Elbara : Melts The Coldest Heart

Mulai Pencarian Nusa



Mulai Pencarian Nusa

0"Gue gak tau, Han."     
0

El menatap Rehan dengan serius, habisnya sejak tadi di introgasi seolah-olah dirinya yang bersalah. Tau Nusa belum pulang saja tidak, ia sudah menjalankan tugasnya untuk menunggu cewek tersebut namun tidak muncul batang hidungnya.     

Kali ini baru ada El yang sampai di rumah Rehan, Reza dan Mario belum sampai. Mungkin ini akan memberikan waktu luang untuk mereka berdua mengobrol.     

Rehan menghembuskan napas, setelah itu menatap El dengan sorot mata yang berkaca-kaca. "Please El, di situasi kayak gini, lo jangan jawab singkat pertanyaan gue. Gue butuh cerita, tapi daritadi lo cuma jawab seadanya." ucapnya sambil menjulurkan tangan untuk meletakkannta di bahu cowok yang berada di hadapannya.     

El menganggukkan kepala, wajahnya memang masih datar tapi ia akan mengatakannya dengan kalimat yang panjang. Mengambil napas dulu, lalu menghembuskannya dengan perlahan.     

"Gue udah nunggu di parkiran sekolah, sesuai janji gue yang bakalan jaga dia. Terus pas bel bunyi tadi gue masih ada di lapangan basket, yang ternyata Nusa juga bilang lagi piket kelas. Dia ngabarin gue, terus karena dia gak mau di liat deket sama gue, pas jam istirahat itu bilang buat nyuruh gue langsung nunggu di parkiran."     

El mulai menjelaskan apa yang menurut sudut pandangnya ini, ia menatap Rehan seolah-olah memberikan ketegaran yang dirinya miliki. Entahlah, El tidak tau bagaimana perasaan yang dirasakan cowok tersebut saat ini tapi yang jelas mungkin khawatir?     

Memgambil napas lagi untuk melanjutkan cerita. "Tanya Reza sama Mario, gue nunggu adik lo, Han. Lama banget, sampai sekolahan sepi. Terus gue liat temen sekelas gue sama Nusa, gue nanya, dan katanya Nusa udah balik duluan." sambungnya yang menjelaskan dengan detail, sesuai dengan kemauan Rehan. Namun tetap saja, raut wajahnya datar dan tanpa ekspresi tentu saja.     

Rehan menyimak, dan sepertinya El sudah selesai bercerita. "Dan lo percaya?" tanyanya sambil menggelengkan kepala, merasa heran dengan cowok satu ini.     

"Han, gimana gue gak percaya? Keadaan sekolah udah bener-bener sepi, yang dimana gue tau banget Nusa belum dapat ekstrakulikuler jadi gak ada kegiatan apapun setelah pulang sekolah."     

"Perlu lo inget El, Nusa gak pernah gue izinin naik kendaraan umum, apapun itu bentuknya. Gue ngelarang dia, jadi mana mungkin tau jurusan ini itu atau walaupun pakai kendaraan online bisa membawanya pulang."     

El mengerjapkan kedua bola matanya sebanyak tiga kali, kalau seperti ini, jadinya dirinya yang salah atau bagaimana?     

"Gue gak tau, Han."     

"Lo terlalu dingin El sama sekitar, kalau adik gue kenapa-kenapa, lo orang pertama yang bakalan gue hajar."     

Kalau urusan hajar meng-hajar sih El pribadi tidak takut, ia juga tidak memandang Rehan sebagai karyawan yang kalau bertindak kurang ajar seperti itu bisa saja ia adukan supaya di pecat. Dirinya masih laki-laki sejati, tanpa membawa-bawa status.     

El menganggukkan kepala, ia bersedia bertanggung jawab. Dari awal juga sudah dikatakan kalau dirinya, memiliki keinginan untuk menjaga Nusa. "Oke, lo boleh lakuin apapun sama gue. Tapi kalau Nusa baik-baik aja, ijinin gue buat ngejaga dia, benar-benar ngejaga."     

"Apa bisa gue percaya sama lo?"     

"Lo minta pembuktian apa dari gue?"     

"Ubah sifat lo, bisa gak?"     

Ucapan Rehan memang sedikit terdengar kesal dengan El, namun bukan artinya ia benar-benar menuduh cowok satu itu. Karena dirinya juga menyesali, karena mengizinkan orang lain untuk menjaga sang adik kesayangan. Sedangkan ia? Malah sibuk dengan dunianya sendiri.     

El mematung, untuk mengubah sifat bukanlah hal yang mudah, apalagi ia mengubahnya hanya untuk seorang Nusa. Hanya? Sepertinya itu terlalu menyepelekan, karena dirinya yang tak sigap memeriksa keadaan Nusa di sekolah, bisa saja cewek satu itu berada dalam masalah.     

"Gue—"     

"PERMISI, COWOK GANTEK UDAH DATENG NIH. CUS KITA MULAI PENCARIANNYA,"     

Tiba-tiba, perkataan El terpotong. Terdengar suara berisik Mario yang mulai memenuhi ruang tamu, menjadikan El dan Rehan menolehkan kepala ke sumber suara tersebut.     

Rehan menganggukkan kepala. "Tapi gak usah teriak-teriak, ini udah malem." ucapnya yang mengingatkan. Habisnya sih Mario suka kebiasaan berteriak tidak tau tempat dan waktu.     

Mario hanya menyengir saja, lalu merangkul Reza dengan akrab. "C'mon brother, kita cari putri kecil kita. Kebanggaan tiga cogan di sekolah," ucapnya.     

Sebenarnya sih El, Reza, dan Mario benar-benar menjaga Nusa dengan sangat baik. Menerima cewek tersebut dengan penuh lapang dada walaupun El selalu saja merasa risih dengan orang baru, bahkan suka mengajak mengobrol di kelas sampai-sampai menjaga Nusa dari Priska.     

Reza menjentikkan jemarinya. "Priska!" Tiba-tiba, ia berseru seperti ini. Membuat semua orang menolehkan kepala ke arahnya dengan kompak, apalagi menaikkan sebelah alisnya juga.     

El menatap Reza. "Maksudnya?"     

Mario melepaskan rangkulan dari bahu Reza, lalu bergidik ngeri. "Ngapa lo? Jangan-jangan lo di vonis suka sama nenek lampir, ya?"     

Sedangkan Rehan, ia kebingungan karena tidak kenal dengan nama yang diserukan oleh Reza. Jadi, dirinya lebih memilih untuk diam saja.     

Reza menepuk kepala Mario dengan pelan. "Enak aja lo sarap ya? Ya gak lah! Siapa juga yang suka sama dia." jawabnya sambil bergidik.     

"Terus?" El dan Mario bertanya kompak.     

"Kan kata El, dia ketamu sama Priska terus bilang kalau Nusa udah pulang, gimana kalau kita ke rumahnya Priska aja?" balas Reza yang memberikan saran.     

El menganggukkan kepala. "Pinter lo, ayo." Lalu, tanpa basa basi pun dirinya langsung saja beranjak dari duduk dan berjalan ke pintu utama rumah.     

Yang lain mengekori, begitu juga dengan Rehan yang tubuhnya sudah dibaluti dengan jaket kulit serta kunci motor pun ada di tangannya. Tentu mereka naik motor sendiri-sendiri, Reza dan Mario juga begitu yang kalau cowok berdua ini beralasan supaya terlihat keren —apalagi kan motor mereka motor besar, tentu saja yang terkisima banyak di tambah wajah mereka yang tampan—.     

Rehan menarik tangan El, menghentikan cowok tersebut yang otomatis mereka pun ikut berhenti.     

"Kenapa lagi?" tanya El.     

Terdapat kilatan khawatir yang masih sangat jelas terlihat di kedua bola mata Rehan, selagi dirinya belum melihat Nusa, selagi itu juga dirinya belum merasakan ketenangan.     

El tau apa yang dirasakan Rehan, walaupun tidak tau sepenuhnya. Ia mengambil napas panjang, lalu menghembuskannya dengan perlahan. "Gue tau apa yang lo rasain, tapi inget ya kita ini tanggung jawab sama-sama, gak ada yang kabur. Lo gak usah cemas, gue tau Nusa itu hebat, gak akan kenapa-kenapa." ucapnya, lalu memberikan sedikit senyuman ya walaupun terlihat samar-samar.     

Reza dan Mario saling senggol, ia tidak pernah mendengar El berbicara panjang begitu, apalagi membahas mengenai cewek. Mereka bisa mendengar El berbicara panjang hanya saat berpidato, presentasi kelas, dan kegiatan sekolah lainnya yang memang membutuhkan effort untuk cowok tersebut berbicara tidak singkat.     

Rehan tersenyum, lalu segera memberikan El pelukan ala cowok yang singkat. "Thanks, ayo kita ke rumah nenek lampir yang kalian maksud."     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.