Elbara : Melts The Coldest Heart

Menghampiri El ke RR



Menghampiri El ke RR

0"Ayo samperin El, buru." ucap Reza yang kini sudah menyambar kunci motor miliknya yang tergeletak di atas nakas, tepat di samping ranjang king size kepunyaan El yang keberadaanya tidak satu pijakan dengan dirinya.     
0

Mario menganggukkan kepala, ia sudah memakai jaket dengan celana jeans selutut milik El, semua yg melekat di tubuhnya kini adalah pakaian cowok si pemilik rumah karena tadi dirinya numpang mandi. "Ayo lah gila, tapi emangnya lo tau lokasi dia dimana?" tanyanya yang sama sudah menyambar kunci motor di tempat yang sama dengan Reza, ia menyatukan alisnya seolah-olah mengharapkan jawaban terbaik.     

"Udah, lo lupa kalau gmail dia nyangkut di gue?"     

"Yang dalam artian apa nih?"     

Kalau berbicara dengan sedikit-sedikit serta ada aba-abanya, sudah dapat di pastikan kalau seorang Mario tidak akan konek alias lemot dengan apa yang dikatakan dengan cara seperti itu.     

Reza mengambil napas panjang, lalu menghembuskannya dengan perlahan. Setidaknya, hanya ini yang bisa ia lakukan supaya hadir kesabaran yang dipertebal.     

"Dalam artian, ya lewat gmail dia, gue bisa lacak dimana lokasi ponselnya El lah."     

"Oh canggih juga ya anjir jaman sekarang, gue nanti kalau punya cewek juga mau saling pegang gmail masing-masing ah. Kan kalau selingkuh nanti ketauan tuh,"     

"Iya deh terserah lo, Rio. Kita harus buru-buru,"     

Melihat Reza yang sudah melangkahkan kaki keluar kamar, Mario pun mengikutinya. Mereka berdua langsung menuruni anak tangga dengan terburu-buru sampai pada pijakannya sudah mengunjak anak tangga terakhir, yang membuat mereka sudah berada di lantai dasar.     

"Izin dulu ayo sama Tante Mira," ucap Mario yang memberikan usul. Masa datang tidak di undang, begitupun pergi yang kabur begitu saja sih?     

Reza menggelengkan kepala dengan perlahan. "Ya gak usah izin dong, ini kan juga nyari anaknya. Belum lagi nanti kan kita balik kesini lagi, bukannya pamit bener-bener pamit."     

"Ya iya juga sih, lo bener." balas Mario sambil mengangguk-anggukkan kepala dengan paham.     

"Iya, lagipula kan pasti Tante Mira udah di kamar yang dalam artian istirahat karna besok mau terbang lagi ke luar kota." ucap Reza menimpali.     

Sambil mengobrol, sambil langkah besar mereka sudah membawa ke halaman rumah Adalard yang dangat besar ini. Mereka menghampiri motor masing-masing yang memang bersebelahan, lalu menaikinya dan jangan lupa memakai helm.     

"Bentar jangan jalan dulu, liat maps dulu." ucap Reza yang menegur Mario karena sudah ingin memacu gas motornya, padahal kan belum di beritahukan kemana tujuan mereka akan pergi.     

Mario cengengesan saja, ia melihat ke arah Reza dari balik kaca helm, lalu dengan perlahan membuka kacanya agar penglihatan lebih jelas lagi. "Oiya juga ya, nanti malah kesasar." balasnya.     

Akhirnya, Reza mulai membuka ponsel dan menekan lokasi dimana adanya ponsel El saat ini. Belum lagi, ponsel mereka berlogo apel tergigit yang sama. Jadi, Reza pun bisa memastikan untuk kedua kalinya dimana ponsel El berada di aplikasi mencari ponsel.     

Mario mencodongkan tubuh ke arah Reza supaya lebih jelas melihat apa yang tersaji di layar ponsel sang temannya itu.     

"Ricardo racing?" gumam Reza sambil menatap Mario dengan sorot mata yang serius.     

Mario membelalakkan kedua bola matanya. "Judi?"     

"Lo gak bisa bahasa inggris ya?"     

"Enggak, emang racing artinya apaan?"     

Reza menghembuskan napas, setelah itu menjitak puncak kepala Mario. "Sabar, sabar, tapi lo ngeselin sialan." ucapnya dengan sebal. "Racing itu balapan, yang dalam artian El sekarang lagi di anera balap."     

"Emang di maps-nya ada tulisan 'Ricardo racing'? Mereka kan itu balapan liar,"     

"Iya balapan liat, tapi tempatnya selalu sama di situ-situ juga. Dan semua orang tau kalau itu markas anak motor yang di buat Ricardo."     

"So?"     

Sok sok-an berbahasa inggris? Tidak, Mario tau arti 'so' karena itu adalah kata mendasar. Kalau kata mendasar sih dirinya paham, tapi kalau di tambah verb, malah dirinya bingung.     

"Ayo, gue tau jalannya." ucap Reza dengan mantap, tangannya kembali menaruh ponsel di saku celana, namun tatapan matanya mengunci kedua manik milik Mario dengan sangat serius karena apa yang dikatakan dirinya ini adalah sebuah keyakinan.     

Mario menganggukkan kepala. "Oke, gue buntuti lo dari belakang. By the way, lo kok tau jalannya?"     

"Ya elah, dulu sebelum sahabatan sama kalian, gue juga udah tau mereka kali. Tapi gak pernah berani masuk atau nginjekin kaki disana."     

"Kenapa emang?"     

Ibaratnya genk motor yang terkenal di Jakarta, serta tempat utama yang biasanya di jadikan perkumpulan genk motor lainnya, namanya Ricardo racing. Setiap minggunya selalu ada balapan, hanya absen ketika salah satu dari mereka mendapatkan masalah mengenai pengaduan masyarakat yang resah terhadap mereka. Setelah pura-pura ke-gertak, mereka tetap melakukan balapan tersebut yang selalu berada di satu titik tempat sepi, namun berpenduduk.     

Banyak yang takut dengan Ricardo racing. Karena terkenal dengan balapan liar yang benar-benar 'liar', bahkan kadang pun ada anak motor yang di ajak taruhan di sana lebih memilih menolak daripada berakhir dengan tubuh cedera. Kalau cedera biasa sih gak masalah, bagaimana kalau cedera besar?     

Setiap balapan, pasti selalu ada korban. Ya karena mereka tidak pernah menerapkan peraturan dengan baik saat jalannya acara, kecurangan pun sudah menjadi makanan setiap minggunya bagi para peserta bandel yang haus kemenangan.     

"Waktu itu gue gak ada niatan jadi bandel anjir, sekarang ya juga gitu. Tapi kalau ke pepet gini, boleh lah sekali-kali." balas Reza sambil terkekeh, oke tetap mengisi suasana dengan topik pembicaraan ringan dengan peneman guyonan walaupun dengan porsi kecil.     

Mario menaikkan senyum miring. "Seterkenal apaan si tuh genk motor? Ayo lah siapa takut emangnya nyamperin mereka?"     

"Tapi gue gak bisa jamin kalau pas sampai sana, pasti balapan udah berlangsung."     

"Kenapa emangnya sih? Kita gak bisa kalah cepet dari mereka? Kita kan dari sekarang juga bisa ngebut, belum lagi jalanan sepi."     

"Bukan gitu, tempatnya terpelosok banget mendekati hutan. Lo harus siap-siap mental karna sepanjang perjalanan bisa aja ada orang isengnya mereka yang mau celakain pengemudi yang lewat sana kalau terlihat mencurigakan."     

Mario meneguk salivanya, lalu menghembuskan napas. "Duh mati muda deh ini gue, ya udah gue di sini aja deh ngeteh manis sama Alvira."     

Reza sudah menurunkan kembali kaca helm-nya, lalu melirik Mario dengan sinis dari dalam sana. "Lo yang gue bikin mati, udah ayo jangan mental cupu lo buktiin lah katanya jagoan."     

Mendengar itu, tentu saja tingkat kepercayaan Mario menjadi tinggi. "Oh tentu, udah jelas lah kalau gue ini jagoan!" Menurunkan kaca helm, lalu melepas standar motor yang berpijak di tanah. "Ayo gc, kita samperin El kesana, let's go!"     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.