Elbara : Melts The Coldest Heart

Gimana Kalau El Suka Nusa?



Gimana Kalau El Suka Nusa?

0"Oh kemana aja nih adik Kakak yang paling di sayang? Tumben banget sekolah tapi pulang malem, gak biasanya."     
0

"Oh iya lupa nih Kakak, sekarang kan Nusa udah punya pangerannya sendiri. Yang dalam artian udah gak butuh Kakak lagi."     

"Oke, cukup tau. Padahal udah di buatin nasi goreng spesial."     

Begitu Nusa masuk ke rumah, begitu juga yang dikatakan oleh Rehan. Tentu saja ia yang baru melepaskan sepatu sebagai alas kaki pun langsung saja membelalakkan kedua bola matanya, masa iya sih gak butuh sosok cowok itu lagi? Yang termasuk cowok segala-galanya di kehidupan Nusa.     

"Ih enggak, enak aja! Siapa juga yang bakalan ngelupain Kakak gitu aja terus pakai bilang gak butuh-butuh Kaka lagi!" serunya dengan sebal, lalu berjalan ke arah Rehan, dan tentu saja langsung mendekap tubuh kekar itu yang merupakan idaman para cewek di luaran sana.     

Rehan terkekeh kecil, ia sendiri pun bercanda dengan apa yang dikatakan. Masa iya sih bisa menyimpulkan suatu hal seperti layaknya anak-anak begitu? Oh ayolah, ia bukan tipe yang baperan kok.     

"Enggak, enggak sayang. Tenang aja, Kakak juga cuma bercanda. Justru Kakak seneng sih kamu deket sama cowok yang udah Kakak kenal, jadi Kakak udah paham banget tuh El gimana."     

"Emangnya gimana?"     

Sambil mengusap puncak kepala Nusa dengan perlahan, Rehan memberikan tatapan penuh pengertian untuk sang adik yang menjadi separuh dari seluruh jiwa di tubuhnya. "Kamu sendiri juga tau kan dia gimana? Gak neko-neko juga, Kakak lihat jarang ngerokok yang dimana Kakak tau kalau kamu paling gak suka asap rokok."     

"Terus apalagi yang Kakak ketahui tentang Bara?"     

Semakin di ceritakan mengenai seorang cowok yang selalu menjadi pusat perhatiannya, semakin itu juga seorang Nusa gencar mendapatkan informasi dan senang jika ada seseorang yang memberikannya secara terbuka.     

Sedangkan Rehan? Sepertinya ia sudah tau mengenai Nusa yang tau kebenaran akan hubungan El dengan Alvira, yang dirinya sempat sembunyi-sembunyikan dari kemarin.     

"Kalau itu mah kamu bisa cari tau sendiri," ucap Rehan dengan ceria lalu mencubit gemas hidung mancung nan mungil milik Nusa. "Masa semua informasi dari Kakak, yang pasti Kakak bilang itu semua dari sudut pandang Kakak dan bukannya kamu." sambungnya dengan nada bicara yang sangatlah lembut.     

Akhirnya, Nusa melepaskan pelukan mereka berdua. Tiba-tina merasakan perutnya yang keroncong. "Oke oke Nusa paham, namanya berjuang kan, Kak?" tanyanya, setelah itu tangan kanannya tampak menepuk-nepuk bagian tengah perutnya yang terasa lapar. "Makan malam Kak, ayo." sambungnya sambil menyengir.     

"Iya, namanya perjuangan." balas Rehan, menganggukkan kepala. "Loh emangnya El gak ngajak kamu makan? Buktinya masa laper gitu, sampai keroncongan ya?"     

Sebenarnya sih kalau diingat-ingat saat berjalan-jalan dengan El tadi, Nusa sudah di tawarkan berbagai macam makanan dengan cowok tersebut. Namun dirinya malah menolak dengan santainya, seolah-olah belum lapar yang padahal ia belum makan siang sampai akhirnya pada detik ini.     

Semua penolakan itu karena El sudah membayarkan buku yang ia beli, ada tiga buku dengan total dua ratus lima puluh ribu. Mungkin bagi El, itu sama sekali bukan nominal yang besar. Namun menurut seorang Nusa, itu nominal yang besar karena ia menabung untuk bisa membelinya —ya walaupun uang jajannya setiap hari sekitar lima puluh atau seratus ribuan—. Rasa tidak enak pun hadir, dan begitu pula penolakan sebagai alasan ketidakenakan dirinya.     

"Ya biasalah Kak, namanya juga cewek. Gengsi mah tetep banget harus nomor satu, kalau gak nanti malah keliatan matre."     

"Lah pikiran kamu ketularan siapa? Gak biasanya kayak gini, boong kali pasti ada alesan kamu tersendiri."     

Nusa terkekeh kecil. Mana ada sejarahnya dirinya gengsi kalau memang ruang lingkupnya memaksa untuk berperilaku seperti itu, ia pula tidak pernah berpikiran matre di pandangan seseorang. Jadi, Rehan pun tidak bisa di bohongi walaupun hanya kebohongan kecil saja.     

"Hehe, soalnya tadi tuh aku ke toko buku sama Bara. Dan ya, udah bisa di tebak dong? Dia bayarin aku pada akhirnya, dan ya aku gak enak jadi aku tau pasti dia bakalan bayarin makan lagi." balasnya yang memilih untuk menjelaskan secara kejujuran.     

Rehan mengangguk-anggukkan kepala, kalau sifat tidak enakan Nusa mah daridulu memamg sudah ada. Cewek satu ini paling anti di bayarin, dan kalau di bayarin pasti lansung saja merasa seperti itu.     

Mengambil napas terlebih dulu sebelum berbicara, by the way mereka masih berdiri di dekat pintu utama yang tertutup, pas sekali di sana karena sudah nyaman berpijak disana.     

"Ya gimana ya? Namanya dia itu cowok, bayarin ceweknya itu bukan hal yang aneh kok. Dimana cowok udah mulai bayarin kamu dan ngerasa gak peduli seberapa nominal yang dia keluarkan, di sana harusnya kamu bersyukur dan langsung peka kalau cowok itu pasti ada apa-apanya sama kamu dalam hal perasaan."     

Rehan adalah orang kedua setelah Mario yang memberikan nasehat kepada dirinya mengenai masalah perasaan dan juga perubahan El yang terbilang drastis. Membuat Nusa takutnya berbesar kepala dan malah secara tidak sadar menaruh hatinya pada cowok yang di maksud, menurutnya saja si El itu masih seperti El yang kemarin-kemarin. Apa memang dirinya yang kurang peka?     

"Ah masa? Kakak korban film ya? Mana ada sejarahnya perasaan di ukur dari traktiran? Kali aja minta timbal balik."     

Setelah berkata seperti itu, Nusa memilih untuk mulai melangkahkan kaki dan masuk ke rumah lebih dalam lagi. Sebenarnya sih ia berbicara seperti itu untuk menutupi dirinya yang gugup dengan detak jantung yang berdetak tak karuan, belum lagi pipinya yang terasa memanas, sungguh.     

"Hei, Nusa! Gimana kalau El suka beneran sama kamu?"     

Pertanyaan Rehan membuat Nusa mematung, baru sampai di ruang tamu dan dirinya kembali menghentikan langkah kaki seperti membiarkan sang Kakak untuk menyamakan langkah dengan dirinya, dan sekarang berakhir mereka yang saling berhadapan.     

Sudah pernah kan Nusa bilang, kalau ia tidak bisa membayangkan El suka dengan dirinya? Dan ya, sampai pertanyaan seperti ini terdengar di indra pendengarannya saja membuat dirinya masih buta dalam membayangkan betapa indahnya dicintai oleh seorang cowok seperti El.     

"Gak mungkin, Kak. Jujur nih ya, aku sama Priska ya lebih unggul Priska."     

"Si cewek yang duga udah jahatin kamu separah itu, iya?"     

"Ayolah Kak, kan udah janji gak bakal bahas masalah itu lagi…."     

"Oke oke, lanjut."     

Nusa menghembuskan napasnya. Lalu memberikan senyuman terbaik menurut versinya kepada Rehan. "Masih banyak cewek yang pantes buat Bara, aku mah gak pernah bisa diutamain karna saingan aku tuh semuanya lebih unggul." balasnya dengan lesu.     

Rehan menaikkan sebelah alisnya. "Yakin?" tanyanya. "Kalau kamu ngerasa gak bisa diutamain, selama ini emangnya El utamain siapa selain Alvira?"     

Nusa bergeming.     

'Tapi iya juga, gimana kalau Bara beneran suka sama aku?'     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.