Elbara : Melts The Coldest Heart

Perkelahian yang Kesekian



Perkelahian yang Kesekian

0"AYO BUBAR, SIAPA YANG NYURUH KALIAN BERANTEM DAN SIAPA YANG NYURUH KALIAN NONTONIN ORANG BERANTEM?"     
0

Pa Yoga berkacak pinggang, menatap satu persatu para murid yang melingkari lapangan dan juga melihat dari atas lantai dua dan tiga. Tatapannya sangat tajam, kumisnya pun ikut bergoyang seakan-akan amarahnya memang merambat sampai sekujur tubuh.     

Tanpa banyak basa basi lagi, mereka semua bubar ketakutan. Bahkan Alvira pun yang menjadi pemicu terpaksa meninggalkan lapangan karena di suruh oleh Reza, dan cowok itu juga mengantar dirinya sampai ke kelas.     

Tersisa Mario yang bengong sendirian duduk di tepi lapangan. Sangat santai seperti tidak takut dengan teriakkan guru itu yang menggelegar sampai ke penjuru sekolah, mungkin.     

Sedangkan El? Ia saling tatap-tatapan dengan Bian, belum dan tidak akan pernah permusuhan di antara mereka berakhir. Entah sampai kapan perdamaian akan hadir di antara mereka, namun saat ini sepertinya tidak akan hadir.     

"Awas lo." ucap Bian sambil menatap El dengan benci, wajahnya sudah lebam namun cowok dihadapannya masih sehat wal afiat mulus tidak terkena tinjuan apapun dari dirinya.     

Pak Yoga menatap Bian dengan madah. "Heh, awas apaan ya maksud kamu?! Masih mau lanjut juga ini berantemnya?!" tanyanya, sewot.     

El menganggukkan kepala, ia tidak pernah takut karena membela sang adik dari ucapan cowok yang tidak tau diri satu ini. "Boleh, kalau diizinin." jawabnya dengan datar, ia masih melayangkan tatapan tajam untuk Bian. Padahal mah di tengah-tengah mereka, berdiri Pak Yoga yang sepertinya sudah emosi dan hampir muak menghadapi dirinya yang berantem terus sama orang yang sama.     

Pak Yoga yang mendengar ucapan El pun menghembuskan napas berat, cobaan menjadi guru ya seperti ini. "Bukannya kalian berdua belajar biar pinter, ini malah adu otot di tengah lapangan. Udah berapa kali ini? Masih aja keulang-ulang lagi. Kali ini apa permasalahan kalian?" ucapnya yang langsung saja nyerocos dalam satu hembusan napas, mungkin sudah kepalang sebal juga dengan kedua cowok yang tiada bosan berantem.     

Mario pun bingung, padahal tadi meminta adanya pertandingan basket. Tapi sampai di lapangan, Bian dengan sangat cupu-nya bermain di belakang. Dalam artian, menendang bagian belakang lutut El dengan kencang membuat cowok itu tersungkur.     

Dan dapat di simpulkan, tidak ada pertandingan basket sebagai bentuk perdamaian El. Memang Bian-nya saja yang sibuk mencari masalah, giliran kalah pun cowok itu tak ada kapok-kapoknya.     

Pak Yoga tidak mendapatkan jawaban apapun dari kedua belah pihak, ia memijat pangkal hidungnya. Lalu tanpa sengaja, melihat sosok Mario yang duduk di tepi lapangan, berlagak seperti penonton yang tidak tau apa-apa. "Ngapain kamu disana?" tegurnya dengan suara yang terdengar marah, padahal mah semua intonasi bicara orang Batak memang memiliki ciri khas tersendiri.     

Mario hanya cengengesan, mengibas-ngibaskan rambutnya yang badai dengan refleks. "Saya mah nungguin sahabat saya Pak, kalau Bapak nungguin siapa disitu?" Katanya, kalau suasana tegang itu harus diisi supaya tidak terlalu canggung.     

Pak Yoga terkekeh renyah, setelah itu menggelengkan kepalanya. "Gak nunggu apa-apa, justru Bapak yang di tunggu sama kepsek." balasnya dengan santai sambil melirik ke arah Bian dan juga El, hanya sekilas habis itu memusatkan pandangan pada cowok pelawak itu.     

Hana ber-oh-ria saja, Mario mengangguk-anggukkan kepala. "Bapak mau saya cariin temen gak?" Nah kan, pembahasan random di tengah-tengah keadaan yang tentu saja sangat teramat tidak tepat.     

Pak Yoga hampir saja naik emosi berbicara dengan Mario. "Sana balik ke kelas! Saya bocorin ya nilai kamu sama Reza yang selalu sebelas dua belas gara-gara nyontek!"     

"Yah Bapak mah mainnya malah ngancam, gak seru."     

"Pergi sana, masih aja ngoceh."     

"Peace, Pak. Jangan tegang-tegang, oke? Nanti saya beliin es teh terus saya anter ke r—"     

"Gak usah!"     

El mah hanya menyimak percakapan Pak Yoga dengan Mario, ia sangat tau kalau sebenarnya sahabatnya yang satu itu sedang mengulur waktu agar sang guru tidak bisa membawanya dan Bian langsung menghadap ke kepala sekolah.     

Akhirnya terlihat Mario yang pamit dari hadapan mereka, tentu saja masih berusaha negosiasi yang ujungnya hanya mendapatkan kesia-siaaan.     

"Ayo kalian berdua ikuti saya, saya ingin memberitahukan tingkah kalian yang sama sekali tidak pernah mengalami perubahan!"     

Sedangkan di sisi lain …     

Entah ini pantas di sebut dengan hidayah atau bukan, namun berkat Bian dan El yang bertengkar, Reza bisa bersama-sama dengan Alvira yang kini tengah berjalan di sisinya dengan jemari lentik yang dirinya genggam.     

"Kak Bara gimana ya? Takut deh… apa lagi itu Pak Yoga yang terkenal banget gak main-main kalau hukum anak muridnya." ucap Alvira yang khawatir, menaikkan pandangan ke arah Reza dengan kedua alis yang menurun.     

Reza malah terpesona saat melihat wajah Alvira yang benar-benar menawan. Ia menjadi membayangkan bagaimana jika cewek itu mengkhawatirkan dirinya, apa akan sama khawatirnya dengan perasaan kepada El?     

"Kalau nanti si Bian bilang ini itu ke kepsek terus Kaka Bara di keluarin dari sekolah, gimana ya? Oh my god, gak, Vira gak bisa."     

Sama halnya dengan El yang menjaga Alvira terlalu ketat, sedangkan Alvira pun sangat khawatir mengenai El yang selalu melindunginya dan bisa jadi mendapatkan masalah yang besar.     

Reza membelalakkan kedua bola matanya, ibu jarinya mengelus punggung tangan Alvira yang berada di genggamannya, guna memberikan kehangatan kepada cewek tersebut. "Hust, jangan mikir kayak gitu loh gak baik. Enaknya nih ya, kita mah doa aja yang terbaik. Habisnya mau gimana lagi? Gue sih kalau di posisi El, juga bakalan ngelauin hal yang sama ke cowok modelan Bian." ucapnya dengan jawaban realistis, dan bukannya jawaban yang mendukung El atau semacamnya.     

Alvira mengerjapkan kedua bola matanya, merasa kalau perkataan Reza akhir-akhir ini jauh lebih dewasa dan bijak saat di dekatnya. Ia suka dengan Reza yang sebelumnya, yang sebelas dua belas dengan Mario, tapi ternyata sosok Reza yang satu ini tidak buruk juga.     

"Makasih ya Kak Reza, udah nenangin aku. Huft, gak jadi deh ngasih hasil masakan sendiri ke Kak Bara, tumpah gitu aja habisnya."     

"Ya udah, besok kamu buatin lagi aja oke? Gue yakin kok kalau masakan lo selau enak, gak pernah gak enak."     

Alvira menatap Reza dengan kedua bola mata yang mengerjap, entah keberapa kalinya. "Kak Reza baru aja puji masakan Vira?" Karena biasanya, El enggan kalau mencicipi masakannya, katanya sih keasinan lah, gak ada rasanya, ini itu pun menjadi komentar.     

Menganggukkan kepala. "Iya, emangnya gue muji siapa lagi?"     

Akhirnya, mereka sampai di depan kelas Alvira. Cewek itu melepaskam genggaman mereka, setelah itu melambaikan tangan ke arah Reza. "Dadah Kak Reza, besok aku buatin bekel juga."     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.