Elbara : Melts The Coldest Heart

Peluk Tenang dari Alvira



Peluk Tenang dari Alvira

0Di sebuah ruangan berwarna putih bersih, berbau obat-obatan yang cukup dominan, ada dua orang cowok dengan kelopak mata sedikit menghitam karena mereka begadang dan memutuskan untuk tidak menurup mata, seberat apapun rasa kantuk yang menyerang.     
0

Tatapan mereka hanya fokus ke satu objek, yaitu orang yang kini tengah terbaring di atas brankar rumah sakit.     

Kedua orang tua dari cowok tersebut batal terbang ke luar kota, dan kini sedang pulang untuk bersih-bersih tubuh terlebih dulu dan mengambilkan pakaian untuk mereka bertiga.     

Bertiga? Bukannya hanya ada Reza dan Mario? Salah, di sini juga ada Alvira dengan kelopak matanya yang sembab.     

Ponsel mereka semua dalam keadaan silent, dan lagipula tidak terlalu mementingkan ponsel walaupun mereka tau bakalan ada banyak orang yang bertanya-tanya. Ah sebenarnya sih tidak banyak, ini bukan pertama kali mereka tak masuk sekolah. Namun di yakini, ada satu sosok yang benar-benar cemas.     

"Kak… Kak Bara bangun, ada Alvira ini. Masa belum siuman juga? Nanti yang jagain Vira di sekolah siapa? Nanti yang ajak perang-perangan di rumah juga siapa?"     

Perkataan yang dilontarkan dengan nada bicara yang sendu dan tercekat itu membuat Reza maupun Mario merasakan sesak yang sempurna. Memang sih bukan kali ini El masuk ke rumah sakit, terlebih dengan alasan balap liar atau melakukan hal kurang positif lainnya —tapi sungguh kalau El melakukannya bukan dengan niat mencari rezeki haram atau semacamnya, ia hanya ingin bersenang-senang untuk menghibur diri—.     

Mario memberikan aba-aba pada Reza untuk mendekati Alvira, sedangkan dirinya ingin ke kantin atau bahkan keluar rumah sakit jika makanan di tempat ini kurang berkenan di lidah. "Lo samperin gih, gue cari sarapan buat kita bertiga sambil kabarin anak-anak terus juga kabarik ke sekolah plus Nusa." ucapnya dengan pelan, menepuk bahu cowok di sampingnya karena saat ini yang di butuhkan adalah sama-sama saling menguatkan.     

Mendengar itu, Reza yang tadinya hanya menatap Alvira dengan El secara full, kini menolehkan kepala ke arah Reza. "Serius lo? Nanti ngeganggu mood Vira atau gak ya?" tanyanya dengan lesu.     

Kalau boleh di ceritakan, tadi malam tepat saat El tengah di tangani karena mengalami sedera di tangan yang ternyata cukup serius, Alvira datang tergesa-gesa dengan air mata yang sudah membasahi permukaan wajahnya.     

Throwback     

Mario memukul dinding rumah sakit, ia dari awal kedatangan ke tempat yang bisa di sebut Ricardo ranjau dan bukan lagi Ricardo racing, sudah memiliki perasaan yang tak enak namun berusaha untuk tetap positif.     

Reza menghembuskan napas berkali-kali, kedua bola matanya tampak merah, namun dirinya lebih bisa mengatur emosi jika di bandingkan dengan Mario. "Rio, udah. Lo mau nyalahin siapa anjir di kejadian ini? Yang kita tau, Ricardo udah ngasih aba-aba gak curang. Kita gak ada yang tau juga bakalan ada peserta nakal, yang gue bisa tebak sih kalau dia itu sengaja!"     

Menggelengkan kepala dengan gerakan lesu, Mario tampak masih tidak terima. "Gimana kalau tuh orang motifnya sama kayak Priska ke Nusa? Emang ya, lama-lama orang di dunia ini makin gila yang buat kali ini gue gak ngerti dia ada dendam apa sama El." balasnya dengan lidah yang kelu.     

Memang, El jarang sekali berinteraksi dengan mereka. Maksudnya, jarang sekali melakukan canda tawa dan tidak sesering Reza dan Mario. Tapi bagaimana pun, El adalah sosok yang terbaik di antara semua orang yang pernah di temui. Dia mengambil tindakan dengan diam, namun selalu manjur dan fyuh juga cowok tersebut sering memberikan segalanya untuk mereka berdua tanpa di minta dan segenap hati yang ikhlas.     

Baru saja ingin menjawab apa yang dikatakan oleh Mario, tiba-tiha terdengar suara langkah kaki yang heboh, itu adalah suara sandal jepit yang berbenturan langsung dengan putihnya lantai rumah sakit.     

Mereka berdua melihat Alvira yang mendekat, Reza sedikit terhibur dengan kedatangan cewek itu.     

Alvira berhenti tepat di hadapan Reza, napasnya terengah-engah dan penampilannya berantakan.     

Reza tersenyum kecil, masih sempat-sempatnya memberikan ekspresi terbaik pada Alvira. "Hai, k—"     

PLAK!     

Merasakan panasnya sebuah tamparan yang cukup keras, Reza bergeming sambil memegangi pipi kirinya yang mungkin memerah. "Kenapa, Vir? Salah gue apa sampai di tampar gini?"     

Mario diam, ia bungkam. Sebelum bertaubat dan memutuskan ingin setia pada satu cewek yaitu Alvira, bukan hal baru lagi kalau para cewek juga terkadang menampar Reza. Bedanya, setiap kali di tanpar, temannya yang satu itu biasa saja. Tapi saat di tampar Alvira… lihatlah, ia dengan manly-nya meminta penjelasan.     

"Kenapa gak jagain Kak Bara? Kenapa Kak Reza gak becus jadi sahabat? Kenapa, Kak?"     

Throwback off     

Sebelumnya, saat El masuk rumah sakit, Alvira tidak pernah menyalahkan siapapun lagipula ini lukanya ringan. Namun pada kemarin malam, mereka berdua langsung memberitahu kabar ini serta cedera yang di alami El itu termasuk parah karena tangan kirinya patah. Dan di saat itu juga, mungkin rasa cemas, khawatir, kaget, bercampur menjadi satu di hati Vira.     

"Percaya sama gue, Alvira gak sengaja bilang gitu sama lo, Za. Dia lagi kalut, gue rasa sekarang dia udah baikan kok."     

"Gimana bisa lo seyakin itu, Rio? Gue takut jadi orang yang ngecewain dia, padahal gue belum jauh ambil start buat deketin dia."     

Mario menatap Reza dengan intens, lalu menyentil bahu cowok tersebut. "Ayolah Za, lo cowok tulen kan? Ya lakuin apa yang harusnya lo lakuin dong!"     

Mendengar perkataan Mario yang memang sangat meyakinkan membuat Reza menganggukkan kepala, ia tersenyum simpul. "Thanks, gue butuh waktu agak lama di sini, lo gak apa sendirian?"     

"Ya elah sial, mentang-mentang kita sering berdua, lo gak yakin kalau di lain saat gue bisa tanpa lo?"     

Mereka berdua terkekeh kecil, entah Alvira mendengar atau tidak pun mereka berdua tidak peduli karena yang terpenting adalah menjalani misi ini.     

"Ya udah, gue cari sarapan, lo cari mood lagi buat Vira. Kayaknya tugas kita setimpal kok,"     

Setelah itu, mereka ber-tos-ria tanpa suara. Lalu Reza melihat Mario yang sudah pergi dari ruangan ini, membuat dirinya langsung mengambil napas dan menghembuskannya dengan perlahan.     

Setelah mantap dengan hati dan hal yang ingin di perbuat, Reza menghampiri Alvira dengan canggung. "Hei, kamu jangan sedih. Itu yang mau gue ucapin ke lo malam kemarin, sebelum lo nampar gue." ucapnya yang kini sudah berdiri tepat sekali di samping tubuh Alvira yang duduk di kursi lipat sisi brankar El.     

Alvira menolehkan kepala ke arah Reza, tatapannya berubah menjadi sendu kembali saat melihat cowok tersebut. "Huaaa Kak Reza, maafin Vira ya, Vira salah udah begitu sama Kakak."     

Dan ya, satu pelukan sebagai bentuk penenang saat ini sudah di dapatkan oleh Reza.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.