Elbara : Melts The Coldest Heart

Siuman Sejak Kecelakaan



Siuman Sejak Kecelakaan

0Membuka kedua bola matanya dengan perlahan, langsung di sambut dengan cahaya lampu yang cukup terang. Ruangan bernuansa putih menjadi pusat pandangnya saat ini, entahlah ia sepertinya sudah tau berada dimana.     
0

Aroma obat-obatan pun tercium dengan sempurna, rasanya sangat tidak nyaman jika di bandingkan dengan suasana kamarnya yang jauh lebih baik.     

"B-bara? Akhirnya udah siuman…"     

Mendengar suara lirihan yang seperti ingin menangis, membuat El semakin memperjelas tatapannya. Ia tadinya enggan menolehkan kepala ke sumber suara, namun hatinya berkata lain dan membuat dirinya menatap sosok cewek yang masih berpakaian sekolah.     

"Bara beneran udah bangun? Bara jangan tidur lagi, Nusa takut."     

Dan benar saja, orang itu sesuai dengan perkiraan El. Dia adalah Nusa, menatap dirinya dengan wajah sembab dan terlihat permukaan wajahnya masih basah. Bahkan terlihat jelas sekali kok kalau air mata tersebut masih mengalir di permukaan wajah yang terlihat cantik namun lugu dan polos.     

Tiba-tiba, Nusa memeluk tubuhnya. Pelukan ringan yang tidak terlalu menekan tubuhnya, karena kini tubuh El —tepatnya berada di bagian tangan— tidak bisa di gerakkan. Ia menolehkan kepala, mencari tau kenapa dengan dirinya, dah ternyata… tanpa bertanya pun dia tau tangannya mengalami cedera patah tulang.     

"Bara kalau butuh apa-apa, bilang ke Nusa nanti Nusa bantu. Bara udah selalu ada di dekat Nusa, sekarang gantian Nusa yang bakalan jagain Bara kok, jadi tenang aja."     

Terdengar suara Nusa yang serak, mungkin sebenarnya perkataan itu hanya sanggup sampai ujung tenggorokkan, dan akhirnya di paksa keluar sehingga terdengar seperti itu.     

El sebenarnya sih biasa saja ya, namun ini merupakan kesempatan lain untuk mendapatkan bantuan dari Nusa. Jadi, apa-apa dirinya tidak perlu repot. Jika perlu sesuatu, panggil saja cewek itu dan pasti akan segera memenuhi keinginannya.     

"Oke." balasnya dengan anggukkan kecil. Ingin menggerakkan tangan karena butuh sekali memeluk balik tubuh mungil Nusa, namun tidak bisa. Ingin memaksakan pun hanya membuat tangannya menderita karena sakit.     

Nusa cemberut, ia menghembuskan napas dengan perlahan-lahan. Lalu menarik kembali tubuhnya yang tadinya memeluk tubuh El karena benar-benar ingin menyalurkan rasa lega dari perasannya yang sangat khawatir sejak malam tadi.     

"Lo kok dah balik?" tanya El. Walaupun nada bicaranya pelan dan melirih, namun tidak memungkiri kalau ekspresinya masih datar.     

Mungkin, kalau Nusa membayangkan menjadi El, pasti dirinya sudah menangis karena di hadapi dengan kondisi yang seperti ini. Oke, mungkin para cowok tidak menangis. Namun setidaknya sedih-lah dengan nasib yang kini menimpa, tapi tidak dengan El yang kelihatan santai-santai saja seolah-olah patah tulang bukanlah suatu hal yang besar bagi cowok tersebut.     

"Udah, aku udah pulang karena izin langsung ke kepala sekolah. Gara-gara Mario ngasih tau kabar kamu ke kepsek dan beberapa guru dan tentunya aku, satu sekolah jadi heboh nanyain segalanya tentang kamu ke aku."     

"Jawab lah."     

"Enggak, jadi nanti takutnya banyak yang modus jenguk kamu. Rumah sakit yang harusnya tenang dan damai malah kedatangan para cewek-cewek berisik, ya kan sekalian menjaga keadaan rumah sakit, jadinya gak aku balas."     

"Bilang aja kalau lo gak mau ada cewek naksir gue."     

Sebenarnya sih El tidak ingin terlalu kegeeran kayak gini, tapi sepertinya mengganggu Nusa adalah hal yang sangat menyenangkan.     

Mendengar itu, Nusa membuka mulutnya karena tidak habis pikir dengan apa yang di katakan oleh El, namun hanya beberapa detik saja. "Apaan Bara bilang? Walaupun El ganteng dan sempurna banget di mata Nusa, gak ada tuh pikiran kayak gitu, emangnya aku siapanya kamu? Gak berhak atur begituan," balasnya yang sensi.     

"Kok sensi? Lo suka sama gue?"     

El menatap Nusa dengan sorot mata yang lekat, ingin sekali tatapan matanya masuk lebih dalam ke indra penglihatan cewek tersebut. Namun nyatanya, dirinya sendiri lah yang melarang untuk masuk lebih dalam ke kehidupan Nusa. Bukannya melarang sih, lebih tepatnya memberi jarak dan tau dengan batasan yang ada.     

Nusa menelan salivanya dengan susah payah, tiba-tiba, sifatnya yang cerewet dan bawel serta sejenisnya ini lenyap seketika. Ya seperti kehilangan bagaimana caranya merangkai kata-kata dengan bagus untuk menjawab pertanyaan seseorang yang ada di hadapannya.     

"A-aku.. aku suka-lah sama Bara! Cewek sinting kayak apa yang gak suka cowok modelan kamu," sambil menjawab, sambil kedua pipi Nusa bersemu merah bak kepiting yang masih fresh.     

Jawaban Nusa di awal sih cukup mengejutkan bagi El, namun ketika mendengar kelanjutan ucapan dari cewek tersebut, membuat dirinya yakin kalau Nusa tidak suka secara harfiah terhadap dirinya. Benar kan? Jangan bilang lagi kalau El adalah makhluk yang tidak peka, karena penjelasan Nusa barusan mungkin sudah menjelaskan segalanya.     

Kalau dari Nusa pribadi. Perkataan awalnya memang terdengar konyol, mengatakan suka, karena itu adalah sebuah hal yang mengandung unsur kejujuran. Dan kalimat selanjutnya hanyalah kalimat pemanis yang digunakkan supaya keadaan tidak canggung, supaya juga dirinya tak merasa malu dengan kondisi tanya jawab ini.     

"Kalau Bara, suka gak sama Nusa?" tanya Nusa balik, ia tidak mendengar perkataan apapun lagi dari sosok yang di hadapannya.     

El mengalihkan pandangan, enggan menatap Nusa karena entahlah.. jawaban di otaknya mendorong untuk berkata sesuatu yang seperti 'ya' atau semacamnya yang serupa.     

"Gak." '… tau' El meneruskan perkataannya di dalam hati yang kalau disambung menjadi, gak tau.     

Nusa memajukan bibirnya, lalu mendengus. "Udah di tebak sih, dari awal ketemu Nusa aja tuh Bara kayak punya dendam pribadi sama Nusa." ucapnya yang langsung mengingat kejadian awal. "Malu-malu kucing, eh tau-taunya mau kasih tanggung jawab ke aku yang padahal kan kita belum terlalu deket satu sama lain." sambungnya. Ia menaruh tangan kanan di atas brankar, di jadikan sandaran untuk menopang kepalanya.     

"Terus?" tanya El yang masih menatap langit-langit ruangan inap ini. Ia merasa kalau di rumah sakit sama sekali bukan hal yang menyenangkan, padahal baru beberapa menit dirinya membuka mata namun rasa tidak nyaman berada di sini dengan cepatnya hadir.     

Nusa mengambil napas panjang, bersiap untuk bercerita, lalu menghambuskan dengan perlahan. "Terus Bara selalu jadi pahlawan buat aku, ya walaupun ngeselin sampai sekarang. Lama-lama tanggung jawab kamu gak main-main, dan sekarang aku ngerasa deket sama kamu walaupun belum terlalu masuk ke dalam hidup kamu."     

El berhenti menatap langit-langit ruangan, kepalanya sudah kembali di tolehkan ke arah Nusa dengan kedua bola mata yang mengerjap. "Apa?" tanyanya, seperti meminta pengulangan apa yang dikatakan oleh cewek yang berada di sampingnya saat ini. Padahal sangat jelas sekali kalau Nusa tengah menyatakan kalau bagi cewek itu, hubungan mereka sudah dekat, yang bahkan mungkin dirinya tidak menyadari akan hal tersebut.     

Nusa menganggukkan kepala. "Iya, kita dekat, tapi masih sedekat bumi dan matahari." ucapnya mengulang perkataan, di tambahkan dengan kekehan kecil pada akhir kata.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.