Elbara : Melts The Coldest Heart

Hukuman Pertama Nusa



Hukuman Pertama Nusa

0El menyimak pembahasan walaupun mata pelajaran Bahasa Indonesia yang dibawakan oleh sang guru, terdengar sangat teramat membosankan.     
0

Tuk     

Tuk     

Tuk     

Mendengar suara tersebut, ia menolehkan kepalanya ke sumber suara. Melihat Nusa yang tengah mengetuk-ngetuk meja dengan pulpen yang berada di dalam genggaman cewek tersebut.     

"Berisik." ucap El sambil menatap sinis ke arah Nusa, ia memberikan lirikan yang seolah-olah mengatakan kepada cewek di sebelahnya untuk tidak melakukan hal itu lagi.     

Nusa menolehkan kepala ke arah El sambil mengerjapkan kedua bola matanya sebanyak tiga kali, wajah polosnya terpampang jelas. "Bosen." ucapnya sambil menekuk senyuman, sambil menopang kepala mengarah ke cowok di sampingnya dengan tangan kanan.     

"Lo bosen?" tanya El, mengulang apa yang dikatakan oleh Nusa.     

Ya jangan ditanyakan lagi seharusnya, karena kata 'bosan' sudah cukup mengatakan segalanya tanpa harus diperjelas lagi, iya kan?     

Nusa menghembuskan napas, lalu menganggukkan kepala dengan perlahan-lahan. "Ya iya lah, gimana gak bosen kalau metode belajarnya kayak gini." balasnya dengan lesu, setelah itu terpaksa mengubah posisi duduk menjadi tegak sambil menatap lurus ke arah depan yang tengah menampilkan seorang guru cowok berkacamata yang seperti sudah menginjak usia.     

"Lemes, belum sarapan kali." ucap El sambil menunjuk guru di depan sana.     

Nusa menoleh sekilas. "Gak jelas kamu, mana ada belum sarapan. Orang wajahnya aja gak pucet kok,"     

Mereka berdua bukannya menyimak, namun malah tumben-tumbenan mengobrol. Terlebih lagi, El tidak menyadari kalau percakapannya dengan Nusa, sudah termasuk ngalor ngidul, alias persia sekali dengan percakapan Reza dan Mario.     

BRAK     

Tiba-tiba, hadirlah suara nyaring dan diiringi dengan terlemparnya penghapus papan tulis melewati tengah-tengah antara El dan Nusa.     

Mereka berdua jelas saja shock, mereka pun langsung terdiam dan kembali memperhatikan ke depan kelas.     

Sama seperti mereka berdua, semua murid yang berada di kelas ini pun sama terkejutnya. Yang tadinya mengantuk menjadi segar kembali, yang tadinya tengah menggambar tidak jelas di belakang buku pun menjadi buru-buru sibuk menulis seolah-olah tengah mencatat pelajaran, parahnya lagi ada yang main ponsel diam-diam di kolong meja pun langsung memasukkan ponselnya cepat-cepat masuk ke laci meja bagian dalam sekali.     

"SIAPA YANG MENYURUH KALIAN MENGOBROL SAAT SAYA MENJELASKAN?!" tanya guru tersebut. Dia adalah guru pindahan dari sekolah lain, namun jangan salah kalau guru satu ini sangat tegas walaupun sudah menginjak usia.     

Nusa menelan salivanya dengan susah payah, terasa seperti pasokan oksigen di sekelilingnya menipis sehingga menyisakan perasaan sesak yang hinggap di dada. Ingin menolehkan kepala ke arah El pun rasanya sangat tidak bisa, karena pandangan guru satu itu terarah padanya, bukan ke arah cowok yang berada di sampingnya.     

Apa ini salah satu keuntungan menjadi cucu dari sang pemilik sekolah? Apapun kesalahannya, pasti dilindungi terus menerus. Dan yang ikut-ikutan hanya bisa pasrah saat menjadi sasaran.     

"KENAPA DIAM?!"     

Menghembuskan napas dengan perlahan, apes banget nasibnya selama menjadi murid baru dan kenal dengan cowok yang bernama El. Kalau bisa, dulu ia lebih memilih untuk tidak ingin kenal saja dengan cowok itu. Ah tapi cewek mana yang menolak berkenalan dengan sosok El yang walaupun berwajah datar selalu terlihat mempesona?     

"M-maaf, Pak…" ucap Nusa sambil menundukkan kepala, memainkan kedua jarinya karena tidak pernah ditegur dengan cara seperti ini oleh guru manapun, ini baru kali pertama.     

"KELUAR DARI KELAS SAYA!"     

Cemberut, Nusa tidak bisa membantah kalau begini caranya. "Baik, Pak." ucapnya dengan lesu, tak lupa juga menghembuskan napasnya dengan perlahan-lahan.     

Semua orang yang berada di dalam kelas, melihat ke arah Nusa, termasuk Priska yang menunjukkan senyuman miring yang terukir pada permukaan wajahnya.     

"Mampus lo." gumam Priska sangat perlahan, namun masih dapat di dengar orang Disty dan Nika serta beberapa orang yang duduk di dekat dirinya.     

Melihat dan mendengar perlakuan seorang guru pindahan yang seperti itu, tentu saja membuat El merasa geram, apalagi yang menjadi sasaran adalah cewek yang memang sudah seharusnya ia jaga dengan baik.     

"Maaf Pak," ucap El yang menginterupsi suasana sambil mengangkat tangannya pertanda kalau ia meminta perhatian.     

Guru tersebut menatap El, ia memberikan tatapan yang biasa saja, tidak ada amarah yang tampak seperti saat dirinya menegaskan kepada Nusa. "Iya, ada apa nak El?" balasnya, bahkah nada bicaranya pun lembut.     

Dalam hati, Nusa mendumal karena kenapa dirinya yang diperlakukan seperti ini? Kan El juga berbicara, sama seperti dirinya.     

"Mau hukum apa?" tanya El to the point.     

Dalam tebakan Priska mah cewek itu bertaruh pada diri sendiri kalau El pasti ingin memberati hukuman Nusa, jadi senyuman miring pun masih setia berada di permukaan wajahnya yang terlihat amat jelas.     

"Saya ingin hukum dia berdirindi tengah lapangan sambil hormat ke sang bendera merah putih,"     

Mendengar itu, Nusa melotot. Ia dengan refleks langsung menolehkan kepala ke arah jendela, melihat kalau udara di luar sana sangat panas bahkan cahaya mataharinya pun terik sehingga sinarnya terasa seperti bisa membakar kulit.     

El ber-oh-ria, setelah itu memilih untuk beranjak dari duduknya dan berdiri tepat di samping Nusa. "Oke, enjoy ya Pak sama kelasnya."     

Setelah El mengatakan seperti itu yang membuat Nusa menaikkan sebelah alisnya karena merasa bingung, ia menarik tangan cewek tersebut untuk mengikuti setiap langkahnya yang ingin keluar kelas.     

"Loh kalian berdua mau kemana?" tegur sang guru yang mewakili isi kepala para manusia yang berada di ruangan ini.     

El menghentikan langkah, yang oromatis membuat Nusa juga ikut berhenti. Tanpa melepaskan genggaman tangannya pada pergelangan tangan Nusa, ia menatap sang guru dengan tatapannya yang memang datar. "Di hukum, kan?"     

"Iya, tapi saya hanya menghukum si cewek."     

"Apa bedanya?"     

Sang guru tersebut membungkam mulut. Pertanyaan sekaligus ekspresi dan nada bicara El membuat dirinya terdiam, tak berkutik juga karena takut dengan penggambaran cowok yang bernotabene sebagai muridnya itu.     

"Saya juga ngobrol, gak adil kalau cuma hukum satu orang." balas El lagi. "Oh ya satu lagi, anda kan guru, masa manggil muridnya dengan sebutan 'si cewek' apa gak punya sebutan yang lebih sopan lagi?" sambungnya.     

Tidak ada yang bisa mengalahkan seberapa dinginnya seorang El, bahkan guru yang nyalinya besar pun bisa ciut begitu saja akibat apa yang dikatakan oleh dirinya.     

Sekelas pun hanya bisa diam saja, lalu menyaksikan kepergian El dan juga Nusa yang menghilang begitu saja di balik pintu kelas.     

"Bara kok mau di hukum berdua Nusa sih?" tanya Nusa begitu sudah sampai di luar kelas, begitu El telah melepaskan genggaman tangan mereka.     

"Siapa bilang gue mau kita jalanin hukuman?"     

"Loh terus kita ngapain keluar kelas?"     

"Cabut lah gila, polos banget lo."     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.