Elbara : Melts The Coldest Heart

Jujur Kepada El



Jujur Kepada El

0El melihat Nusa yang terlelap, dengan kepala yang menjadikan tangan kanannya sebagai bantal. Ya benar, cewek satu itu tertidur dengan posisi duduk, kepalanya di rebahkan miring dan bagi yang tidak kuat pasti akan merasa pegal-pegal setelah bangun tertidur.     
0

Ia tadinya juga sudah terlelap, bahkan sudah masuk ke dalam mimpi. Namun entah karena apa, tiba-tiba matanya memaksa terbuka dan menerubos keluar untuk terjaga. Dan kini, yang ia lakukan hanya menatap langit-langit bernuansa putih khas rumah sakit.     

Entah bagaimana persisnya perasaan yang kini ia miliki, namun memang sangat terasa jika ada hal yang ditinggalinya.     

Ia ingin meraih ponsel, namun lupa karena tangannya yang bebas bergerak malah di jadikan bantal oleh cewek cantik yang memang tengah dekat dengannya. "Lo cantik banget." puji El.     

Kalau Nusa sedang sadarkan diri, mana mungkin seorang El akan memuji dengan spontan seperti ini. Ya sebenarnya sih mungkin saja, namun ia terlalu malas untuk memuji Nusa dalam keadaan sadar karena pasti cewek itu malah semakin mengintrogasi dirinya.     

Tanpa di sadari, El ternyata terpukau dengan wajah polos terlelap itu. Tidak ada make-up yang menghiasi wajah, namun tetap terlihat menawan.     

Mengingat kejadian dulu waktu awal-awal yang Nusa ketiduran di kelas, untung saja dirinya segera bertindak, pasti kalau tidak sudah banyak guru men-cap anak baru satu itu dengan jelek karena tertidur di area sekolah.     

Ceklek     

Mendengar suara pintu yang terbuka membuat El langsung menaikkan sebelah alis, ia tidak mengizinkan siapapun untuk menginap selain Nusa disini menemaninya.     

Karena penasaran, El lebih memilih untuk menolehkan kepala dan ternyata di sana terdapat sosok Alvira dengan piyama yang sudah melekat di tubuhnya, bergambar Patrick Star di film SpongeBob SquarePants, yang tentu saja dominan piyama tersebut berwarna pink.     

El tentu saja terkejut, apalagi jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Dalam artian, untuk apa Alvira datang kesini semalam sekarang? Kenapa tidak besok saja? Ya karena besok juga sekalian dirinya pulang dan terbebas dari segala hal tentang rumah sakit.     

"Vira." panggilnya dengan nada terheran. Ia pun tidak mungkin mengubah posisi karen tidak ingin pergerakannta akan membuat tidur Nusa terganggu, ia membiarkan Nusa tertidur nyenyak karena sudah hampir seharian mengurusnya dengan sangat baik.     

Mendengar itu, Alvira tersenyum kecut dan menghampiri El dengan langkah kecilnya yang gontai. "Hai." ucapnya, lalu saat sudah sampai di samping brankar El, ia menatap sosok Nusa yang terlelap, terlebih lagi juga menjadikan tangan sang Kakak seperti bantal.     

Berusaha menghiraukan, Alvira menarik kursi lipat agar dirinya tidak lelah kalau mengobrol sambil berdiri saja.     

"Ngapain?" tanya El dengan raut wajah datar, nada bicaranya pun terdengar cukup dingin jika di bandingkan dengan yang biasanya.     

Alvira menggelengkan kepala, setelah itu tersenyum kecil. Ia memastikan jika bongkongnya sudah mendarat sempurna dengan nyaman, lalu barulah memusatkan pandangan ke arah El. "Mau tau kondisi Kakak, emangnya gak boleh?" tanyanya sambil mengerucutkan bibir, merasa kalau El tidak suka kalau dirinya ada di sini, atau memang hanya sugertinya karena melihat Nusa yang begitu dekat dengan El?     

"Ganggu." balas El.     

Sebenarnya El bukan kasar degan Alvira, cowok ini pun tidak ada raut wajah marah, sebal, kesal, atau lain sejenisnya. Ia hanya tidak ingin waktunya yang dipergunakan untuk memantapkan hati kepada Nusa menjadi terganggu, walaupun yang mengganggu adalah sang adik sendiri namun rasanya sama saja.     

Alvira menurunkan kedua alisnya, ia merasa kalau El berbeda. "Aku khawatir banget sama Kakak. Bukannya biarin aku tetap ada di sini buat jagain Kak Bara, tapi Kakak malah nyuruh aku pulang sama Reza."     

"Dan Mario, biar lo aman." sambung El yang merasa kalau perkataan Alvira kurang tepat, karena dimana ada Reza pasti di sana ada Mario, begitu juga dengan sebaliknya.     

Alvira menganggukkan kepala, paham dengan apa yang di perjelas oleh El. "Kak, Kakak kenapa sih? Kakak kayak lagi nyingkirin aku dari kehidupan Kakak, emangnya Vira ada salah?" tanyanya yang memulai topik pembicaraan, hatinya resah.     

"Lo kesini sama siapa?" Alih-alih menjawab, El malah bertanya Alvira sambil melirik ke arah pintu, takut di sana ada seseorang yang mengantar sang adik sampai kesini.     

Menggelengkan kepala dengan perlahan, lalu Alvira tersenyum kecil. "Gak sama siapa-siapa yang termasuk orang lain kok Kak, aku minta anterin sama sopir pribadi ayah, untungnya belum tidur." jawabnya yang jujur. Ia hanya menenteng ponsel saja, tanpa tas jinjing atau tas selempamg yang biasanya ia pakai.     

Merasa puas dengan jawaban yang diberikan oleh Alvira pun membuat El menganggukkan kepala. "Oh oke." ucapnya. Ia menolehkan kepala sesaat ke arah Nusa, lalu hatinya terasa hangat. Dirinya pun segera mengalihkan dan menatap wajah sang adik.     

Alvira pun melakukan hal yang serupa, makanya El menjadi dapat melihat bagaimana kedua mata cewek ini yang terlihat berurat dan berwarna merah dengan sangat jelas.     

"Lo nangis?" tanya El sambil menaikkam sebelah alisnya, merasa keheranan. "Di buat nangis sama Reza?" sambungnya, kembali bertanya.     

Mendengar itu pun Alvira langsung saja menggelengkan kepala. Tentu bukan Reza-lah yang berada di balik rasa sedihnya, melainkan El sendiri yang memang tercipta untuk menjadi cowok yang sama sekali tidak peka. "Enggak." Namun, jawaban ini adalah kata yang penuh dengan kebohongan.     

Mana ada mata memerah, sembab, terlihat sayu, itu bukan bagian dari efek samping akibat menangis? Bahkan para manusia awam pun paham kalau raut wajah yang seperti tertampak di permukaan wajah Alvira itu bukti kalau si cewek habis menangis.     

"Boong, gue tau ada yang mau lo omongin."     

"Iya ada, Kak."     

Pasrah, akhirnya Alvira jujur. Seumur-umur, ia sangat tidak bisa mengatakan kebohongan pada El.     

"Aku gak suka sama Kak Nusa, boleh tolong Kak Bara suruh dia pulang? Biarin aku yang di sini, nemenin Kakak." ucapnya sambil menjulurkan tangan untuk mengelus puncak kepala El dengan penuh dengan kasih sayang. Entah dirinya sadar apa tidak, namun apa yang ia katakan ini memang mungkin tidak pantas untuk di dengar.     

El menggelengkan kepala dengan perlahan, merasa tidak konek dengan apa yang dikatakan oleh Alvira. "Maksud lo gimana?" tanyanya dengan alisnya yang kini mengkerut.     

Alvira menghembuskan napasnya. Mungkin, ia memang harus mengatakan dengan jujur dengan apa yang dirinya rasakan. "Vira gak mau kalau Kak Bara deket sama Kak Nusa, aku gak ikhlas karena ada orang yang bisa gantiin posisi aku dan itu terdengar sangat menyebalkan." ucapnya. "Aku mau Kak Bara cuma buat aku, dan begitu seterusnya."     

Mengambil napas lagi, lalu menghembuskan dengan perlahan, bersiap untuk mengatakan apa saja yang berada di unek-uneknya. "Aku mau Kak Nusa gak ada di antara kita,"     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.