Elbara : Melts The Coldest Heart

Kekhawatiran Elbara



Kekhawatiran Elbara

0"Masak-masak sendiri, makan-makan sendiri, nyuci baju sendiri, memang nasib jomblo."     
0

Setelah menuangkan jus jeruk ke tiga botol yang ada di hadapannta sambil sedikit bernyanyi agar mengisi suasana, Mario melangkahkan kaki untuk mendekat ke arah kulkas dan kembali menaruh jus kemasan di sana karena masih ada sisa sekitar untuk satu gelas lagi.     

Ia berbalim badan.     

"Astaga!"     

Betapa kagetnya Mario ketika di belakangnya muncul sosok El. Apalagi wajah cowok itu terlihat dingin dan datar, menjadikannya terlihat sangat horror dengan tatapan juga yang seperti kosong.     

"Gila lo, cuma diemin aja bikin jangungannya warbyazahh." ucap Mario sambil mengelus-elus dadanya dengan perlahan. Lalu berjalan begitu saja melewati El, mengambil nampan, dan kembali ke tempatnya untuk menata tiga gelas ke atas nampan yang barusan di bawanya.     

"Ada kabar dari Nusa atau Rehan?" tanya El, ia bertanya to the point tanpa basa basi. Kali ini juga tanpa rasa malu yang menyelimuti perasaan di tubuhnya, yang biasanya ia gengsi mengatakan tapi tidak dengan kali ini.     

Mario cemas, tubuhnya yang membelakangi El memudahkan dirinya untuk megeluarkan beberapa ekspresi untuk mewakili kebinguangan yang saat ini melanda hatinya. 'Gila, jiwa mau jujur ku sangat meronta-ronta' batinnya.     

Memikirkan kembali apa yang dikatakan oleh Reza, mungkin ini juga teguran untuk El supaya bisa lebih berjuang lagi daripada sebelumnya. Akhirnya, ia memutuskan untuk menggelengkan kepala.     

"Gak, gue gak dapet kabar apa-apa tuh. Lupa kalau Rehan tadi kan juga marah-marah sama gue sama Reza juga, serem banget lagi." balasnya, di tambah dengan tubuhnya yang bergidik pertanda ia memang merasakan keseraman itu.     

El menghembuskan napas, ia ingin mencari Nusa namun sebelah tangannya seperti ini. Sangat berbahaya jika berkendara, belum lagi ia menjadi tidak bisa mengantar jemput Nusa seperti biasanya. "Cari Nusa, Rio. Buat gue." ucapnya dengan nafa serius. Kalimatnya seperti memohon. "Tolong." sambungnya lagi.     

Nahkan, kalau seperti ini tuh menjadikan seorang Mario dilema. Memang hatinya lembut sekali, sampai-sampai tidak tau mana yang lebih baik di simpan terlebih dulu dan mana yang bisa langsung di beberkan.     

'Sabar Mario, jangan bocor kayak ember.' batin Mario, berusaha untuk mengontrol diri karena dirinya memang terkenal selalu keceplosan.     

"Ya udah tapi syaratnya ko harus istirahat." ucap Mario yang sebenarnya hanya asal mengiyakan apa yang dikatakan oleh El. Membuat dirinya dalam hati melafalkan kata maaf karena sudah berkali-kali berbohong.     

El berdecak, tidak setuju dengan apa yang dikatakan oleh Mario mengenai dirinya yang harus beristirahat. "Ogah." balasnya sambil menggelengkan kepala, ia kembali menjadi seorang El yang dingin.     

"Yah kalau begitu mah DL ya, derita lo." ucap Mario, lalu mulai mengangkat nampan dan mulai masuk ke dalam genggaman kedua tangannya. "Ayo buruan, Reza udah nungguin daritadi." sambungnya, lalu berjalan begitu saja melewati El.     

Sedangkan El? Mau tak mau ia menghembuskan napas, tidak dapat di sangkal kalau dirinya ini juga merasa harus beristirahat, namun perilakunya saja yang memang keras kepala.     

"Gue ikut." Akhirnya, El mulai mengekori Mario dengan perasaan yang seperti 'ah yasudahlah'.     

Mereka berdua berjalan depan belakang, tidak bersisian karena memang pada dasarnya, El-lah yang memperlambat gerakannya. Sedangkan Mario, ia dalam diam merasa tidak enak karena sudah memperlakukan El seperti ini, maksudnya berbohong kepada cowok satu itu.     

Mereka sudah sampai di depan kamar El dengan sang pemilik kamar yang membantu Mario untuk membukakan pintu karena tangan cowok tersebut keduanya tengah di gunakkan.     

Mereka berdua masuk ke kamar, degan El yang ternyata sudah tiduran di karpet berbulu dengan kedua kaki yang di angkat dan diletakkan tepat di atas kasur.     

"Enak banget lo nyantai-nyantai, Tuan-nya aja baru masuk kamar." ucap Mario sambil mendengus, mendekati Reza, lalu berjongkok untuk meletakkan nampan di lantai yang bebas tanpa beralaskan karpet supaya tidak tumpah.     

Mendengar itu, Reza langsung mengubah posisinya menjadi duduk dengan tegak. Ia menatap Mario dan El dengan bergantian. "Yang itu Tuan." Ia menunjuk El dengan senyuman yang mengembang. "Kalau yang ini the real babu." lanjutnya yang menunjuk Mario dengan raut wajah yang dibuat-buat mual.     

Mario menghampiri Reza, dan duduk bersebelahan dengan cowok satu itu.     

Plak     

"Sialan lo, di diemin makin ngelunjak, tukang kebun istana mah diem aja ya." balasnya yang puas kala mendengar ringisan Reza.     

El mendaratkan bokongnya di atas kasur, ia masih belum puas dengan jawaban Mario yang terkesan seperti ada bintik-bintik kebohongannya. "Za, lo udah tau kabarnya Nusa apa belom?" tanyanya, berharap karena Reza adalah satu-satunya yang kalau di tanya pasti akan dijawab dengan serius.     

Mendengar itu, Reza agak panik bahkan tubuhnya mematung. Untung saja posisinya berdua dengan Mario itu membelakangi El, ia melirik Mario seakan-akan meminta pertolongan. Namun nihil, sahabatnya yang satu itu pura-puta tuli.     

'Shit.' Reza mengumpat di dalam hati karena tidak memiliki celah bantuan, bisa saja ia menjadi gelagapan karena memang tidak terlalu pandai untuk berbohong.     

Reza memilih untuk membalikkan tubuhnya, setelah itu melihat El yang menatap ke arahnya dengan sorot mata yang penuh harap. Astaga, ia tidak bisa berbohong di saat-saat seperti ini.     

Ia menyenggol Mario dengan jemari kakinya agar tidak terlalu kelihatan oleh El, namun sama saja seperti batu Mario benar-benar diam. Lihat saja nanti, pasti akan ada adegan baku hantam bantal.     

"Lo udah makan belum? Nanti kita mau pesen makanan apa ya? gue lagi mau kepiting nih." ucap Reza yang malah mengalihkan topik pembicaraan.     

Membuat Mario terkikik dalam hati, mana ada sejarahnya mengalihkan pembicaraan ke arah makanan? Yang benar saja!     

El seperti ingin menghantam wajah Reza dengan sesuatu yang besar karena memang sedikit jengkel dengan cowok satu itu, menyebalkan.     

"Jangan main-main, Za." ucapnya dengan nada bicara yang dingin. Ia sudah tidak ingin lagi berbasa-basi karena yang dirinya inginkan hanya Nusa seorang, kabar cewek satu itu yang berhasil membuat dirinta khawatir.     

Reza menekuk senyuman, lalu menghembuskan mapas dengan perlahan. Sepertinya, memang ia harus berbicara dengan serius dan bersungguh-sungguh. Mengungkap segalanya, dan mengatakan maaf untuk Nusa di dalam hati.     

Hancur sudah sebutan pemegang amanah terbaik yang di berikan predikat kepada Reza.     

"Nusa gak mau lo tau, El. Sorry," tapi yang keluar dari mulutnya malah perkataan seperti ini.     

Mario ingin menyimak, maka ia memutuskan untuk memutar tubuhnya dengan perlahan. Mendengarkan dengan baik percakapan kedua sahabatnya itu.     

El yang mendengar perkataan Reza pun menaikkan sebelah alisnya. "Maksud lo?" tanyanya.     

Reza menghembuskan napasnya. "Ya maaf, lo hubungi Nusa sendiri deh. Gue cuma mau bilang, kalau keadaan dia udah baik-baik aja. Tapi mungkin sebaiknya lo jangan hubungi dia dulu, mungkin masih kepikiran masalah yang belum kalian berdua jelasin ke gue sama Mario. Emangnya lo kenapa mau tau banget kabar Nusa?"     

"Gue khawatir banget sama dia."     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.