Elbara : Melts The Coldest Heart

Menaruh Prasangka



Menaruh Prasangka

0Kedatangan El and the genk kembali ke rumahnya membuat Nusa menatap mereka dengan sorot mata yang penuh dengan tanda tanya. Pasalnya raut wajah mereka menjadi lesu, seperti kehilangan semangat, yang entah ada kejadian apa yang menimpa mereka. Ah iya, pengecualian ekspresi El yang tetap datar seperti seharusnya.     
0

"Loh ini kalian pada kenapa? Asem-asem banget sih mukanya," ucapnya. Ia membawa nampan yanh berisikan 4 gelas minuman jus, termasuk dirinya. Kenapa tidak 5 gelas, kan ada Rehan di rumah ini? Ya karena cowok itu tidak berada di ruang tamu, memilih untuk tidur siang di kamar.     

Menaruh gelas ke masing-masing hadapan mereka, lalu terakhir untuknya dan ia mendaratkan bokong di sofa, tak lupa menaruh nampan yang digunakkannya di atas meja.     

Mario dan Reza serempak menolehkan kepala ke arah Nusa, bibir mereka mengerucut, namun yang paling drama adalah Mario yang kini sudah berlagak sesedih mungkin.     

"Sorry ya kita gagal, Sa." ucap Mario dengan nada yang lesu, bagaimanapun juga kan Nusa harus mengetahui kegagalan mereka yang tidak bisa mengamankan barang bukti. Entah kemana barang bukti tersebut, namun yang pasti masih berada di tangan seseorang dan belum di rusak.     

Reza menganggukkan kepala, sama merasa bersalahnya dengan Mario. "Betul tuh, kita udah gagal nyari tau. Kita udah lakuin semampunya kok," ucapnya dengan sungguh-sungguh.     

Nusa mengerjapkan kedua bola matanya sebanyak tiga kali, setelah itu menaikkan sebelah alisnya. "Emangnya kalian ngapain, ya? Aku aja gak tau kalau kalian ngapain, tiba-tiba minta maaf." balasnya karena bingung dengan perkataan kedua cowok tersebut.     

Tak dapat di pungkiri, Nusa melirik ke arah El yang malah sibuk dengan ponselnya. Ia sangat berharap kalau El yang mengatakan dan menjawab apa yang menjadi pertanyaannya, namun sepertinya cowok satu itu sama sekali tidak bergerak.     

Reza menyadari tatapan Nusa pada El, ia langsung saja beranjak dari duduknya dan melepas seragam sekolah serta melemparnya ke atas tas yang sudah duduk manis di sofa. "Duh gue kayaknya laper deh, ke dapur buat makanan boleh kan? Lo ada bahan-bahan?" ucapnya sambil meraih gelas jus miliknya. Ia begitu peka, maka dari itu ingin meninggalkan Nusa dengan El berduaan, supaya percakapan mereka lebih privasi lagi.     

Nusa menganggukkan kepala. "Ada kok bahan-bahan mah banyak, terserah kamu mau buat apa." balasnya dengan nada bicara lembut khas seorang Nusa.     

Mendengar makanan, tanpa perlu diberikan kode lagi pun Mario sudah melakukan hal serupa dengan Reza. "Wah iya nih Sa, abis jadi detektif kita laper banget. Baik hati banget deh emang lo," ucapnya yang sudah berdiri samping-sampingan dengan Reza sambil menepuk perutnya yang terasa keroncongan.     

El mah sedaritadi hanya diam saja, ingin ikut dengan kedua sahabatnya itu agar tak kejebak di situasi berduaan bersama dengan Nusa. Namun apa daya, ia melihat masuk ke dalam manik mata cewek itu yang sepertinya ingin sekali berbicara dengannya empat mata. Jadi, ia mengurungkan niat untuk pergi ke dapur.     

"Ya udah ya kalian tunggu sebentar, gue buatin biat kalian berdua juga." ucap Reza.     

"Dih emang lo bisa masak?" tanya Mario yang ragu dengan perkataan cowok yang berada di sampingnya ini.     

Reza menganggukkan kepala, lalu menarik tangan Mario untuk segera pergi dari ruang tamu dan mengikuti dirinya untuk pergi ke dapur.     

Selagi melihat sosok Reza dan Mario yang punggungnya semakin mengecil lalu menghilang di balik simpangan rumahnya, Nusa menatap ke arah El dengan perasaan yang canggung. "Bara," panggilnya sambil meremas ujung kaos oversize yang melekat di tubuhnya.     

Mendengar itu, El paham sekali kalau Nusa membutuhkan berbicara dengannya. Dan beruntung Reza sangat peka, ia tidak bisa ngomong panjang kalau di dengar oleh orang yang selain lawan bicaranya, soalnya tidak terbiasa dengan hal tersebut.     

"Kenapa?"     

"Gak jadi deh manggil doang,"     

Nusa meletakkan helaian rambutnya yang tadi terjuntai ke belakang telinga, setelah itu mengalihkan pandangan karena El terlalu menatapnya dengan intens, ia menjadi sangat gugup karena hal itu.     

El yang mendengar jawaban Nusa pun akhirnya menghembuskan napas, entah apa yang dipikirkan oleh cewek satu itu sampai berkata tidak jadi dan hanya memanggil doang. "Ya udah." ucapnya dengan cuek, menyandarkan tubuh di kepala sofa, setelah itu merasa tak peduli lagi. Penasaran sih tentu, namun dirinya bukan tipe seseorang yang secara terbuka memperlihatkan ekspresinya.     

"Ish Bara mah, peka dikit kek kayak Reza tuh, cool banget jadi cowok." ucap Nusa sambil cemberut, ia kembali menatap El dengan posisi duduk yang tegak. "Nusa mau tanya, apa yang terjadi sih? Kan tadi pertanyaannya udah di bilang duluan, eh gak di jawab-jawab." sambungnya.     

El menatap Nusa, mengunci kedua manik matanya dengan bola mata yang terlihat sangat indah itu. "Lo ngarep jawaban apa dari gue?" tanyanya dengan nada bicara yang datar.     

Mendengar jawaban seperti itu membuat Nusa menahan napasnya selama beberapa detik, bisa skakmat dirinya kalau berbicara dengan cowok seperti El begini. "Y-ya.. jawaban versi Bara-lah. Kan kalau versi Reza dan Mario itu udah biasa banget, yang jarang bahkan hampir gak pernah itu kan kamu." ucapnya dengan mencicit karena takut salah berbicara.     

"Gue ga ada penjelasan."     

"Bohong, pasti ada. Bara kan orang penting di sekolah,"     

"Apa hubungannya?"     

"Ya gak tau si, asal ceplos."     

Nusa cengengesan sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, merasa aneh dengan dirinya sendiri karena menjawab dengan seperti itu.     

El mendengus, setelah itu membenarkan letak duduknya. "Gue, Reza, Mario, kehilangan barang bukti si pelaku." ucapnya yang mulai menjawab pertanyaan dari cewek yang berada di seberangnya itu.     

"Barang bukti?" tanya Nusa, mengulang perkatan El yang membuatnya penasaran.     

"Iya, CCTV."     

"Ah.. Bara kan termasuk orang dalam, bisa masuk ke ruangan terlarang itu ya? Tapi kenapa bisa kehilangan? Kan yang sekolah di sini yang termasuk orang dalam, kamu sama Alvira doang. Karyawan juga gak mungkin ngasih kunci ke sembarangan orang, eh? Iya gak sih?"     

"Iya."     

Nusa memutar otak, ada hal yang ingin dirinya bicarai mengenai kecurigaannya karena di introgasi oleh Rehan. "Sebenernya aku punya orang yang aku curigai, Bara." ucapnya dengan nada pelan.     

El menatap Nusa. "Gue juga ada." balasnya.     

Mereka saling bertatapan satu sama lain, cukup lama sampai keduanya tersadar kalau menatap lebih dari satu menit malah membuat masing-masing dari mereka terhipnotis satu sama lain.     

"Siapa?" tanya Nusa, tidak dapat menyembunyikan rasa pesanarannya. Pasalnya, seorang El menaruh curiga? Benar-benar mustahil.     

"Bilang barengan." ucap El.     

Nusa menganggukkan kepala. "Oke aku hitung ya? Hitungan ketiga, bilang bareng-bareng." ucapnya.     

El menganggukkan kepala setuju.     

"Satu… dua… tiga… Priska."     

"Priska."     

Setelah itu, mereka saling menatap satu sama lain. Ternyata, mereka menaruh prasangka pada orang yang sama.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.