Elbara : Melts The Coldest Heart

Ketidakikhlasan Takdir



Ketidakikhlasan Takdir

0Namanya Bian, sudah pada tau, iya kan? Cowok yang satu-satunya sangat dimusuhi oleh El karena masa lalu mereka yang cukup membingkai kesalahpahaman sampai-sampai merusak persahabatan yang seharusnya berjalan dengan damai, namun tiba-tiba hancur begitu saja.     
0

Ia duduk di kursi kelas miliknya, berada di pojok kelas tanpa siapapun yang menjadi peneman. Ini jam olahraga, giliran kelasnya yang bermain andil di lapangan. Namun, ia beralasan tidak ikut karena bilang kalau perutnya mendadak sakit dan perih. Karena jarang sekali berbohong, maka dirinya dipercaya oleh sang guru.     

Menatap foto berukuran kecil yang dicetak olehnya, disana terlihat potret wajah Alvira yang sangat cantik mempesona. Dirinya memang terlalu mabuk asmara dengan cewek tersebut, namun terlalu gengsi untuk mengatakan kalau semua kesalahan yang hadir adalah akibatnya.     

Entah kangen atau bagaimana, namun ada sebercak perasaan aneh yang bersarang di hati. Baru kali ini setelah sekian lama malah merasakan perasaan yang tentu sangat sulit di tebak oleh dirinya sendiri, ini semua akibat ulah Priska.     

Setelah sekian lama foto tersebut hanya sembunyi di dompetnya, ini adalah kali pertama setelah putus hubungan dengan cewek tersebut, ia kembali menatapi poto tersebut dengan lama.     

"Gila, ternyata se-bego ini gue." gumamnya sambil terkekeh. Bukan kekehan yang terdengar menyenangkan, melainkan kekehan yang terdengar miris merasa kasihan dengan takdirnya.     

Meratapi nasib sekaligus menyesal adalah hal yang selalu menghantui para umat manusia kala merasa mengalah dengan apa yang terjadi. Ia menghembuskan napasnya, setelah itu tersenyum miris dengan penyesalan yang hanya bisa dirasakan olehnya sendiri.     

Ia mengingat apa yang dikatakan oleh Priska mengenai perkataan cewek tersebut yang malah mengingati dirinya dengan masa lalu yang indah namun pahit kala diingat.     

'Lo dulu couple goals banget sama Alvira, iya gak sih? Oh atau gue salah inget? Lo tau gak sih gimana dulunya lo sama dia jadi bahan iri-an di sekolah, sumpah. Gue pun termasuk orang yang iri, dan nempatin posisi lo dan Alvira menjadi posisi gue dan El.'     

'Tanpa lo sadar, keputusan lo yang bodoh ini sangat terdengar konyol. Memutuskan seseorang karena kesalahpahaman? Memang sebagian cowok di dunia ini gila, ya kegilaan itu termasuk lo.'     

'Oh kayaknya gue punya pikiran tersendiri deh kenapa lo bisa mutusin Rani gitu aja, ya gak sih? Gue rasa sih ada sesuatu yang buat lo mutusin Alvira selain kesalahpaham, cuma lo yang tau.'     

Begitu pula yang dikatakan oleh Priska kemarin sore saat mengatakan pada cewek tersebut untuk bersedia menjadi pelindung. Memang terdengar sangat diperbudak, namun ia sama sekali tidak masalah dengan hal itu.     

"Hai Bian, apa kabar?"     

Terdengar itu, Bian langsung menaikkan kepala untuk menatap ke arah sumber suara. Sangat terdengar familiar, dan ternyata tebakannya benar kalau itu adalah seorang Priska. Cewek yang memintanya untuk melakukan perjanjian bodoh jika diingat-ingat.     

"Ngapain lo kesini? Bukannya udah gue bilang ya kalau kita gak boleh terlihat deket kayak gini? Lo gak boleh nyamperin gue, begitu juga sebaliknya sialan." ucap Bian dengan kedua alis yang hampir menyatu, merasa kesal kalau peraturan dari dirinya malah dilanggar begitu saja.     

Priska hanya tersenyum, lagi-lagi tidak ada kedua anteknya yang menemani untuk bertemu dengan seorang Bian. "Gue kesini cuma mau liat progres lo doang kok, gak ada maksud apa-apa." balasnya sambil duduk tepat di hadapan Bian, lebih tepatnya duduk di kursi hadapan cowok tersebut.     

Mendengar alasan yang klasik sekali, Bian memutar kedua bola matanya. "Ya udah kalau gak penting, sana cepetan pergi. Gue gak mau keliatan orang-orang deket sama lo," ucapnya sambil menghembuskan napas dengan perlahan.     

"Siapa juga yang mau pergi? Dan siapa juga yang bisa perintah gue? Kan gak ada yang bisa." ucapnya sambil menopang tangan di dagu, menatap Bian dengan sorot mata yang sangat tajam dan teliti namun juga menaik turunkan kedua alisnya menggoda cowok yang berada di hadapannya.     

Menghiraukan jika dihadapannya ada sosok yang menyebalkan, jangan sampai ia menjadi menyesal membuat perjanjian dengan seorang Priska. "Lo ngapain juga sih ada di sini? Gue gak mau ngusir lo, tapi ini kan termasuk ke dalam perjanjian kita. Lo gak nurut peraturan gue, gue gak akan lakuin apa yang lo suruh, kan kesepakatannya kayak begitu." ucapnya yang memberikan penjelasan kepada cewek satu itu dengan penuh nada bicara yang memang dipertegas.     

Priska terkekeh kecil, ia cukup tau dengan apa yang dikatakan oleh Bian. "Oke oke gue tau, ya gue cuma mau bilang aja sama lo, jangan ngecewain gue sama cara kerja lo." ucapnya sambil menjulurkan tangan untuk menepuk-nepuk punggung tangan Bian dengan perlahan, memberikan penjelasan tersirat kepada cowok tersebut.     

"Gue udah cukup paham sama apa yang dibilang sama lo anjir, kan bisa juga lo chat gue, gak perlu acara dateng-dateng ke kelas kayak gini."     

"Ya emang kenapa? Gue kan mau nyampein secara langsung biar kesannya lebih ngena aja gitu amanah dari gue-nya,"     

"Halah bisa-bisanya lo aja kan? Gue mah tau kalau lo mau sekalian lewat di lapangan, gue denger-denger dia sih di hukum sama guru."     

Priska terkekeh ringan, ia senang sekali saat Nusa di hukum bahkan di suruh hormat di bendera tepat lokasinya berada di lapangan. Namun saat El turun tangan dan berkata kepada sang guru untuk ikut di hukum, pada saat itu juga dirinya merasa marah dan semakin tidak suka kepada Nusa.     

Kalau biasanya bisa langsung melampiaskan amarah, namun kali ini tidak karena dirinya sudah berada di zona merah, dalam artian.. tidak memiliki kesempatan lagi untuk mem-bully di saat rasa kesal yang mulai menghantui.     

"Iya, emang berita kayak gitu pantes ya di sebar? Ya elah kayak hukuman gitu doang, ngapain juga sampai semua murid harus tau." komennya yang sebenarnya sih rasa cemburu menyeruak kuat dari dalam lubuk hatinya yang paling dalam.     

Bian menatap Priska seolah-olah berkata, 'iya kah?'     

"Haha gue sih juga punya pikiran yang sama kayak lo, tapi bedanya gue gak terlalu ngurusin mereka berdua. Tapi kalau lo, rasa-rasanya lo bilang kayak gitu bukannya gara-gara gak suka sama beritanya, namun karna gak suka kalau kenyataannya El di hukum bareng sama Nusa, bener kan?"     

Priska mengerjapkan kedua bola matanya, setelah itu lebih memilih untuk beranjak dari duduk dan pura-pura menolehkan kepala pada jam yang melekat di pergelangan tangannya.     

"Kayaknya gue izin kelas udah cukup lama, gue mau balik dulu ke kelas, bye."     

Melihat itu, Bian menarik napasnya sambil tersenyum penuh arti lalu menggelengkan kepala tidak habis pikir dengan kenyataan yang terlihat.     

"Tidak ikhlas sama jalannya sebuah takdir, padahal bukan siapa-siapanya El."     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.