Elbara : Melts The Coldest Heart

Menghadapi Amarah Rehan



Menghadapi Amarah Rehan

0"Eh El, gimana kabar lo?"     
0

"Nusa mana?" langsung bertanya.     

"Kan dari kemarin siang dia ada di sini, bercanda aja lo mau bikin gue panik, kan?"     

Tidak ada yang menanggapi perkataan Rehan, menjadikan dirinya mematung di tempat. Tidak, tidak. Yang lain seperti Reza dan Mario, merka berdua kali ini terlihat raut wajahnya yang ikutan panik bercampur dengan bingung. Namun raut wajah El dan Alvira, seolah-olah mereka tau dengan apa yang terjadi.     

"Woi, gak ada yang jawab?" tegurnya dengan nada bicara yang naik satu oktaf. Dadanya berdebar tidak karuan, merasa ada sesuatu rasa sesak yang bersarang di dadanya bercampur dengan peluh yang mulai tampak.     

Reza dan Mario menggelengkan kepala secara serempak, memberitahu Rehan dengan gerakan tubuh kalau mereka tidak tau apa-apa.     

"Kan gue sama Mario balik, nginep di rumah Mario juga gak kesini lagi tadi malam." jawab Reza yang kini mengubah pandangannya menjadi ke arah El. "Noh bocah satu itu pasti tau, soalnya tadi kita dateng gak ada Nusa, gue pikir pulang." sambungnya sambil menunjuk El dengan bibir.     

Mario menganggukkan kepala, membenarkan perkataan Reza. "Iya tuh, gak ada Nusa di sini daritadi. Padahal jelas-jelas malemnya ada kok," sambungnya seolah-olah memiliki otak yang terkoneksi dengan milik Reza.     

Sedangkan sang tersangka utama, Alvira. Ia menatap cemas ke arah El, takut kalau sang kakak akan mengatakan semua ucapan jahatnya kepada Rehan dan juga kedua sahabatnya.     

Tatapan El pun sempat bertemu dengan milik Alvira, namun dirinya memutuskan untuk tidak terlalu mencolok berinteraksi batin dengan cewek satu itu. "Dia pulang malam tadi." jawabnya dengan raut wajah yang datar. Tak di pungkiri, perasaannya sangatlah terasa gelisah.     

Rehan menggelengkan kepala dengan perlahan, lalu melangkahkan kaki untuk lebih dekat ke arah El. "Lo suruh pulang adik gue malem-malem begitu?" tanyanya, ia berusaha untuk tidak emosi. Berkat kejujuran El yang mengatakan dimana sang adik, dirinya menjadi memiliki pikiran yang bercabang-cabang.     

El tidak goyah, juga tidak ketakutan dengan perkataan Rehan yang sepertinya terlihat ingin melayangkan tinjuan untuknya. "Enggak, dia yang tiba-tiba pergi. Gue mau kejar gak sanggup, masih ke sambung selang infus." balasnya. Ia tidak berani berkata banyak karena tidak mungkin menjelekkan adik sendiri di hadapan Rehan. Biarkan dia sendiri saja yang jelek di mata Nusa, jangan Alvira karena sang adik memang walau sudah keterlaluan namun bukan berarti dapat di bongkar kesalahannya sebelum dari hati Alvira sendiri yang mengatakannya.     

Demi Tuhan, Rehan ingin memberikan pukulan yang paling menyakitkan untuk El karena sudah dua kali merasa lalai dengan penjagaan cowok itu yang sama sekali tidak becus.     

"Lo bego El, lo gak pantes buat adik gue." ucap Rehan yang akhirnya berkata dengan kasar. "Dia percaya banget sama lo. Dia rela ninggalin pelajaran buat jagain lo disini, kurang istirahat karna peduli sama lo, apa lagi yang bikin lo ada niatan buat bikin kecewa Nusa? Gue gak tau apa yang terjadi ya sama kalian berdua karena mungkin privasi, tapi lo salah El kalau bikin adik gue sakit." sambungnya dengan nada bicara yang bergetar.     

Ia melayangkan tangan ke udara, namun saat kepalan tangannya ingin menyentuh rahang El, ia langsung menarik tangan agar tidak terkenal cowok itu. "Asal lo tau, Nusa gak pernah deket sama cowok seserius sama lo. Gue tau kalau dia sakit hati gara-gara lo, gue gak bakal pernah kasih kesempatan lagi."     

"Gue gak mandang kalau lo masih keluarga dari bos gue, bagi gue ya kalau salah itu gak bisa di benerin begitu aja." sambung Rehan, menatap El dengan sorot mata yang memerah.     

Setelah itu, Rehan berbalik badan pergi meninggalkan mereka semua sebelum hatinya semakin panas. Yang niatnya ingin sekalian menjenguk El dan membawa sang adik pulang, malah di suguhkan dengan kondisi yang berhasil menyulut emosi.     

"Nusa sayang, kamu dimana?" gumamnya sambil berjalan cepat menelusuri koridor rumah sakit yang juga ada beberapa orang berlalu lalang.     

Sedangkan El, ia langsung menghembuskan napas. Ia sebenarnya baik-baik saja kalau Rehan memukulinya barusan, ia rela. Kini, fisiknya tidak sakit, namun hatinya terasa berdenyut.     

"Lo serius El ngebiarin Nusa pergi gitu aja malem-malem sendirian? Kita bertiga kan tau, gue, lo, Mario, tau kalau Nusa gak bisa pakai kendaraan umum walaupun semisalnya kendaraan pesan online." Ini adalah Reza yang menegur.     

Mario pun menjadi serius, ia menatap El dengan dalam. Tidak percaya sih kalau El bertindak seperti itu, namun ingin tidak percaya pun cowok itu sendiri-lah yang mengatakannya. "Gue gak mau ngeberatin lo, El. Tapi kan kita tau dia punya trauma gara-gara kasus satu hari ke kunci di area renang. Kalau ada masalah, kenapa gak di omongin baik-baik?" Ini adalah Mario, yang ingin mengeruk segala informasi yang terjadi tadi malam.     

El berdecih, bukannya menjawab pertanyaan Reza dan Mario, ia malah menatap Alvira tanpa suara. Setelah itu, ia berjalan meninggalkan mereka. "Ayo balik." Hanya itu saja yang dirinya katakan.     

Entah perasaan Reza saja atau Mario juga merasakan, pasti di antara kedua adik kakak ini ada suatu hal yang membuat perpecahan. Karena sudah lama mereka tidak bertengkar, El pun seolah-olah menampakkan kalau tatapannya tadi pada Alvira agak tajam.     

Mario pun menaikkan sekedua bahu, merasa kalau tidak perlu ikut campur dengan apa yang terjadi. Ia pun melangkahkan kaki, mengikuti jejak El yang sudah lebih dulu melenggang dan entah tiba-tiba sudah menghilang saja.     

Sedangkan Reza? Ia menolehkan kepala, serta mengarahkan tubuhnya untuk menatap Alvira. "Lo punya utang penjelasan sama gue, iya kan?" tanyanya dengan nada bicara lembut, tidak ingin merasa cewek tersebut merasa di introgasi.     

Alvira yang daritadi hanya diam pun akhirnya berani menatap Reza dengan mengunci tatapannya di sana. "Biasa." balasnya sambil menampilkan seulas senyuman kecil di permukaan wajah, setelah itu melangkahkan kaki keluar ruang inap ini.     

"Gila ni, malah gue yang di tinggal sendirian." gumam Reza sambil menghembuskan napas. Ia menatap sekeliling terlebih dulu takut ada barang yang ketinggalan, dan ternyata matanya jeli, ia menatap ada benda berkilau di balik lampu meja atas nakas.     

Melangkahkan kaki ke sana, lalu menemukan gelang hitam dengan gandulan kecil yang berbentuk bongkahan es dengan tulisan kecil 'South Pole' di tengahnya.     

"Pasti dari Nusa buat El, se-oneng-onengnya gue, gue tau lah bahasa Indonesianya South Pole pasti Kutub Utara." Padahl mau Kutub Selatan.     

Reza mengantongi gelang itu, siapa tau nanti Nusa mencarinya, atau dirinya saja yang memberikan kepada El secara langsung, iya kan?     

Segera, ia langsung saja melesat dari ruangan ini karena terasa cukup horror jika berada sendirian.     

Dan ya, Reza sudah berlari kecil menghampiri Alvira yang beruntung masih berada di dalam jangkauannya.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.