolan mereka berlangsung, iya kan?     

"Terserah lo deh, ngikut aja yang waras mah."     

Akhirnya, El lebih dulu masuk ke dalam sana. Tidak terkunci? Entah mengapa sebelah alisnya naik dan agak heran dengan hal ini. Karena biasanya ruangan CCTV ini selalu terkunci, saat jam sekolah ataupun di jam luar sekolah seperti jam pulang.     

"Kok gak di kunci?" gumamnya.     

Reza dan Mario diam saja, mereka berdua juga merasa ada yang janggal. Entah mengapa, perasaan mereka pun tidak enak.     

"Jangan-jangan ada yang udah masuk ke sini?" tanya Reza yang selalu menyambungkan kenyataan dengan menerka-nerka sesuai dengan jalan pikirnya yang selalu masuk akal.     

El pun semakin resah, bagaimana ada orang yang bisa membobol keamanan? Tidak pernah terjadi hal seperti ini semenjak kejadian Nusa terjadi.     

Mereka sudah di dalam, langsung melihat layar besar yang menampilkan seluruh sudut sekolah yang terdapat CCTV.     

"Aneh banget, CCTV koridor yang mengarah kesini kok malah mati?" ucap Mario begitu memperhatikan.     

El merasa semakin jelas kalau mereka ini sudah terlambat dan kalah telak dari seseorang yang mungkin sudah duluan masuk kesini.     

"Kita keduluan." ucapnya sambil menghembuskan napas kasar.     

Entah mengapa, jejaknya seperti ada yang mengikuti. Entah itu murni tanpa kesengajaan dari sang dalang yang memang kemungkinan 100% mengambil berkas CCTV, atau memang ada hal lainnya.     

Reza menganggukkan kepala. "Pasti orangnya gak jauh dari sini, ayo cepetan cari. Siapapun itu geledah, tapi izin dulu." ucapnya dengan heboh.     

Tentu saja heboh, waktu mereka tidak banyak. Dan kemungkinan juga orang yang mengambil berkas belum jauh dari sini.     

Akhirnya, mereka satu persatu keluar dari ruangan CCTV dan berlari satu arah dengan harapan dapat mengejar si tersangka.     

Semua ini adalah misteri yang sulit karena lawannya adalah orang yang berpikir cepat.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.