Elbara : Melts The Coldest Heart

Ucapan Terimakasih El



Ucapan Terimakasih El

0"Makasih ya Bara, malem-malem gini ngajak aku makan sate. Ya.. walaupun agak horror sih."     
0

Nusa mengunyah lontong yang berada di mulutnya dengan lahap, sudah lama tidak keluar malam, terlebih lagi makan di luar pada malam hari.     

Mana mau Rehan mengajaknya makan malam-malam, karena alasannya cowok itu lelah bekerja, juga pasti Nusa sendiri yang memberikan pengertian.     

Walaupun Nusa mau dan ingin sekali makan di luar saat malam hari, Rehan melarangnya dengan keras supaya tidak keluar rumah sendirian saat malam hari. Jadi, ya disinilah dirinya, berdua dengan seoranh cowok yang benar-benar dengan mudah mendapatkan izin dari sang kakak.     

Mendengar itu, El menganggukkan kepalanya. "Oke." balasnya, cukup perkataan yang singkat, padat, dan juga sangat jelas.     

Nusa memandang langit-langit malam yang terdapat beberapa bintang, tidak banyak, bahkan dapat dihitung dengan jari. Namun itu semua tidak dapat menghilangkan keindahan malam dengan hembusan angin yang menerpa, menyapa permukaan kulit dengan sebaik mungkin.     

"Bara tau gak persamaan Bara sama angin malam?" tanyanya tiba-tiba, mereka duduk berhadapan di lesehan, jadi bisa langsung saling menatap satu sama lain.     

Mendengar itu, El yang tadinya sibuk menatap piring berisikan sate dan lontong yang sepertinya tidak akan habis itu pun langsung mendongakkan kepala. "Gak tau." balasnya, lalu ia memakan sate yang di miringkan tusukannya.     

Nusa tersenyum cerah, lalu menaruh tusukan sate yang sudah tidak ada daging ayamnya. "Nih ya aku kasih tau, di simak ya Bara jangan cuek-cuek sama Nusa loh ya." ucapnya, sebelum berkata pun menaruh peringatan kepada cowok satu itu.     

El hanya mengangguk-anggukkan kepalanya saja. Namun sesuai yang dikatakan oleh Nusa, ia benar-benar menyimak, bahkan sampai mengunci pandangannya pada cewek tersebut. "Oke."     

Nusa berdecak kecil, karena merasa risih dengan jawaban El. "Daritadi oka oke terus sih, yang bener juga kalau respon ucapan Nusa dong." ucapnya yang protes.     

Menghembuskan napas, kalau tidak dituruti, takutnya Nusa semakin lama berbicara dan juga mendumal ini itu. "Iya Nusa, bawel lo, gc." ucapnya dengan nada bicara yang jutek, enggan berlama-lama kalau ingin membahas suatu hal.     

Nusa terkekeh kecil, setelah itu menganggukkan kepalanya. "Jadi tuh persamaannya Bara sama angin malam adalah.. sama-sama dingin, tapi buat Nusa nyaman." ucapnya dengan polos sambil menampilkan cengir yang sangat khas dari dalam dirinya.     

Padahal, ia tidak tau kalau perkataan tadi yang termasuk ke dalam gombalan itu membuat tubuh El tampak menegang dengan sempurna.     

'Gila, damage-nya parah' ucap El di dalam hatinya.     

Melihat El yang hanya diam, tiba-tiba Nusa menjadi cemberut. Gagal sudah dirinya yang ternyata tidak bisa —oh atau belum bisa?— mencairkan suasana bersama dengan batu es di hadapannya.     

"Ih jadi garing kan, kasi ekspresi dikit kek. Aku kan muji kamu, bukan jelek-jelekin kamu." ucap Nusa dengan sebal, kembali lagi fokus menatap lontong-nya yang terbalur oleh saus bumbu kacang.     

El mengembalikan titik kesadarannya pada realita, melihat wajah Nusa lagi yang kini sudah menunduk. Entahlah, ia sering kali mendapatkan gombalan dari para cewek yang mengejar dirinya. Namunbl gombalan Nusa yang termasuk ke kategori receh ini, sungguh malah terasa berbeda dari yang lain.     

"Udah?" tanyanya dengan nada datar. Ia sama sekali tidak ingin berekspresi berlebihan, takutnya malah membuat Nusa terlewat percaya diri sampai menyerupai Priska. Ah tidak, untuk hal yang satu itu sangat amit-amit deh!     

Menganggukkan kepala, namun Nusa tetap mempertahankan posisi kepalanya yang lebih fokus menatap makanan daripada menatap wajah El yang setiap hari dan setiap saat terlihat sangat teramat datar seperti papan penggilas cucian jaman dulu.     

"Udah."     

"Gue di depan lo, loh."     

"Aku juga di depan kamu, Bara."     

"Terus?"     

"Apanya yang terus? Terus-terus ya nanti pasti bakalan nabrak,"     

Nusa lebih tertarik dengan sate daripada kulkas berjalan, ini adalah sebuah pengakuan untuk sekarang, namun entah berlaku untuk besok-besok atau tidak.     

El dalam hati merasa terhibur dengan apa yang dikatakan oleh Nusa, namun mulutnya tidak menunjukkan senyum apapun yang terukir pada permukaan wajahnya. "Kalau lo ngomong sama gue, sini lah muka lo." ucapnya. Saking gugupnya mengatakan hal ini, ia sampai menjulurkan tangan untuk meraih segelas es teh dan langsung meminumnya dikit. Ya hanya sebagai syarat menghilangkan perasaan gugup di hati.     

"Apaan, tadi aja Bara cuma nanggepin kayak gitu. Aku ngomongnya aja butuh effort, tapi cuma diem sama muka datar yang dapat sebagai balasannya."     

"Marah?"     

"Enggak, ngapain amat."     

"Ngambek?"     

"Gak juga, Bara."     

"Nanti nangis…"     

Mendengar ledekan perkataan El, membuat Nusa langsung menolehkan kepala pada cowok tersebut dengan senyuman yang di tekuk. "Sejak kapan sih Bara bisa ngeledek? Pasti di ajarin Mario nih, jadinya nyebelin, tau!" ucapnya sambil mendengus.     

El menaikkan sebelah alisnya, merasa bingung dengan kaum lawan jenisnya yang banyak mau. "Tadi lo bilang gue datar, pas lo gue jailin malah kayak gini." ucapnya sambil memutar kedua bola mata. "Serba salah." sambungnya, bergumam.     

"Ya iya sih, tapi kan jangan begitu juga."     

"Terus gimana?"     

Nusa mengusap lengannya, pertanda kalau dirinya gugup karena kehabisan kata-kata. "Gak tau deh."     

balasnya sambil mengangkat kedua bahunya.     

Akhirnya, mereka berdua diam satu sama lain. Saling mengunci tatapan, sampai pada akhirnya El-lah yang membuka pembicaraan terlebih dulu.     

"Lo aneh." ucap El. Biasa-lah, tidak ada angin dan tidak ada hujan, pasti cowok ini selalu saja mengatakan hal singkat yang maksud dari perkataannya saja masih menerawang.     

Nusa menaikkan sebelah alisnya. Mereka berhenti makan sejenak untuk mengobrol, karena pasti tidak enak kalau makan sambil berbicara. "Aneh gimana?" tanyanya, penasaran.     

El mengangkat bahunya sejenak. "Ya lo aneh aja, gara-gara lo, gue bisa berubah." ucapnya dengan nada bicara yang biasa saja, tidak ada suara yang jutek apalagi dingin tak tersentuh. Ya.. selayaknya orang mengobrol saja.     

"Berubah gimana?" Ya namanya juga Nusa, kalau bukan, pasti tidak akan terlalu kepo seperti sekarang ini.     

El mendengus, namun juga sekaligus mengangkat sedikit senyumannya walaupun tidak akan terlihat oleh sang lawan bicara. "Gak, gak jadi. Lo lanjut makan aja," ucapnya. Ia memilih untuk fokus dengan piring yang ada di hadapannya, mungkin juga merasa terkejut dengan apa yang dikatakan beberapa detik lalu.     

Mendengus, Nusa paling tidak suka dengan seseorang yang menghadirkan sebuah topik pembicaraan, namun tiba-tiba tidak benar-benar menyelesaikannya. "Gak jelas, kalau gak mau ngomong, ya gak usah. Bikin orang penasaran aja huh, gak tanggung jawab." ucapnya mendumal.     

El terkekeh renyah, setelah itu menatap Nusa dengan sorot mata yang cukup dalam dan lumayan lama demi mengumpulkan keberanian dan menyingkirkan gengsi yang selalu berada di dalam benaknya.     

"Thanks ya Sa, lo udah buat dunia abu gue jadi berwarna."     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.