Elbara : Melts The Coldest Heart

Menjadi yang Spesial?



Menjadi yang Spesial?

0Berbeda dengan suasana sekolah yang tadi ricuh, kalau di rumah mah sudah pasti aman damai dan juga tentunya tenang. Ya, itu yang dirasakan oleh Nusa pada saat ini.     
0

Bukannya beristirahat dan meminum teh jahe-nya yang sudah di buatkan Rehan, Nusa kini berhadapan dengan HVS kosong dan tangan kanan yang menggenggam pensil.     

Jangan salah sangka, cewek sepertinya ini sangat jago membuat sketsa. Memang bakatnya tidak terlihat, tapi sekarang buktinya ia tengah menatap setengah hasil karya yang menggambarkan seseorang di atas kertas sana.     

Tangan kirinya menahan kertas agar tidak bergerak-gerak di saat tangan kanannya tengah mengukir, kedua matanya bahkan dengan cekatan melihat bolak balik dari ponsel yang disandarkan pada lampu meja, lalu kembali menatap putihnya kertas untuk dicoretnya.     

"Saking gantengnya aku suka loh gambar wajah kamu, Bara."     

Yups. Yang di gambarnya kini adalah wajah El, di ambil potret setengah badan. Tidak ada senyuman, hanya smirk kecil yang terukir di permukaan wajahnya, itu pun terlihat samar-samar.     

Ceklek     

Tiba-tiba pintu terbuka. Di sana langsung terlihat Rehan yang masuk dengan tangan yang memegang piring dan segelas air mineral, namun hal itu tidak membuat Nusa panik, malah cewek satu ini biasa-biasa saja.     

"Dih nih anak ditemenin di rumah bukannya tidur sih? Istirahat kek gitu, malah gambar-gambar gak jelas." ucap Rehan. Baru masuk saja sudah mengomel, dasar cowok.     

Nusa menolehkan kepalanya dan ternyata Rehan sudah duduk di sampingnya, bedanya sang Kakak duduk di tepi kasur dan ia duduk di kursi kayu yang memang tersedia di dekat nakas, jadi posisi mereka berdekatan.     

"Suntuk aku Kak, kalau istirahat terus malah capek banget rasanya."     

"Gak jelas lo."     

"Itu makanan buat siapa? Kan Nusa dah makan,"     

"Buat gue, lo mana mau di kasih makan terus, makanya badan lo kurus kerempeng kering."     

Nusa cemberut, lalu melihat Rehan yang meletakkan gelas berisikan air putih di atas nakas. "Ngatain Nusa biasanya sih kualat abis ini," balasnya sambil menjulurkan lidah.     

Rehan hanya mengangkat kedua bahunya, berusaha tak ambil pusing dengan apa yang dikatakan oleh Nusa yang dirinya tau hanya sekedar candaan belaka. Ia menatap balik Nusa, ia mencodongkan tubuh untuk melihat lebih jelas apa yang tersaji di hadapan sang adik kesayangan.     

"Gambar siapa lo? Manusia es?" tanyanya yang mulai menyendokkan nasi dan lauk yang berada di dalam sendok ke mulutnya. Dirinya pribadi sih biasa-biasa saja melihat hal itu, memang kemungkinan kalau kedekatan mereka —Nusa dan El— tidak menghadirkan perasaan spesial. Entah itu pada keduanya, atau hanya bagian terburuknya hanya perasaan yang timbul pada sebelah pihak.     

Nusa menganggukkan kepala, ia belum memutuskan pandagannya ke lain arah selain ke Rehan. "Iya nih, ganteng banget ya? Buat tanda terimakasih, aku mau kasih gambar ini ke Bara. Nanti aku pakein bingkai gitu, bagus gak Kak?" ucapnya sambil meminta pendapat sang Kakak.     

Menganggukkan kepala, Rehan tidak keberatan untuk niat Nusa. "Bagus juga, tapi saran Kakak, jangan terlalu deket deh sama El. Jangan juga naruh perasaan di dia," ucapnya kelar mengunyah makanan yang ada di mulut. Ia melakukan hal ini berulang-ulang. Saat Nusa berbicara ia makan, dan saat Nusa selesai berbicara berarti itu bagiannya untuk ambil bicara.     

Mendengar apa yang dikatakan oleh Rehan, ia menaikkan sebelah alisnya. "Maksud Kakak apa? Emangnya gak boleh deket-deket sama Bara? Ya kan dia yang jadi penjaga aku nantinya di sekolah, masa iya gak deketan?" balasnya yang heran dengan ucapan cowok yang tengah menikmati nasi hangat dengan telur mata sapi lumer alias setengah matang itu.     

"Ya gimana ya… boleh aja sih dan dalam artian dekat perasaan gitu. El mah Kakak setuju banget kalau dia baik, ya cuma ekspresinya aja yang gak pernah mendukung." ucapnya, mengambil jeda sebentar untuk mengambil napas. "Kamu tau sendiri kalau El sayang banget sama seseorang, yang Kakak yakin gak ada yang bisa gantiin posisi orang itu." sambungnya.     

Orang yang di maksud Rehan adalah Alvira, siapa lagi memangnya kalau bukan cewek satu itu? Tapi ia sengaja tetap merahasiakan status Alvira dengan El supaya mengetahui sejauh apa Nusa menaruh perasaan pada cowok tersebut.     

Akhirnya, Nusa memilih memutuskan pandangan dengan Rehan. Ia kembali melanjutkan pekerjaannya, yang dimana sambil menyimak apa yang dikatakan oleh sang Kakak. Ia sih sejujurnya bingung ya perasaan apa ini yang berada di benaknya untuk El, kenapa juga dirinya malah membuatkan sketsa wajah cowok itu. Jawabannya adalah… tidak tau.     

"Emangnya siapa orang spesial di hidup Bara sampai-sampai Kak Rehan bilang segitu yakinnya?"     

"Alvira."     

Mendengar jawaban Rehan, tak dapat dipungkiri lagi kalau saat ini hati Nusa menciut. Siapa yang tidak kenal dengan nama 'Alvira'? Cewek yang satu-satunya diperlakukan sebagai ratu oleh El, terlebih lagi, Alvira lecet dikit, pasti sangat terlihat wajah panik dari cowok tersebut. Sungguh beruntung sih bisa membuat El mengeluarkan ekspresi lain selain datar.     

"Oh kalau itu mah emang udah pasti, mana bisa aku menyaingi Alvira. Lagipula gak mau juga jadi pelakor, hih… karmanya gede banget pasti."     

Rehan mah dalam hatinya hanya tertawa bahagia saat bisa membohongi Nusa yang memang terlewat polos, padahal dia adalah cewek yang kepo namun mengenai hal sebesar ini pun belum tau apa-apa.     

"Nah iya, nanti kamu sakit hati. Kakak kan gak bisa hibur cewek yang lagi sedih, nanti kamu malah tambah nangis."     

"Ya kasih apa kek gitu," balas Nusa. Pandangannya masih naik turun antara ke ponsel dan menatap kertas HVS secara bergantian, namun tak dapat di pungkiri loh hatinya agak sakit.     

Rehan memperhatikan Nusa, ia berhenti memasukkan makanan ke dalam mulutnya. "Kok keliatan sedih? Jangan-jangan udah suka nih anak sama El." ucapnya yang menggoda sang adik, terbukti alisnya yang ikut naik turun menggoda.     

Kalau di kata suka ya tentu saja belum! Nusa menggelengkan kepala dengan kuat, kalau seperti ini caranya bisa-bisa Rehan mengambil kesimpulan tersendiri. "Enak aja, Kakak jangan sok tau."     

"Ya gimana ya, Sa. Cowok kayak El emang bener-bener langka, tapi lo ngerasa gak sih kalau akhir-akhir ini lebih unggul daripada Alvira?"     

"Enggak, gak ngerasa apa-apa."     

"Oneng, ngobrol sama adik polos lugu mah gak bakal bisa nyambung deh ini gue."     

Nusa terkekeh kecil mendengar ucapan Rehan. "Ya udah ya udah, ayo serius ngomongnya." ucapnya yang memilih untuk menghentikan aktivitasnya dan menatap cowok yang masih setia duduk manis di tepi kasur-nya.     

Rehan menganggukkan kepala. "Kakak pribadi sih ngerasa ya. Dari awal, tiba-tiba dia nekat mau jaga kamu. Terus kayak reka ngelakuin apa aja gitu, bahkan mau aja Kakak suruh jadi bodyguard." ucapnya dengan serius.     

"Intinya apa sih kak? Kok Kakak bilang begini ke aku?"     

"Intinya, jangan-jangan kamu ingin jadi yang spesial berikutnya untuk El."     

Tidak, dalam pandangan Nusa, hal itu adalah sebuah kemustahilan.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.