Elbara : Melts The Coldest Heart

Hari Tersial Reza Mario



Hari Tersial Reza Mario

0Part Reza dan Mario!     
0

//     

Reza dan Mario saling senggol, mereka melihat kepergian El dan Nusa yang entahlah menurut firasat mereka berdua, sangat tidak mungkin El menuruti hukuman yang diberikan jika sang guru memang bersikap seperti itu. Kecuali guru yang benar-benar memberikan hukuman dengan alasan yang jelas dan adil, baru El terima.     

"Sial enak banget mereka berdua masa bisa keluar dari penjara." ucap Reza sambil mengacak-acak rambutnya dengan perlahan. Cukup merasakan menjadi pasukan kutu buku kalau bertahan lebih lama lagi berada di kelas yang gurunya sangat membosankan.     

Tidak dapat dipungkiri, pasti guru kalian juga ada yang bermodel seperti ini, iya kan? Mengajar seperti belajar untuk diri sendiri, menjelaskan panjang lebar seperti hanya membaca mentah-mentah dari dalam buku paket.     

Mario menghembuskan napas, tubuhnya yang tegak pun menjadi bersandar pada kepala sofa. "Iya enak banget, kita malah kejebak di sini alias ngebosenin banget." balasnya.     

Entah ini yang dirasakan oleh semua murid atau bagaimana, kalau seperti ini caranya sih lebih enak di kasih tugas supaya tidak mendengarkan ocehan yang mungkin selama 2 jam pelajaran tiada henti. Nanti deh saat jam pelajaran berakhir malah di berikan tugas rumah tiada kira.     

"Nyusul yok, gue juga ohah anjir ada di sini lama-lama, bisa mendadak tua."     

"Lo pikir lo doang? Ayo lah gas, gue ada rencana nih, rencana yang bagus banget."     

"Apaan?"     

"Bilang aja mau ke toilet berdua."     

Mendengar ucapan Mario, Reza tentu saja langsung menampilkan raut wajah yang menunjukkan ekspresi menjijikan pada permukaan wajahnya tersebut. "Udah gila lo ya? Malah di sangka homo anjir nanti, geli gue juga kalau izinnya kayak gitu." balasnya sambil bergidik ngeri.     

Menaikkan sebelah alisnya, Mario merasa tidak ada yang salah dengan perkataannya barusan. "Lah gak ada salahnya anjir, cewek-cewek aja kalau ke kamar mandi berdua minta temenin, lah kalau cowok emangnya kenapa dah?" ucapnya dengan keheranan, menurutnya pribadi mah biasa saja.     

"Ya gue sih oke-oke aja kalau gerak langsung, ini kan harus pake izin-izinan segala, males gue. Di denger orang juga freak banget jadinya,"     

"Ya emangnya lo punya ide selain itu?"     

"Ada lah. Nih ya lo keluar kelas duluan, nanti gue nyusul lo deh."     

"Dih, kalau gitu caranya mah kelamaan harus nunggu beberapa menit kemudian, keburu El sama Nusa ilang dari lingkungan sekolah."     

Menatap satu sama lain, otak mereka saling berfungsi yaitu memutar otak supaya kedapatan jalan keluar dari apa yang mereka akan lakukan.     

"Ekhem!"     

Mendengar deheman tersebut, mereka berdua pun tersadar. "Astaga!" seru Mario yang terkejut dengan refleks karena melihat wajah guru paruh baya berkacamata yang tiba-tiba sudah berada tepat dihadapannya.     

"Ya ampun Pak bikin kaget aja, gimana kalau saya jantungan terus nyawanya melayang? Saya belum dapet jodoh, belum raih cita-cita loh Pak." ucap Mario dengan heboh sambil mengusap dadanya yang terasa deg-degan.     

Guru tersebut melihat ke arah buku yang terdapat di hadapan keduanya, bukannya menulis dan merangkum apa yang ia katakan, malah ternyata dua murid cowok ini malah mencoret-coret kertas yang menggambar abstrak. "Coba jawab, tadi di depan apa saja yang saja jelaskan?" tanyanya dengan nada bicara penuh penegasan.     

Mario menelan salivanya dengan susah payah, ia menyenggol lengan Reza karena kan yang kadang bisa berubah menjadi waras ya adalah sahabatnya yang satu itu.     

Reza menahan napas sebentar, setelah itu membuangnya dengan perlahan-lahan. "Bapak ngejelasinnya kepanjangan, jadi saya gak bisa ambil kesimpulan dari apa yang Bapak bahas, Pak." balasnya dengan kelewat percaya diri.     

Jawaban yang sangat amat terdengar simpel yang alias adalah jawaban para orang-orang yang suka sekali ngeles, membuat satu kelah menahan tawa gelinya karena kini yang mendapatkan masalah adalah Reza dan Mario. Mereka lebih tertarik menyaksikan dua cowok tersebut kena marah, daripada menyaksikan pembahasan pelajaran yang dibawakan dengan cara mengajar yang… sudahlah jangan di bahas lagi.     

Mendengar itu, sang guru menaikkan sebelah alisnya. "Loh kok jadi kamu yang mengomentari cara pembelajaran saya?"     

Dalam hati, Mario mengumpat kasar untuk Reza. Jawaban sahabatnya itu memang waras, namun kelewat waras sampai-sampai terlalu berbicara sangat jujur. Ia menyenggol kaki Reza dengan kakinya, bahkan sampai menginjak yang mendapatkan injakan balik ke sepatunya.     

"Ini ngapain nih kalian berdua malah main injak-injakan kaki, hah?!" tegur guru itu lagi.     

Mario menghembuskan napas, mereka sudah berhenti bertingkah yang memperlambat. "Pak, kok Bapak tiba-tiba ada dihadapan saya, ya? Emangnya kita berdua ngelakuin hal apa, ya?" Ini lagi, pertanyaan yang sudah tau jelas jawabannya malah ditanyakan kembali.     

Guru tersebut berkacak pinggang, menatap Mario dan Reza secara bergantian dengan sebelah alis yang terangkat. "Gak nyadar kalau ucapan kalian berdua itu terdengar sampai depan meja guru? Rencana mau kabur dari kelas, iya?" balasnya.     

Reza mengaduh kecil, lalu gantian dirinyalah yang menyenggol lengan Mario. Namun ia akhirnya lebih memutar otak sendiri untuk menajawab pertanyaan tersebut. "Ya kita mah gabut aja Pak, mau di hukum gitu." balasnya dengan santai.     

Biasanya Mario yang bodoh dan tidak nyambung bahkan mengesalkan, namun sekarang sepertinya raga mereka sedang bertukaran sehingga membuat Reza bersikap seperti ini.     

"Oh kalian mau di hukum? Ngikutin jejak cewek tadi sama El atau bagaimana?"     

Kini, giliran Mario saja yang menjawab daripada nanti Reza yang melantur. "Iya Pak, kan jiwa kita itu jiwa-jiwa suka di hukum." Bagusnya, ia menjawab juga dengan kalimat yang sama sekali tidak membantu.     

"Oke." jawab sang guru yang tentu saja membuat wajah Reza dan Mario cerah seketika. 'Oke'? Pasti itu adalah bagian dari kata setuju dengan apa yang dikatakan oleh mereka berdua, iya kan? "Oke, hukumannya adalah kerjain seratus soal pilihan ganda dan dikumpulkan besok. Nanti saya kirim via word, jangan lupa di print." sambungnya sambil memberikan senyuman hangat yang biasanya memiliki artian bagi para guru sebagai ucapan 'selamat mengerjalan'.     

Mendengar itu, Reza dan Mario melongo. Hukuman yang sama sekali tidak mengandung unsur membahagiakan karena tidak sesuai dengan ekspetasi yang berada di dalam pikiran mereka.     

"Yah Pak, tapi kan maksudnya kita bukan kayak gitu." komentar Reza, merasa tidak terima.     

Bagaimana ingin terima? Tau sendiri kan bagaimana soal Bahasa Indonesia? Satu soal saja sudah seperti membaca cerpen, apalagi kalau sampai 100 soal dan harus di kumpulkan esok hari?     

Mario menganggukkan kepala, merasa setuju dengan ketidakterimaan Reza. "Iya tuh betul, masa curang banget sih hukuman buat yang tadi sama sekarang beda gini." keluhnya. "Tadi kan mereka berdua pinter, malah di hukum enak keluar kelas. Kita kan bodoh Pak, malah di kasih tugas." sambungnya.     

"Nah itu yang Bapak ingin uji dari kalian berdua, sudah ya kita lanjutkan lagi pembelajarannya."     

Mungkin, ini adalah hari tersial bagi seorang Reza dan juga Mario.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.