Elbara : Melts The Coldest Heart

Pergi, El Sudah Ada Ratu



Pergi, El Sudah Ada Ratu

0"Tos!"     
0

Priska and the genk kembali menjadi pemecah sekolah. Mereka telah kembali setelah satu hari menghilang, dan kini tampilan mereka sangat super duper modis dengan beberapa barang mahal melekat di tubuh mereka.     

Bedanya, genk itu dulu sangat suka memakai pernak pernik tidak jelas sehingga penampilan mereka selalu ramai. Namun mereka yang sekarang berpenampilan sederhana, dan tak dapat dipungkiri jauh lebih cantik daripada sebelumnya.     

"Woy woy! Itu Priska?"     

"Lah iya itu Priska! Wah gila, kok cakep parah tumben-tumbenan."     

"Iya bener, biasanya kayak iblis berjalan. Kalau sekarang masih sama, tapi iblis yanh positive vibes gitu loh."     

"Mana sih woy minggir, gue mau liat!"     

Begitu ramai koridor saat Priska, Nika, dan Disty berjalan disepanjanh koridor. Ada yang heran kenapa penampilak Priska yang paling diutamakan bahkan sampai terlihat perubahannya di mata para murid? Ya karena itu memang siasat mereka untuk manjadikan Priska sebagai pusat perhatian.     

"Gimana guys ide gue?" tanya Disty sambil menaik turunkan kedua alisnya. Ia tersenyum penuh kemenangan, yang juga mengundang senyuman tersebut sampai terukir di masing-masing wajah kedua temannya.     

Priska tersenyum miring, aura jahatnya tentu saja masih terlihat dengan sangat jelas. Namun untuk saat ini, ia berpura-pura menjadi sosok yang terbaik dan tidak banyak tingkah. Bahkan dirinya mengumumkan di grup angkatan kalau beberapa hari kedepan akan bebas dari tindakan bullying dirinya dan dibantu oleh kedua antek.     

Menganggukkan kepala, Priska merasa beruntung memiliki teman yang ternyata otaknya tidak menyerupai Nika. "Good job, so far so good. Gue suka cara main lo, pelan-pelan, tapi pasti." balasnya yang dipastikan hanya didengar oleh mereka bertiga saja.     

Nika yang mendengar itu tiba-tiba saja bertepuk tangan, sungguh tambah membuat perhatian orang-orang terpusat ke arah mereka. "Yeay! Se-semangat, se-se-semangat, yeay!" serunya, layaknya cheerleader.     

Priska dan Disty menepuk keningnya secara kompak, agak malu sih memiliki teman seperti Nika yang seperti memiliki dua kepribadian.     

Akhirnya, mereka sampai juga di depan pintu kelas. Tentu sudah sangat ramai. Bahkan El and the genk yang biasanya datang terlambat pun ternyata sudah duduk di tempatnya masing-masing.     

"Waktu lo tunjukin pesona, chill aja jangan keliatan kayak cewek murahan." bisik Disty tepat pada daun telinga Priska, ia memang kini yang mengarahkan segalanya, ya karena kan ini rencananya.     

Priska menatap tiga cowok yang tengah berbincang, entah membicarakan hal apa namun menurut dirinya sangat tidak penting. Ia memutuskan untuk melenggangkan kaki, dan ya tentu saja menjadi pusat perhatian karena ada salah satu anak yang mengatakan 'Eh, Priska udah gak jadi iblis lagi. Jangan-jangan dia yang kerasukan iblis,' dan dengan kompak satu kelas tertawa sambil menatap ke arahnya dengan menilai.     

"Tapi cakep juga cuy." sahut salah satu cowok. Tadinya ia sangat takut dengan Priska, karena ia adalah cowok yang termasuk ke dalam golongan buaya kelas kakap.     

Priska tidak peduli, toh tujuan utamanya berubah itu bukan untuk menarik perhatian semua orang, namun hanya satu orang yang kini malah enggan menatap ke arahnya bersama kedua cowok yang lain. Ia mendekati mereka, lalu duduk di samping El yang dimana itu kursi milik Nusa.     

"Hai, El. Apa ka—"     

"Bangun lo." ucap El yang menaikkan pandangan ke arah Priska, dan langsung menyambut cewek tersebut dengan sorot mata yang mematikan. Sangat tajam, bahkan kalau bisa dibandingkan sepertinya silet akan kalah tajam dalam perumpamaan.     

Priska yang belum menyelesaikan kalimatnya pun bingung, melirik ke arah Reza dan Mario yang bergumam dengan sangat kecil 'mati lo', begitulah yang dikatakan kedua cowok tersebut.     

"Loh kenapa El? Kan gue datang baik-baik, gak ada tingkah modus yang menjijikan kayak apa yang lo bilang daridulu. Terus sekarang apa masalahnya?"     

"Bangun lo." El enggan menjawab lebih dari sekedar dua kata ini, ia sudah sangat muak dengan kehadiran Priska. Bagaimanapun penampilan cewek tersebut, ia sama sekali tidak peduli bahkan tak menyadari perubahan apa yang kelihatan di diri Priska? Baginya, Priska masih-lah cewek yang sama seperti sebelum-sebelumnya.     

Priska sangat keras kepala, ia tidak ingin beranjak dari duduknya walaupun sudah menadapatkan peringatan kedua. Lagipula kan kursi El ya yang tengah di duduki cowok itu, dan kursi di sebelahnya kini adalah hak Nusa yang dimana cewek lugu itu ternyata tidak masuk kelas… atau memang tidak masuk sekolah? Ah tidak penting.     

Nah Priska-nya saja yang tidak tau. Justru kursi milik Nusa-lah yang tidak boleh di sentuh oleh siapapun itu, tanpa pengecualian.     

"Ya emang kenapa sih El? Ini juga kursi sekolah, masa iya gak dibolehin, juga kan bukan menjadi hak kamu buat larang-larang aku."     

"Oh."     

Menyebalkan? Tentu. Ia tidak peduli seberapa berisik Reza dan Mario kini yang tengah memperagakan dirinya dengan El. Reza yang berperan sebagai El dan Mario yang berperan sebagai dirinya, yang sudah pasti kalau Mario bermain peran sudah tentu dilebih-lebihkan daripada kenyataan yang terjadi.     

"Gue gak mau pindah, apa salahnya sih kalau gue mau nyapa lo sebagai seorang teman?"     

"Cih."     

El bukannya menjawab, hanya berdecih. Mungkin sakinh sudah membenci kali ya? Entahlah, mungkin perasaan itu sudah muncul sejak Priska yanh tergila-gila dan membuatnya semakin bertambah risih dari hati ke hari. Bahkan sampai cewek itu tidak ngapa-ngapain dan hanya ingin menyapa, ia sudah tidak ingin memihat wajah tersebut lagi.     

"Pergi."     

Sudah peringatan ketiga, pasti setelah ini akan ada mode marah yang keluar dari dalam tubuh El. Sudah pasti cowok tersebut benar-benar marah karena perkataannya tidak di dengar.     

"Emangnya kenapa sih El? Kasih tau dulu dong alesannya, gak bisa sembarangan ngusir orang. Gak sopan tau,"     

"Emangnya lo orang?" Bukan, itu bukan El yang berkata. Melainkan Mario yang dengan wajah menyebalkannya memberikan raut wajah meledek ke arah Priska, memang seperti itu dirinya, tidak pernah ingin akur dengan cewek satu itu.     

Tidak mengindahkan perkataan Mario, akhirnya Priska kembali menyimak El yang tak kunjung berbicara. Ia menatap cowok tersebut, tampan, hanya itu saja yang bisa di deskripsikan.     

"El jawab, gue mau jadi lebih baik daripada sebelumnya loh. Malah lo kayak giniin," ucap Priska sambil menekuk senyuman.     

Tak dapat dipungkiri, dalam diam pun semua orang yang berada di dalam kelas menyimak pembicaraan mereka dengan sebaik mungkin.     

El balik menatap Priska dengan sorot mata yang tak kalah tajam, setelah itu menaikkan senyumannya. "Pergi lo dari tempat duduk cewek gue, ratu gue." ucapnya, mempertegas.     

Mendengar itu, tentu satu kelas heboh begitu juga dengan Priska yang terlihat dadanya naik turun.     

Setelah ini, bukan hanya satu kelas yang heboh, melainkan satu sekolah.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.