Elbara : Melts The Coldest Heart

Cabut Hukuman Ke Kantin



Cabut Hukuman Ke Kantin

0"Diem lo."     
0

El menatap Nusa yang sepertinya gelisah karena kini mereka berada di kantin. Yang dalam artian, mereka keluar jam kelas yanh seharusnya digunakkan untuk menjalankan hukuman, namun kini malah memesan nasi goreng dengan teh hangat sebagai peneman.     

Nusa menekuk senyumannya, setelah itu saling mencengkram jari tanan kanan dengan tangan kirinya. "Ya gimana ya, Bara? Ini kita dosa gak sih malah kayak gini bukannya berdiri di tengah lapangan." balasnya dengan nada bicara pelan.     

"Ya gak dosa lah, yang dosa itu guru tadi. Mentang-mentang guru pindahan,"     

"Masa nyalahin guru? Kan biasanya di dunia pendidikan, guru gak pernah salah."     

"Lah sok tau lo."     

El hanya menggelengkan kepala saat mendengar apa yanh dikatakan oleh Nusa. Bagaimana bisa ada pemikiran kalau guru tidak pernah salah? Mereka kan juga manusia biasa yang tentu memiliki perasaan yang serupa dengan yang lainnya, dalam artian tentu saja bisa salah kalau memang salah.     

"Mending ayo deh balik ke lapangan aja." ucap Nusa dengan nada bicara yang sudah bisa menjelaskan dengan baik kalau dirinya ketakutan. Ini adalah kali pertama dirinya di hukum, dan itu bukan benar-benar murni akibat dari ulahnya. Jadi kalau malah tidak menjalankan hukuman dengan baik, takutnya ia malah akan diberikan hukuman lainnya sebagai tambahan yang lebih berat lagi.     

El menaikkan sebelah alisnya. Bukannya menuruti apa yang dikatakan oleh Nusa, ia memilih untuk menegakkan tubuhnya yang terasa pegal. "Lo laper kan?" tanyanya langsung keluar dari topik pembicaraan yang ada.     

Menganggukkan kepala, Nusa sedikit malu untuk mengakui namun juga tidak bisa gengsi serta munafik untuk ukuran seorang cewek. "Ya laper sih, tadi aku sarapan dikit doang. Biasanya kan aku sarapannya pakai karbohidrat cukup tinggi," balasnya dengan jujur.     

Mungkin saking jujur, polos, dan juga lugu-nya seorang Nusa, jadi cewek satu ini suka sekali berbicara tanpa memikirkan rasa malu yang biasanya berada pada tubuh para cewek di dunia ini dan menutup-nutupinya seperti apa yang dikatakan oleh Nusa mengenai 'Biasanya kan aku sarapannya pakai karbohidrat cukup tinggi'.     

Mendengus geli, ia sebenarnya ingin terkekeh kecil, tapi malas. "Nah ya udah." balasnya.     

"Nah ya udah apaan sih, Bara?" tanya Nusa yang malah kebingungan dengan jawaban cowok di seberangnya itu.     

El memilih untuk diam, lalu bergerak ke dekat dinding karena mereka berada di kursi paling pojok. Ia menyandarkan tubuhnya di sana, lalu kedua kakinya di angkat ke kursi sebelahnya.     

"Lo ga ada niatan ngasih tau?"     

Nusa sebal, El kebiasaan sekali kalau berbicara itu suka mengeluarkan kata-kata yang terdengar setengah-setengah seperti itu. "Ngasih tau apa sih, Bara? Nusa gak paham kalau Bara ngajak ngomong pakai ala-ala kulkas."     

"Lo mah lemot banget." ucap El sambil berdecak. Coba saja ini kawasan merokok, ia akan sudah menyesap benda kecil panjang tersebut supaya dirinya merasa lebih santai. Tapi kan sayangnya ini adalah kawasan sekolah, mana mungkin diperbolehkan untuk merokok, para orang waras juga mengetahui hal ini.     

"Ya Bara tuh kalau ngajak ngomong yang lebih jelas dong, lagian juga Nusa lagi lemas jadinya ya begini deh malah terbayang-bayang makanan."     

"Sok sok-an gak mau cabut, tapi lo bilanh laper."     

"Itu kan tadi, beda sama yang sekarang."     

El merasa kalau benerapa hari ini, dirinya menjadi ikut bawel seperti Nusa. Wah, apa jangan-jangan ini termasuk ke dalam pengaruh dari cewek tersebut, ya? Ia bersiap untuk mengulang pertanyaan pada topik awal dirinya mengajak berbicara tadi. "Kenapa lo gak ngasih tau kita semua kebenarannya sih, Sa?" tanyanya yang memperjelas apa maksud dari pertanyaannya yang sebelumnya.     

"Jangan bahas itu dulu deh, Bara. Aku.. aku gak lagi mau inget hal itu lagi."     

"Terus gimana sama lo?"     

"Kita udahin semuanya aja kali ya, Bara? Gak perlu lagi nyari siapa kira-kira dalangnya. Lagipula aku udah ikhlas, mungkin emang dia gak suka banget sama aku. Ya, jadi.. aku aja yang harus jauhin dia."     

"Lo mau begitu lagi?"     

"Enggak, tapi sih aku yakin gak akan terjadi lagi kok untuk yang kedua kalinya."     

Mendengar perkataan Nusa yang sangat lewat dari sekedar percaya diri dan mengatakannya dengan sangat yakin itu pun langsung membuat El menaikkan sebelah alisnya. "Kok lo yakin banget?" tanyanya dengan wajah datar. Walaupun kini banyak omong, wajahnya yang memang tak berekspresi itu selalu menjadi jawaban atas segalanya.     

Menganggukkan kepala, Nusa menyengir guna menghilangkan perasaan sesak yang tadi hadir secara bersamaan akibat dari pertanyaan El. "Kan kini udah ada cowok yang janjiin aku buat ngejaga dan janji kalau hal ini gak bakal ke ulang lagi, jadi sambil jaga diri sendiri, aku juga percaya sama apa yang dikatakan oleh cowok itu." balasnya yang memberikan jawaban, sangat teramat terperinci.     

El menatap Nusa tanpa berkedip sekalipun, ia tentu saja tau kalau maksud Nusa dalam konteks sebutan orang ketiga 'cowok' itu adalah dirinya. Cukup tersentuh juga sih saat mendengar kalau ternyata Nusa percaya dengan dirinya, itu adalah sebuah perkataan yang bisa membuat sedikit hatinya merasakan sesuatu hal yang belum pernah dirasakan sebelumnya.     

"Oh gitu." Pada akhirnya, karena bingung ingin menjawab apa, El pun hanya membalasnya seperti ini yang terdengar singkat dan enggan mengatakan lebih jauh lagi.     

Nusa menganggukkan kepalanya. "Kasihan kalau membongkar siapa yang buat aku kayak kemarin, bayangin aja kalau nanti bakalan di keluarin dari sekolah dan pasti namanya juga tercemar."     

Lihat, masih sebegitu pedulinya Nusa dengan musuh. Sebenarnya sih cewek satu ini tidak memiliki musuh, justru seseorang itu lah yang menjadikan Nusa musuh.     

"Lo terlalu baik."     

"Emang kenapa? Justru baik itu sangat bagus lah, jadi hidup kita gak penuh sama dendam atau rasa benci dan sebagainya." Tapi saat mengucapkan ini, tiba-tiba pikiran terdalam Nusa bertanya 'benarkah?' seperti meragukan perkataannya sendiri yang barusan diucapkan.     

El tidak habis pikir sih kenapa bisa ada orang yang seperti Nusa? Maksudnya, ayolah.. kejadian kemarin itu bukan lah hal yang pantas untuk dimaafkan begitu saja.     

"Maaf ya lama Aden sama si cantik, silahkan di nikmati nasi gorengnya." Tiba-tiba, pesanan nasi goreng mereka sudah sampai dan langsung tersedia di hadapan masing-masing. Di susul dengan teh hangat yang diletakkan di sampinh piring mereka.     

Nusa menganggukkan kepala, setelah itu memberikan senyuman ke arah Ibu kantin tersebut. "Terimakasih," ucapnya. "Nanti Nusa bayar habis selesai makan." sambungnya.     

Ibu kantin menggelengkan kepala. "Gak perlu, udah di bayar aden ganteng. Ibu permisi dulu ya, mau bersih-bersih."     

Melihat Ibu kantin yang sudah pergi dari hadapan mereka, Nusa langsung melihat ke arah El yang sudah terfokus dengan makanannya.     

"Gak usah bawel, cepet makan." Sebelum Nusa protes, lebih baik dirinya memperingati terlebih dulu mengenai hal ini.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.