Elbara : Melts The Coldest Heart

Kekurangan El Cuma Satu



Kekurangan El Cuma Satu

0Namanya tetap Elbara, namun sifatnya berbeda dari yang sebelumnya.     
0

Bukan, bukan sifatnya yang dikarenakan berubah dari dingin menjadi cute atau semacamnya. Namun dari dingin menjadi semakin dingin dan benar-benar sama sekali tidak tersentuh.     

Kepulan asap motor pun memenuhi atmosfer di sekelilingnya, menjadikan udara sesak namun sudah biasa di hirup oleh para remaja cowok yang juga berada di sini. Sebagai peserta, penonton, bahkan yang bertanggung jawab atas jalannya acara pada malam ini.     

Belum lagi terdapat banyak cewek sexy yang umurnya sudah menginjak 20-an. Tidak ingin memiliki pikiran yang negatif, namun semua kenyataan yang tersaji pun sudah membuktikam kalau para cewek-cewek tersebut adalah cewek 'bayaran' yang maksudnya pun tidak perlu terlalu banyak di jelaskan.     

Jam masih menginjak waktu senggang untuk melepaskan persiapan sebelum turun ke jalanan, banyak yang berkumpul, entah itu terbagi menjadi beberapa genk.     

Dan ya, El berada di antara mereka. Hanya seorang diri, duduk di atas benda yang mirip pralon besar namun terbuat dari material besi.     

Bukan cowok satu ini tidak memiliki teman, justru orang-orang pada enggan mendekati dirinya. Entah ini adalah sebuah ancaman karena hadirnya seorang El di acara balapan liat setiap dua minggu sekali, dan ini adalah malam acara mereka yang berdua. Namun sudah dapat di tebak kalau El akan mengendalikan acara dengan sangat baik.     

Banyak juga cewek bayaran yang berkedip manja ke arahnya. Baju sexy tak berlengan yang merupakan crop top berwarna hitam atau perpuan dengan merah menyala dan berbagai warna lainnya yang menarik perhatian, belum lagi hotpans yang menjadi bahawannya saat ini. Mereka semua sungguh mempesona, namun tidak di mata El yang menurutnya cewek seperti itu tidak lebih dari sekedar kata sampah.     

"Lo mau minum apa? Nanti di sediain, tinggal bilang aja."     

Mendengar suara bariton tersebut, El menolehkan kepala. Ternyata itu adalah Ricardo, si cowok yang menjadi kepala acara. Perawakannta cukup tampan, namun lebih ke arah manis dengan warna kulit yang sedikit gelap dan tentu ini lah yang menjadi daya tarik tersendiri baginya.     

El menganggukkan kepalanya. "Iya, minuman soda kalengan." balasnya dengan nada dingin. "Jangan main curang walaupun cuma nawarin minum." sambungnya.     

Sudah menjadi tradisi kalau ada orang cukup asinh yang menawarkan minum saat ingin tanding, itu jangan di ladeni dan menerima minuman dengan gelas terbuka. Di dunia ini, banyak orang jahat. Belum tenti minuman itu adalah minuman yang aman untuk di konsumsi, paham dengan maksud El, kan?     

Siapapun yang mendengar perkataan seorang El, apalagi yang bermodel seperti barusan, pasti nyalinya pun langsung ciut. Ingin bermain curang? Siap-siap El akan memanipulasi mereka semua dan balapan liat ini akan bubar kalau berani main-main dengan cowok tersebut.     

Ricardo menelan saliva dengan susah payah, lalu memberikan satu acungan ibu jari untuk El. "Oke, gue tau konsekuensinya. Jadi, gue dan anak-anak di sini gak akan main curang."     

Ada berbagai bentuk cara main curang. Dari mulai jebakan sederhana, sampai senggol-senggolan di area balapan pun ada.     

Mata El tajam bagaikan elang yang mengintai. "Gue gak mau motor gue lecet karna peserta lo yang sampah." ucapnya. Memang perkataannya ini cukup panjang dibandingkan dengan dirinya yang biasa mengatakan satu dua kata saja, namun walaupun begitu, tak luput dengan nada bicaranya yang terdengar begitu datar dan tajam.     

Ricardo menganggukkan kepala lagi. "Gue yakin juga semua peserta takut sama lo. Kabar-kabarnya, ini adalah pertandingan balap yang paling murni, cuma karena ada lo. Biasanya lo tau sendiri area gue kayak gimana, tiap malem pasti ada satu yang sekiranya masuk rumah sakit."     

El bukannya cupu atau bagaimana karena masuk ke dalam arena dengan ancaman, ia tidak suka permainan curang, jadi ancaman adalah bentuk kedua untuk menegaskan.     

"Lo tau bayaran gue kalau sampai lecet."     

"Tau, sahabat lo emang dua, El. Tapi kalian bertiga bisa ngabisin orang tanpa ampun, dan orang itu pasti masuk ke UGD. Belum juga lo bertiga itu punya kuasa tinggi, kita-kita gak akan usik lo."     

"Oke, minuman gue."     

Setelah itu Ricardo enyah dari hadapan El, ia cukup tegang karena berbicara dengan cowok tersebut.     

Sedangkan El, duduknya sangat manly. Namun tatapannya bukan lagi manly, tapi benar-benar mampu membuat sosok cewek meleleh kalau memiliki pandangan yang berbeda.     

El itu punya banyak teman di luar sekolah, sudah di jelaskan kalau dirinya ini adalah orang yang terkenal di kalangan remaja di Jakarta. Tapi namanya juga orang —apalagi El yang tidak terlalu peduli dengan apa saja dan siapa saja yang ada di hidupnya—, ia cukup tertutup jika dibandingkan kedekatannya bersama Reza ataupun Mario.     

Tangannya merogoh saku jaket, lalu menemukan ponsel di sana. Tiba-tiba, ada panggilan masuk. Dan layar benda pipih tersebut di penuhi oleh panggilan masuk dari Reza.     

"Ngapa ni?"     

Bukannya menjawab, malah bertanya. Jemari El sama sekali tidak bergerak untuk menjawab panggilan tersebut, malah sibuk bergeming menatap layar ponsel.     

Setelah itu mati, dan ada tiga pesan masuk, lalu di susul lagi dengan panggilan masuk.     

"Sorry, Za."     

El kembali menaruh ponsel di saku jaketnya yang memiliki resleting sehingga nanti saat balapan, tidak mengambil resiko ponsel terjatuh. Walaupun bisa dan sangat mampu mengganti ponsel yang baru, tapi baginya, ponsel yang satu ini sudah sangat nyaman dan berharga karena di ponsel ini ada chat dengan Nusa.     

"Nih minuman lo, kita cuma stock cola."     

Ternyata Ricardo sudah kembali dengan tangan yang terjulur untuk memberikan sebuah minuman soda kaleng ke hadapan El, ia adalah ketua acara dengan penampilan —style— yang sangat diperhatikan.     

El menganggukkan kepala. "Thanks." Setelah itu, ia membuka tutup kemasan yang masih tersegel dengan sangat baik, setelah itu meneguknya karena tak dapat di pungkiri kalau tenggorokkannya terasa serak.     

"Lo gak ngajak Reza Mario kesini? Biasanya lo kemana-mana bertiga,"     

"Enggak."     

"Kenapa? Kan bisa tuh mereka juga balapan, gue gak pernah ngeliat mereka nakal. Tapi lo… lo pengalaman banget sama dunia malam, mereka hampir gak pernah ikut kalau lo dateng ke tempat kita-kita kayak sekarang."     

"Gue rusak, mereka jangan."     

"Rusak? Lo masih bersih anjir, El. Jarang nyentuh rokok, gak pernah minum, make obat terlarang aja gak pernah. Lo cowok idaman, harusnya lo sadar. Semua orang takut sama lo, hidup lo sempurna buat ukuran para cowok, terus apalagi yang kurang?"     

"Kekurangan gue ada satu,"     

Ricardo menaikkan sebelah alisnya. Ternyata orang yang terlihat sempurna, justru masih merasa kalau dirinya sendiri itu kurang, ya?     

Serasa hidup seseorang itu sempurna di penilaian mata orang lain, namun terkadang di mata sendiri pun sebenarnya masih memiliki kekurangan.     

"Gue belum punya perasaan selayaknya manusia,"     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.