Elbara : Melts The Coldest Heart

El Tau Kesalahannya



El Tau Kesalahannya

0"Tuh ciri-ciri orang gak semangat hidup."     
0

Semua menolehkan kepala ke arah seseorang yang baru saja masuk ke rumah. Terlihat El dengan wajah datarnya berjalan ke arah ruang tamu yang ramai, tas pun di selempangkan begitu saja hanya pada satu pundak.     

Berusaha tidak menghiraukan ucapan Mario, ia berlalu begitu saja.     

"Kalau Kak Bara mah tiap hari PMS, gak perlu di tegur dia mah pasti langsung nyelonong aja masuk gak permisi." Ini yang herucap adalah Alvira.     

Kenapa ditaruh kata 'semua' saat menolehkan kepala ke arah El yang baru pulang? Karena di ruang tamu ada Reza dan Mario —yang sudah jelas selalu ada di sini—, juga ada Alvira dan teman-teman kelompoknya para cewek yang seperti tengah menahan napas bertemu dengan tiga cowok ganteng sekaligus.     

El memutar kedua bola matanya. "Bodo." Setelah itu berlalu begitu saja, menaiki anak tangga satu persatu untuk menuju ke lantai dua, tepat di mana kamar kesayangannya berada.     

Memutar knop pintu, setelah itu masuk kamar dan menutup pintunya kembali rapat-rapat. Ia membuka sepatu dengan asal, tas pun di lempar begitu saja dan mendarat tepat di atas karpet berbulu berwarna mocca di lantai kamarnya.     

Melepas dasi, dan tak lupa di lempar juga seperti tasnya dengan asal. Memang tabiatnya para cowok berantakan, poin positifnya lagi ia memiliki ART yang dalam sekejap pun bisa membereskan kamarnya yang berantakan, jadi tidak perlu turun tangan untuk merapihkan sendiri.     

Perasaannya gelisah, entah karena apa. Tangannya bergerak mengambil ponsel di saku, lalu melemper tubuh ke atas kasur dan langsung punggungnya terasa di manjakan setelah hampir seharian menjadi pelajar.     

Mengecek kembali ponselnya, dan… nihil. Tidak ada kabar apapun dari Nusa. "Dia kemana sih?" tanyanya pada diri sendiri.     

Merasa kalau jalan pikirnya mulai aneh, akhirnya El menggelengkan kepala berkali-kali dan menjauhkan ponsel dari genggamannya. "Ngapain juga mikirin cewek gak penting."     

"Paling dah balik."     

Memang sesederhana itu pikiran El, belum lagi dirinya adalah cowok yang gak mau ribet. Jadi, dihubungi atau tidak kan bukan sesuatu yang menguntungkan atau merugikan bagi dirinya, benar?     

"Tok tok tok, PAKET!"     

Baiklah, jangan ditanya, jangan ditebak, siapa lagi kalau bukan dua manusia yang suka sekali masuk ke dalam hidup El dengan segala ke-ramdom-annya? Ya, Reza dan Mario.     

"Masuk!" seru El.     

Pintu terbuka, benarkan dugaan El. Apalagi suara mereka sudah sangat terekam jelas di otak, jadi tak perlu salah menerka kalau orang itu bukanlah kedua sahabatnya.     

"Ah lo mah El, masa jawabnya masuk." ucap Mario, berjalan ke arah El dengan kedua kaki yang dihentak-hentakkan seolah-olah merajuk.     

Hei, El pun tidak tau apa-apa. Bahkan kini dirinya manikkan sebelah alis saking bingungnya. "Terus gue jawab apa?" tanyanya.     

Reza menutup pintu, lalu mengikuti Mario yang berjalan ke arah si sang empunya kamar, bedanya ia tidak menghentakkan kaki ataupun sejenisnya. "Tadi tuh kita udah rencana buat video gitu kayak yang lagi viral, sahut-sahutan ketuk pintu terus lo jawabnya 'paket' bukan 'masuk' gitu." ucapnya yang memberikan penjelasan.     

Kirain mah penting, atau ada hal lain yang membuatnya harus mengatakan jawaban berbeda, tapi tidak ada apapun yang mencangkup 'kepentingan' tersebut.     

"Bodo ah." balas El yang memilih untuk tidak ambil paham dengan apa yang Reza dan Mario ingin lalukan. Ia tau trend itu, melihat di aplikasi pertemanan pun yang bisa menampilkan beranda video cukup sering lewat.     

Mario berdecak kecil, lalu tanpa aba-aba langsung saja melompat ke atas kasur El dan terbaring-lah tubuhnya di samping cowok dingin itu. Reza pun ikut berbaring karena jujur sekolah hari ini rasanya lelah sekali, namun cara naik ke kasurnya tentu kalem, tidak seperti sahabat satunya.     

"Eh, ini beneran nih Nusa udah lo anterin pulang? Gue sih agak curiga kalau dia masih di sekolah,"     

Tiba-tiba, berganti topik pembicaraan.     

El menaikkan sedikit bahunya, pertanda kalau ia pun tidak yakin. "Awalnya gue juga pikir gitu." balasnya dengan nada bicara yang terdengar seperti mau tak mau.     

Reza menatap El, sangat dalam. Lalu ia mengerjapkan kedua bola mata kala melihat pancaran khawatir dari dalam balik kedua bola mata sahabatnya itu. "El, lo gak yakin kan kalau dia udah pulang ke rumah?" tanyanya sambil menyipitkan mata, mencari kebenaran yang sebenarnya sangat sulit menerka ekspresi El yang dingin dan sangat datar.     

El pun menghembuskan napas, lalu menjauhkan tubuhnya sari Mario yang entah sejak kapan menjadi nempel-nempel dengannya. "Sibuk lo." ucapnya, pertanda ia enggan menjawab.     

Kini Reza gantian yang akan menginterogasi El, soalnya kan mereka takut Nusa tidak sampai pada tempatnya. "Lo yakin El? Kalau gak mau jujur sama Mario, lebih baik sini deh jujur sama gue yang masih waras." ucapnya dengan serius, pasalnya ia cukup mengenal Nusa, si gadis penurut walaupun bilang tidak mau naik motor bareng El pasti tetap akan melakukannya.     

El menatap lurus ke depan, seolah-olah menerawang. Ada sedikit perasaan khawatir yang seharusnya tidak hadir, ya karena Nusa bukan siapa-siapa selain cewek yang kepo dengan kehidupannya.     

"Mau pesen pizza gak? Ramen?" Akhirnya, El memutuskan untuk mengalihkan pembicaraan.     

Mario sih namanya juga mata makanan, ia langsung menganggukkan kepala, katanya sih gas saja selagi ditawarkan dan gratis. Tapi tidak dengan Reza, ia mengubah posisi duduknya menjadi bersila di atas kasur.     

"Lo tau kan El gimana marahnya Rehan? Apalagi ini tentang Nusa loh, mati lo sama dia."     

"Takut?"     

"Bukan gitu maksud gue."     

"Gue dah tanggung jawab."     

"Dan sekarang apa buktinya? Nusa lo anter pulang atau gak? Tinggal jawab aja kok susah banget, heran gue."     

El mengambil napas panjang, lalu menghembuskannya dengan perlahan. Ia yang memang cukup sering adu mulut mengenai perbedaan pendapat bersama Reza itu adalah sebuah hal yang biasa, namun ini ia berdebat karena Nusa loh. "Gak."     

Reza dan Mario menatap El dengan kedua bola mata yang membulat. Reza menggeleng-gelengkan kepala, sedangkan Mario yang mulai mengubah posisi tidurnya menjadi duduk tepat di samping Reza.     

"El, yang bener lo? Kok lo bisa tenang-tenang aja sih duduk santai di atas kasur pas tau cewek yang dititipin ke lo gak sampai di tempat tujuan?" Kali ini Mario-lah yang berbicara. Ia yakin El bukan tipe yang suka meninggalkan cewek, apalagi jelas sekali tadi mereka berdua memantau sekitar 10 menit secara diam-diam dan El masih saja setia di atas motornya menunggu Nusa.     

Reza menghembuskan napas, semua pembicaraan akan cepat selesai kalau ditangani dengan kepala dingin. "Bisa ceritain gak? Gue percaya lo gak sembarangan ninggalin Nusa,"     

El menganggukkan kepala. "Kata Priska dia dah balik duluan, dia juga gak ngabarin gue ilang gitu aja abis bilang mau piket kelas."     

"Dan lo percaya sama Priska?"     

"Iya."     

"Itu namanya lo yang b-e-g-o!" Reza mengeja kata kasar tersebut dengan sangat jelas.     

Oke, sampai di sini El tau kesalahannya.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.