Elbara : Melts The Coldest Heart

Satu Barang Bukti



Satu Barang Bukti

0"Halo, ada orang gak di dalem?"     
0

"Jangan berisik bodoh, nanti malah kabur orangnya."     

"Dih emangnya lo yakin seratus persen kalau di dalem toilet ada orang selain Nusa? Kan gue cuma memastikan,"     

"Memastikan dengan cara yang menyebalkan, begitu?"     

Reza menatap Mario yang malah membuntut di belakang sambil memegangi bahunya, seolah-olah mereka tengah bermain kereta-keretaan yang menjadikan dirinya sebagai masinis dan cowok dibelakangnya ini berperan seperti gerbong kereta.     

Mario cemberut mendengar apa yang dikatakan oleh Reza, padahal kan dirinya berniat untuk membantu supaya lebih mudah dan juga tidak terlalu tegang, namun ternyata memang dirinya sudah termasuk ke dalam manusia yang melakukan apa-apa pasti serba salah.     

"Ya udah sorry, ayo kita kerjain yang bener tugas kita. Gak tau tuh si bos ngajak Nusa kemana ya?"     

Reza yang mendengar itu pun menghembuskan napasnya, lalu menghempaskan kedua tangan Mario yang berada si pundaknya begitu saja. "Ngapain juga kita mikirin mereka? El juga pasti gak suka kita mikirin dia sama Nusa, yang penting mah ini bagian kita." balasnya sambil menendang pelan pintu toilet cewek yang langsung terbuka lebar.     

Tidak dapat dipungkiri, 100% dari dugaannya itu benar-benar full penuh dengan kecurigaan. Apalagi mengingat Nusa yang lama sekali berada di dalam ruangan ini tadi, apa iya hanya mengingat hal yang tidak terlalu panjang sampai selama itu durasinya?     

Kalau bukan karena memang benar-benar meratapi, kenapa saat keluar begitu terlihat kalau dirinya seperti tersakiti?     

Reza adalah yang waras diantara El dan Mario. Bukan, bukan maksudnya seorang El itu gak waras ya. Tapi, tau sendiri kalau cowok satu itu jarang menanggapi apapun. Jadi, lebih baik dirinya yang ditugaskan untuk langsung bergerak jika merasa curiga atau ada sesuatu yang tidak beres.     

Mereka berdua sudah masuk ke dalam toilet cewek dan sudah memastikan tidak ada orang di dalamnya, karena bagaimana pun ini adalah tempat lawan jenis yang memang seharusnya tidak boleh disinggahi oleh para cowok. Namun ini berbeda situasi, iya kan? Menyangkut nyawa jika bisa mengundang kejahatan yang lebih parah lagi.     

"Gak ada siapa-siapa dah kosong, kan gue udah bilang Za kalau insting lo gak pernah bener." ucap Mario sambil menghembuskan napas, ia memilih untuk menyandar pada dinding yang bersebelahan dengan deretan beberapa wastafel yang memang disediakan di setiap toilet.     

Mendengar apa yang dikatakan oleh Mario, bukannya merasa putus asa atau apapun itu, Reza lebih memilih untuk mengecek satu persatu sudut kamar mandi. Memang kosong, bahkan di toilet ini ada lima bilik WC dan kelimanya itu terbuka semua.     

"Lo nyari apa lagi? Jelas-jelas gak ada." Walaupun hanya modal berkomentar, ia tetap menemani Reza di sini dengan memperhatikan tingkah sahabatnya itu dengan seksama. Baginya, ya memang apa yang dikatakan oleh Reza ada benarnya. Tapi sekarang terbukti, di depan mata kepalanya sendiri, kalau insting itu hanyalah sekedar rasa takut yang terbit di dunia nyata.     

Reza menggelengkan kepala, lalu bergerak untuk menyandarkan tubuh di sudut lain yang membuat dirinya dengan Mario saling berhadapan. "Lo pernah gak si rasanya gak tau apa yang kita jalanin sekarang, tapi kalau ditinggalin ya resikonya kita terus-terusan ngerasa bersalah banget." ucapnya tiba-tiba, kali ini bukan menatap wajah Mario, melainkan menatap sepatu mahalnya yang berwarna putih polos dengan logo centang satu.     

Mario menganggukkan kepalanya. "Udah jelas itu kan yang kita lakuin? Gara-gara El lalai jaga Nusa yang kita gak tau dia janji apa sama tuh cewek, eh Nusa dalam bahaya. Terus tiba-tiba El kembali janji yang kita lagi-lagi kita gak tau kejelasannya. Oke oke, gue sama sekali gak nyalahin El. Tapi…"     

Bukannya meneruskan apa yang ingin di bicarakan, Mario malah memilih untuk menggantungkan perkataannya. Seolah-olah memang sengaja untuk membuat sahabatnya yang satu itu penasaran, dan berhasil-lah saat melihat Reza yang dengan kedua alisnya menyatu menatap penasaran ke arah dirinya.     

"Ngapa si lo? Kalau ngomong yang jelas lah!"     

"Subsidi dulu, traktir kek nanti di kantin pas jam istirahat buat sogokan bicara."     

"Dosa sialan, sekalinya dapet sahabat yang gak banyak omong malah ketemu yang modelan El. Giliran yang banyak omong, malah ketemu sama cowok modelan lo sialan."     

"Eits, gak boleh ngomong kasar. Mana ngomong kasarnya dua kali, berarti dosa lo barusan lebih banyak dua kali lipat daripada gue."     

Reza menghembuskan napasnya, lalu bersiap ingin memukul Mario, namun tentu saja di tahan. "Ya udah lanjutin mau ngomong apa…" ucapnya yang memilih untuk berdamai daripada mendengarkan apa yang terus menerus dikatakan oleh Mario, seperti tidak akan ada habisnya.     

Menyiapkan diri untuk mengatakan kalimat yang sengaja di gantung oleh dirinya, Mario lalu mengubah raut wajahnya menjadi serius, kali ini adalah keseriusan yang sungguhan. "Lo pernah mikir gak sih kalau cowok suka ngambil keputusan sendiri dan lebih lagi alesannya buat cewek? Gue yakin banget kalau niat El bukan cuma buat ngelindungin Nusa, tapi dia mulai suka sama tuh cewek. Gak pernah El berjuang kayak gini, boro-boro berjuang buat cewek, lo tau sendiri kan?" ucapnya yang mulai mengeluarkan sambungan kalimat yang merupakan unek-unek tersendiri yang tersimpan baik di lubuk hatinya.     

"Gue pernah ada pikiran kayak gitu, Rio. Tapi gue pikir itu cuma perasaan gue,"     

"Lo gak nyoba nanya? Gue tau banget kalau lo sama dia itu deket dalam artian bisa ngobrol-ngobrol, apalagi lo biasa ngobrol tentang Vira sama El, kali aja bisa nyari tau."     

"Enggak, gak gitu. Gue mungkin emang suka banget ngobrol sama El, tapi gak untuk perihal pribadi dia."     

Reza pernah bertanya sekali kepada El mengenai kejelasan sahabatnya itu yang kenapa tidak risih sama sekali dengan kehadiran Nusa? Mau tau bagaimana jawaban seorang El sebagai deretan kalimat yang dilontarkan dari dalam mulut dia?     

'Gak penting, gue sama Nusa ya biasa aja. Lagian lo belum ada hak untuk tau apa yang gue rasain, karna gue sendiri aja gak tau apa yang gue rasain' ya begitu kira-kira apa yang dikatakan oleh seorang El kepada Reza sebagai tanggapan yang menurut Reza kalau cowok satu ini tengah mencari jati diri yang kemungkinan memang telat dalam hal percintaan.     

"Ya udah, kita jangan ngomongin orang nanti malah kita kena karmanya. Yuk balik nyari El, palingan dia udah di kelas." ucap Reza yang memilih untuk menyudahi pembicaraan mereka, ya alasannya karena juga tidak bisa berlama-lama di toilet yang bukan daerah mereka.     

Akhirnya mereka berdua keluar dari toilet, namun tidak dengan Reza yang menatap lantai di hadapannya.     

"Jepitan rambut?" Yash, benda satu ini tentu sangat bisa menjadi bukti untuk menemukan seseorang karena Nusa tidak pernah memakai aksesoris seperti ini saat ke sekolah.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.