Elbara : Melts The Coldest Heart

Menyembunyikan Kebenaran



Menyembunyikan Kebenaran

0Bruk     
0

Melihat Nusa yang tiba-tiba memeluk tubuh el dengan erat sambil menangis, tentu membuat Reza dan Mario yang tengah bercanda dan membicarakan berbagai mecam hal itu langsung menolehkan kepala ke cewek tersebut dengan raut wajah yang kebingungan.     

"Eh lo kenapa?" tanya Mario yang langsung mendekat ke arah Nusa begitu juga di sana adalah pijakan El yang tentu terlihat dengan jelas kalau cowok tersebut tubuhnya menegang karena tidak biasa dipeluk oleh cewek selain Alvira.     

Reza menolehkan kepala ke arah toilet cewek, tadi juga tidak apa-apa, bahkan Nusa terlihat bahagia-bahagia saja kok bersenda gurau dengan mereka. Namun begitu keluar dari toilet, malah menangis kejer. "Di dalem ada orang selain lo yang buat lo kayak gini, Sa?" tanyanya sambil menaikkan alis, sudah mengambalikan pandangan untuk menoleh ke arah Nusa yang masih setia memeluk erat tubuh sang bos.     

Untung saja suasana sepi, soalnya kan ini mah termasuk ke dalam jam pelajaran. Jadi, tidak perlu dikhawatirkan akan mengundang banyak gosip mengenai hal ini.     

Mendengar apa yang dikatakan oleh Reza, buru-buru Nusa melepaskan pelukannya dari tubuh El, bahkan dirinya pun belum sempat merasakan balasan dari cowok yang dipeluknya barusan. "Gak, gak ada. Tadi Nusa cuma inget aja, kalau gak ada kalian, pasti kejadian bisa lebih buruk daripada yang kemarin." balasnya dengan cepat sambil menarik tangan Reza yang sepertinya penasaran dengan siapa lagi yang berada satu toilet dengan seorang Nusa.     

"Eh ngapain di tarik-tarik nih gue?" tanya Reza yang kini sudah menjadi berdiri tepat di samping El.     

Nusa menggelengkan kepala, lalu menghapus jejak air matanya yang tadinya membasahi kedua pipinya secara bersamaan. Dadanya yang terlihat naik turun pun kini sudah tidak lagi, lebih tepatnya ia tengah mengatur agar deru napasnya tidak berantakan seperti seseorang yang panik karena sebenarnya kenyataan kalau kepanikan dirinya itu benar adanya.     

"Hukuman aku sama Bara udah selesai, yuk balik ke kelas." ucap Nusa sambil merapihkan poni rambutnya yang sedikit berantakan karena mengusal di dada bidang El. Ia membalikkan badan, lalu memilih untuk jalan duluan.     

Sedangkan Reza, Mario, dan tentunya El juga mulai melangkahkan kaki mengikuti kemana tujuan Nusa. Sedangkan El? Ia masih terdiam diri dan mengerjapkan kedua bola mata, belum berani menanggapi apa yang terjadi oleh cewek yang sudah jalan beberapa langkah di hadapannya.     

"El? Lo pikir kita harus cek toilet gak?" tanya Reza yang masih saja penasaran dengan apa yang terjadi barusan. Bukan sebuah kebetulan kalau Nusa mengingat hal tersebut dan tiba-tiba menangis seperti itu, iya kan?     

Mario menganggukkan kepala, setuju dengan usul Reza yang masuk akal. "Buat kali ini, gue juga ngerasa ada yang aneh si. Kita berdua ngecek, lo temenin Nusa dulu. Lo berdua jangan ke kelas, kemana kek gitu intinya asal nenangin dia dulu."     

El yang mendengar rencana kedua sahabatnya itu pun menaikkan sebelah alis, lalu menghembuskannya dengan perlahan-lahan. "Oke." Hanya itu saja yang menjadi balasan. Setelahnya, ia melangkahkan kaki untuk menyetarakan langkahnya dengan Nusa tanpa kembali menolehkan kepala pada kedua sahabatnya yang kemungkinan sudah berbalik badan untuk kembali ke toilet cewek.     

"Hei." panggil El sambil menjulurkan tangan untuk menepuk bahu Nusa agar menoleh ke arahnya.     

Dan ya, tentu saja karena di sentuh seperti itu membuat Nusa menolehkan kepala ke arah seseorang yang menepuknya. "Kenapa?" tanyanya dengan suara gamblang karena menangis membuat suaranya menjadi seperti itu.     

Tanpa banyak basa basi lagi, El langsung menjulurkan tangannya untuk membawa Nusa belok yang seharusnya mereka tetap berjalan lurus kalau memang mau kembali ke kelas.     

"Bara…." panggil Nusa dengan nada bicara yang lembut sekali berusaha tidak kesal karena ditarik menjauh dari tujuan, namun ia tidak memberontak atau berusaha untuk melepaskan diri dari cowok tersebut.     

Tidak menjawab panggilan Nusa, juga tidak merespon apapun dan tak mengeluarkan kalimat apapun dari dalam mulutnya.     

Bukan ke halaman belakang sekolah, bukan juga ke kantin, melainkan El saat ini membawa Nusa masuk ke perpustakaan dan mengatakan pada penjaga kalau mereka tengah di hukum dan harus menata buku-buku yang baru datang dan memberikan labelnya juga sesuai dengan kategori.     

Kebohongan El berjalan dengan lancar, bahkan penjaga perpustakaan pun percaya dan langsung mengatakan pada mereka untuk menjalankan hukuman tersebut dan disuruh untuk duduk di kursi dengan meja kerja panjang yang berada di bagian hampir terdalam perpustakaan.     

Dan di sinilah mereka, duduk samping-sampingan dengan El yang menatap Nusa tanpa kedip, yang dalam artian kalau dirinya serius dalam hal pembicaraan satu ini. "Lo kenapa?" tanyanya dengan kilatan mata yang penuh dengan rasa penasaran. Pelukan itu… astaga, ia rupanya menjadi kaum cowok yang sama sekali belum pernah kenal dengan semua perasaan ini.     

Nusa menatap El dengan gugup, tak dapat di pungkiri juga kalau dirinya tidak bisa menjawab jujur. Jadi, ia lebih memilih mencengkram ujung rok-nya dengan kencang. Ia menggelengkan kepala dengan perlahan, setelah itu mencoba untuk tersenyum simpul. "Gak apa-apa ih Bara, kan tadi udah aku jelasin, malah jelas banget kan walaupun singkat tapi benang merah intinya dapet." ucapnya yang menyingkirkan perasaan gugup yang bersarang di dalam hati.     

"Lo pikir gue buta?"     

"Siapa yang mikir kayak gitu ih Bara ngaco, aku daritadi gak ngomong buta atau semacamnya."     

"Perumpamaan."     

"Terus?"     

Nusa memperhatikan setiap sudut wajah El dengan seksama, merasa bingung dengan apa yang dikatakan oleh cowok tersebut.     

"Gue mau lo jujur."     

Kalau soal jujur mah Nusa memang selalu mengutamakan hal itu, namun sepertinya kejujuran akan kalah dengan rasa kasihan terhadap Priska. "Loh kan aku udah jujur sama kamu, Bara. Gak percaya juga?" ucapnya dengan sorot mata yang penuh dengan keyakinan.     

Akhirnya, mereka berdua saling menatap satu sama lain dengan sorot mata yang mengunci, setelah itu tersenyum yang diutamakan oleh Nusa. "Bara mau disini? Aku sih ogah mending ikutin pelajaran selanjutnya, lagian sih ada-ada aja malah bawa aku kesini cuma bicarain hal yang gak penting." sambungnya karena El tak kunjung merespon apa yang dikatakannya.     

El menghembuskan napas, lalu menganggukkan kepala. "Oke." Setelah itu, ia beranjak dari duduknya dan memberikan lebel buku perpustakaan kepada Nusa. "Lo kerjain, gue keluar." sambungnya, setelah itu segera berjalan ke arah pintu perpustakaan, meninggalkan Nusa yang menatap dirinya dengan sorot mata sebal karena ditinggal sendirian dan lebih parahnya lagi malah menyuruhnya untuk mengerjakan pe-label-an tumpukan buku yang seharusnya ini bukan tugas yang dirinya harus kerjakan.     

Namun, sepertinya El tengah memberikan peluang kepada dirinya untuk mengistirahatkan otak. Oke katakan kalau dirinya sok tau dan juga terlewat percaya diri, namun ini adalah yang dirasakannya.     

"Maaf karena harus menyembunyikan kebenaran yang ada, Bara."     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.