Elbara : Melts The Coldest Heart

Meminta Tolong Perlindungan



Meminta Tolong Perlindungan

0Priska menatap secangkir americano yang berada di hadapannya, tangan kirinya menggenggam vape dan tangan kanannya menggenggam ponsel.     
0

Langit yang jingga, pertanda akan ada perubahan waktu yang terjadi di cakrawala. Cukup jelas warna jingga tersebut memberitahu pada makhluk hidup kalau malam hari akan segera menyambut.     

Kini, ia berada di cafe sambil menyesap vape beraroma grape yang sudah lama menjadi penemannya. Priska menunggu seseorang, ya, dirinya sendiri di sini. Tanpa adanya Disty ataupun Nika yang biasanya mengisi keadaan hampa dengan keluguannya yang membuat emosi.     

'Gue gak suka sama lo, sialan. Berhenti bersikap seolah-olah lo ratu dan gue raja, gue bukan siapa-siapanya lo, san sebaliknya juga lo itu bukan siapa-siapanya gue.'     

'Gue udah cukup baik hati sama lo, gue gak pernah bersikap kasar sampai main tangan atau fisik. Tapi semakin lo di diemin, ternyata semakin ngelunjak."     

"Lo cewek bodoh yang selalu gue temuin di hidup gue, lebih bodoh lagi kalau lo udah tau gak bakal bisa dapetin gue tapi masih berusaha buat raih gue yang jelas-jelas fana buat lo.'     

Deretan pidato menyakitkan oleh El yang dilontarkan satu tahun yang lalu bukannya membuat semangat Priska patah, justru membuat cewek satu ini ingin berjuang lebih keras daripada biasanya lagi.     

El pernah berbicara panjang dengan Priska, namun perkataannya sungguh menyakitkan. Yang di atas tadi hanya beberapa kalimat cowok tersebut saja, belum sepenuhnya keluar seperti apa yang dikatakan El lalu saat hari Senin cabut upacara dan malah sembunyi bersama —tanpa kesengajaan— di halaman belakang sekolah.     

Semenjak saat itu, El tidak pernah lagi berbicara banyak. Kalaupun risih, kata-katanya juga ringkas namun masih sangat bisa menembus sampai ulu hati yang terdalam.     

"Eh sorry banget nih lama, gue tadi nganter cewek gue balik dulu." ucap seseorang yang membuat lamunan Priska menjadi buyar.     

Priska menatap sosok tersebut, setelah itu terkekeh kecil. "Santai aja gila, gue juga di sini baru lima belas menit yang lalu." ucapnya sambil menjulurkan tangan untuk meraih cangkir yang berisikan americano. "Gue gak tau lo suka kopi apa, kadi tuh ya di minum aja, gue pesen latte buat lo." sambungnya, setelah itu menyeruput minuman hangat dengan rasa dan aroma kopi yang khas.     

Menganggukkan kepala, sosok tersebuy juga minum terlebih dulu. "Latte juga enak," komennya sambil meletakkan kembali cangkir tersebut.     

Priska juga telah mengembalikan cangkir ke tempat semula, lalu menatap sosok yang sudah duduk di hadapannya. "Cewek? Sejak kapan lo punya cewek? Bukannya stuck sama cewek manja itu, ya?" tanyanya, meledek.     

"Ngejek gue lo? Gini-gini mah gue anter jemput cewek terus sejak putus dari dia, ya… gimana ya? Gak ada yang sreg juga sih cewek di sekolah kita,"     

"Gak sreg atau lo nya aja nih yang belum move on sama dia?"     

"Sok tau lo, tau cerita gue sama dia aja enggak."     

Priska terkekeh kecil, alisnya menaik sebelah seperti menantang sosok di hadapannya. "Sok tau? Lo kan dulu si cowok bucin akut, udah gitu posesif pula. Gue sih kalau jadi ceweknya, gak mau pacaran sama lo." balasnya, tertawa puas kala melihat wajah kecut seseorang di seberangnya itu.     

"Udah udah, ngapain jadi bahas mantan gue?" ucap sosok tersebut. "Jadi ada apa nih lo ngajak gue ketemuan? Tumben banget sih sumpah, biasanya kan ketemu aja gak pernah nyapa kayak orang gak kenal."     

"Ogah si gue nyapa lo."     

Sebelum menjawab lebih, Priska menyesap vape dari alatnya yang berbentuk kotak kecil. Ia mengepulkan asap di udara, tentu saja dirinya mengambil ruangan outdor supaya bisa menikmati asap beraroma satu ini.     

"Ya udah bilang apaan yang lo mau ucapin ke gue?" tanya sosok tersebut sambil menaikkan sebelah alisnya. Jangan lupakan, ia juga mengambil sekotak rokok sebagai peneman pembicaraan mereka. "Bawa korek gak lo?" tanyanya.     

Priska menganggukkan kepala, setelah itu merogoh dalam tasnya, bagian tas paling dalam adalan andalannya untuk menyimpan korek. "Nih, balikin lo." ucapnya sambil meletakkan di hadapan orang di seberangnya.     

"Santai, dah sekarang cerita."     

Menatap sosok di hadapannya dengan sorot mata yang penuh dengan keseriusan, setelah itu menghembuskan napasnya perlahan. "Gue butuh lindungan lo, apapun gue lakuin termasuk mohon-mohon sama lo." ucapnya yang mulai pembicaraan.     

Mendengar perkataan Priska, cowok ini pun menaikkan sebelah alisnya. "Lindungan? Sejak kapan seorang Priska butuh lindungan orang lain? Bukannya genk lo bekerja bertiga, dan gak nambah personil lagi?"     

Mereka berdua saling menyesap media yang dapat menghilangkan rasa stress, asap pun mengepul di udara seperti melakukan 'tos' ketika bertabrakan dan akhirnya melebur.     

"Gue.. gue ya butuh aja bantuan dari l—"     

"Lo kan dalang masalah Nusa kemarin?" potong cowok tersebut, langsung mengenai sasaran.     

Priska terkejut, tentu saja. Ia menatap cowok tersebut dengan sorot mata tidak percaya, apa semudah itu bagi orang-orang untuk menaruh prasangka terhadapnya?     

"K-kok lo tau? Maksud gue, kok lo main asal nebak gitu aja sih? Salah sasaran baru tau rasa lo," balasnya dengan gugup. Bahkan kegugupannya pun terdengar sangat jelas.     

Sosok cowok itu hanya terkekeh, ganti-gantian menaruh batang rokok ke mulut, lalu membuang baranya ke dalam asbak yang disediakan di setiap meja yang berada di sini.     

"Apaan sih lo ngomong apa? Percuma nyembunyiin kebenaran dari gue, gue aja tau pas lo bawa-bawa Nusa ke ruang renang. Ya buat ukuran tukang bully kayak lo, nyalinya gede banget gila."     

"Ya dia nyenggol gue, kalau gak juga dia bakalan baik-baik aja kayak tipe-tipe anak OSIS yang kalem adem ayem."     

"Apaan si yang lo harapin dari El? Spesial juga enggak, bikin lo sakit terus iya."     

Priska memang sudah sering di tampar oleh banyak hal mengenai ini. Jangankan orang lain, kedua sahabatnya saja sudah muak menyadarkan dirinya yang tak jauh-jauh selalu berlabuh pada seorang El. "Gue nyuruh lo kesini itu bukan buat ceramahin gue, koplak. Gue minta tolong ke lo, bukannya begini caranya."     

Cowok tersebut terkekeh. "Ya kan sekalian, oneng. Lo lagian ngapain sih minta bantuan gue? Berani berbuat, berani tanggung jawab juga lah."     

Memutar otak, Priska sudah menebak kalau dirinya ini akan di tolak mentah-mentah. Ya.. namanya juga hidup, di tolak adalah sebuah kewajaran namun sangat terasa menyakitkan.     

"Gue bakalan kasih apapun deh yang lo mau." ucapnya yang mulai membicarakan keuntungan apa yang akan di dapatkan oleh orang itu kalau membantu dirinya.     

Cowok tersebut mengulas senyuman. "Ah gue juga punya banyak duit anjir, apapun yang gue mau, udah pasti kebeli." ucapnya sambil menyandarkan tubuh pada sandaran kursi.     

Priska memutar otaknya. "Lo mau apa? Alvira, kan?"     

"Maksud lo?"     

"Gue tau, lo pura-pura move on dari dia, iya kan?"     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.