Elbara : Melts The Coldest Heart

Ada Pelampiasan Amarah



Ada Pelampiasan Amarah

0"Lo ada curiga ga sih sama mereka berdua?"     
0

Di kantin, banyak sekali percakapan para murid yang mengobrolkan banyak hal. Termasuk Reza dan Mario yang kini tengah menatap El untuk membahas suatu hal yang masih berputar-putar di otak mereka dengan sangat jelas.     

Bruk!     

"Aw kalau jalan liat-liat dong! TUH KAN BEKEL BUAT KAK BARA JADI TUMPAH SEMUA GARA-GARA BIAN!"     

Yang tadinya terfokus satu sama lain, karena mendengar pekikan tersebut membuat ketiga cowok ini langsung menolehkan kepalanya ke sumber suara, beserta para murid yang juga melakukan hal serupa.     

"Sorry, sorry… gue gak sengaja. Gue buru-buru banget soalnya, mau main basket."     

"Minta maaf yang bener kek! Lia nih baju Vira kan juga jadi kotor, rok-nya juga ketumpahan mayo."     

"Kan tadi gue bilang sorry, lo gak denger?"     

"Bukan gitu, Vira capek-capek loh masak buat orang yang selalu spesial di hidup Vira. Sekarang tumpah gitu aja, berhamburan di lantai!"     

"Gue juga pernah jadi orang spe—"     

"Iya pernah, tapi kan gak lagi!" Alvira langsung memotong ucapan Bian.     

Bukan hanya Mario yang menyaksikan, namun ia dengan cepat langsung menyenggol lengan El. Memberikan isyarat pada cowok itu untuk bergerak cepat karena siapa yang dihadapi Alvira saat ini adalah masa lalu dari cewek tersebut, yang dalam artian pasti akan mengundang masalah.     

"Stt, El. Tuh Bian, udah lama gak nongol di depan kita-kita, sekalinya nongol langsung nyikat Vira." ucapnya yang biasalah.. selalu menjadi kompor.     

Mendengar itu, Reza menyenggol bahu Mario untuk menegur cowok tersebut agar tidak menjadi orang yang membawa hawa semakin panas di sekitar El. "Jangan gitu lo, oneng." ucapnya.     

Namun terlambat, El sudah beranjak dari duduk, menghampiri Alvira yang tengah mendumal karena bajunya kotor. "Kenapa?" tanyanya begitu sudah berdiri tepat di samping sang adik, menatap Bian dengan sebelah alis yang terangkat. Tidak pernah ada sorot pandang perdamaian darinya untuk cowok yang sudah dirinya benci itu.     

"Gue mau jalan, dia nabrak gak liat-liat maen lari aja. Lo gak usah jadi pahlawan kesiangan deh El, muak liat muka lo."     

Wah. Dapat di tebak setelah ini akan ada perkelahian fisik di antara Bian dan juga El. Kini, semua orang dapat pastikam serta was-was agar tidak terkena imbas mereka berdua.     

Menurut El, mumpung ada Bian, jadi bisa melampiaskan semua perasaan kesal yang menumpuk di hatinya.     

Alvira tentu saja langsung menahan lengan El, ia tidak akan membiarkan sang Kakak pulang dari sekolah malah membawa hadiah wajah lebam dan luka-luka untuk Mommy mereka. "Udah lah Kak, jangan di tanggepin." ucapnya yang memilih untuk melerai. Tapi tak dapat di pungkiri, dirinya cukup sakit hati karena sudah memasak nasi goreng seafood yang di pelajarinya satu hari satu malam itu kini malah di cium lantai.     

"Kenapa lo? Liatin gue sinis banget, minggir gue mau main basket." ucap Bian lagi. Ia mah tidak pernah takut dengan sosok El, padahal sudah berkali-kali di hajar juga sudah berkali-kali tumbang begitu saja.     

El mendorong bahu Bian ketika ingin lewat di sampingnya. Enak saja bisa main pergi sesuka hati tanpa tanggung jawab, ia tentu emosi. "Minta maaf." ucapnya. Ini bukan permintaan loh ya, tapi perintah yang di ucapkan dengan sangat dingin, di tambah lagi ciri khas wajah yang terlihat datar itu.     

Bian berdecih, menatap El dari atas sampai bawah. Mungkin kalau untuk ukuran cewek, berada sedekat ini dengan El adalah sebuah anugerah yang tidak akan pernah bisa di lewatkan. Tapi bagi beberapa cowok termasuk Bian, wajah El tidak lebih dari wajah para cowok pada umumnya walaupun memang jujur lebih unggul.     

"Maaf? Yang lari-larian gak jelas siapa? Adik lo lah. Udah tau kantin ramai, emangnya dia doang yang buru-buru?" balasnya, menatap El tanpa kilatan takut yang terukir di permukaan wajahnya.     

Alvira menekuk senyuman, lalu beralih memeluk lengan El yang jelas-jelas terasa kekar. Ia cemberut, merasa sakit hati dengan perkataan Bian yang menurutnya sangat menyalahkan dirinya.     

El menjulurkan tangan untuk merangkul Alvira, mengusap bahu sang adik dengan pelan dan penuh dengan kehangatan serta kasih sayang.     

"Kamu ke Mario dulu sana."     

"Jangan berantem ya tapi?"     

"Gak janji."     

Setelah itu, El melepaskan pelukan Vira di lengannya. Mendorong sedikit tubuh cewek tersebut supaya menjauh dan mengikuti apa yang dikatakan olehnya, daripada nanti malah melihat ke-bringasan sang Kakak.     

Kini, El berganti manatap Bian lagi. Lalu menampilkan senyuman miring di permukaan wajahnya, smirk yang begitu menawan.     

"Tadi lo bilang apa?"     

"Ade lo gak jelas, kalau mau caper mah sini balik aja sama gue gak usah kayak gitu."     

Mendengar perkataan Bian yang kelewat PD membuat indra pendengaran El sedikit muak. Apa tadi katanya? Caper sama sampah? Tidak salah dengar atau bagaimana ya?     

Terkekeh meremehkan Bian, setelah itu El memberikan pandangan menilai ke cowok tersebut sambil menaik turunkan pandangan dari kepala hingga ujung kaki lalu kembali pada wajah Bian. "Ganteng juga gak," diucapkan dengan datar dan malaj terdengar lucu di indra pendengaran para murid yang berada di kantin ini.     

Gelak tawa terdengar, sangat ramai. Apalagi saat melihat wajah Bian yang terlihat kecut, ucapan El memang bisa menjatuhkan mental seseorang tanpa banyak kata.     

Ada yang mengambil video mereka berdua, dan tentu saja bagian ini terekam dengan jelas. Pasti akan tersebar luas di grup angkatan, menjadi bahan ledekan.     

Bian menatap El, sangat serius. Lalu berdehem kecil, dan tiba-tiba mendorong cowok itu dengan kencang sampai terhuyung beberapa langkah.     

Heboh tawa berubah menjadi teriakan 'EH SANTAI DONG!' karena refleks melihat El yang di dorong.     

"Beraninya di depan orang-orang, mau ngejatohin gue ya lo?!" tanya Bian dengan emosi.     

El membersihkan seragamnya dari debu akibat tangan Bian yang menyentuhnya, ia terlihat santai. Lalu, tanpa di duga-duga…     

Bugh     

Tangan El yang mengepal kuat sudah bersalaman dengn pipi Bian bagian kanan. Langsung terlihat memar dengan sangat jelas, tentu saja ia sudah kepalang emosi.     

"Jangan main-main." ucap El dengan sorot mata yang menantang Bian agar cowok tersebut ikut membalas apa yang dirinya perbuat supaya terjadi pertengkaran yang kesekian kalinya di antara mereka.     

Bian menyeka ujung bibirnya yang terdapat darah segar walaupun sedikit, lagi-lagi sobek dan terasa sangat perih.     

"Sialan lo, El." gumamnya sambil memberikam jari tengah pada mantan sahabatnya itu. Ia sangat tau kalau El enteng tangan kepadanya saat mengetahui orang kesayangannya di senggol.     

El selalu bisa memenangkan suasana, smirk pun kembali hadir dengan sangat jelas. "Gimana kalau kita tanding basket?" tanyanya yang memberikan keringanan. "Daripada gue buat lo masuk UGD."     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.