Elbara : Melts The Coldest Heart

Bian Menggantikan El



Bian Menggantikan El

0"Tuh cowok kamu udah Kakak introgasi."     
0

Nusa yang baru saja mendaratkan bokongnya tepat di sebelah Rehan, langsung mendengar perkataan sang Kakak yang seperti itu. Ia menolehkan kepala, jangan lupakan sebelah alisnya yang terangkat. "Maksudnya Kakak?" tanyanya.     

Rehan mengangkat bahu, lalu sedikit berdecak. "Katanya dia mau tau, bisa gak gantiin posisi El? Kakak oke-oke aja kalau kamu mau, Bian mau jagain kamu di sekolah." ucapnya yang memperjelas sambil menoleh sekilas ke arah Bian yang ternyata memang sedaritadi mengunci pandangan ke Nusa.     

Nusa menolehkan kepalanya ke seseorang yang dimaksud, mulai masuk ke dalam sorot mata Bian karena kebetulan cowok tersebut juga menatapnya. Ia sama sekali tidak keberatan, lagipula juga sedang tidak ingin berdekatan dengan El. Ini mungkin juga cara terampuh baginya untuk mengubur segala perasaan. Ia tidak ingin bersaing dengan siapapun, termasuk Alvira.     

"Boleh." balasnya dengan anggukkan penuh dengan keyaninan. Lagipula dirinya ini juga masih ingin menjauhi El, mungkin kehadiran Bian adalah kunci dari segala permasalahannya.     

Rehan menatap Nusa, lalu menjulurkan tangannya untuk menyentuh pundak sang adik. "Kamu yakin?" tanyanya, khawatir juga. Ia sih boleh-boleh saja kalau ada cowok yang ingin menjaga Nusa —karena itu sangat membantu dirinya—, tapi khawatir kalau sosok yang ingin menjaga sang adik itu malah berperilaku lagi seperti El.     

Menganggukkan kepala, Nusa tanpa menoleh ke arah Rehan pun menyutujuinya. "Yakin, aku sama sekali gak pernah ragu sama pilihan yang aku buat, Kak." ucapnya sambil tersenyum. Padahal senyumannya untuk Rehan, namun arahnya malah sampai ke Bian.     

Kalau sudah begini, Rehan juga tidak bisa melarang. Lagipula, ia sudah membahas mengenai beberapa hal yang perlu Bian pegang. Kalau tidak, pasti dirinya akan mengeluarkan sifat sadisnya yang bisa membuat Bian sangat bonyok.     

"Oke, kalau gitu Kakak mau ke kamar dulu. Mau ganti baju, gerah." ucap Rehan sambil beranjak dari duduknya, setelah itu meninggalkan Nusa dan Bian yang berduaan di ruang tengah. Mereka saling bersebrangan dengan meja yang menjadi penghalang di antara satu sama lain.     

Bian terkekeh kecil, memutuskan pandangan dari Nusa karena seperti mampu menghipnotis dirinya. "Lo gak takut sama gue? Kali aja gue kan begini punya niat jahat sama lo." ucapnya dengan asal-asalan sambil menjulurkan tangan untuk mengambil gelas yang masih berisikan jus jeruk dan menenggaknya.     

"Enggak." balas Nusa sambil menggelengkan kepala, ia menyenderkan punggung di kepala sofa. Menatap langit-langit yang menjadi pondasi lantai dua rumahnya. "Kalau Bian punya niat jahat sama Nusa, ya emangnya kenapa? Kan niat aku baik, dan yang aku tau juga kamu niat baik ke aku." sambungnya.     

Mendengar itu, Bian mendengar jelas perkataan penuh dengan ketulusan yang dilontarkan oleh Nusa. Dalam diam, ia menampilkan senyuman yang manis di permukaan wajah. Menaruh kembali gelas yang berada di tangan ke posisi semula. "Lo baik banget, gue sih gak nyangka Priska bisa sejahat itu sama lo."     

"M-maksudnya kamu?" tanya Nusa dengan gagap, menolehkan kepala ke arah cowok yang menjadi lawan bicaranya.     

Bian menegakkan tubuhnya, menatap Nusa. "Gue tau kasus lo yang kekunci di area renang, semua itu gara-gara Priska, iya kan?" tanyanya yang mulai masuk ke dalam manik mata cewek yang berada di seberangnya dengan tatapan serius.     

Nusa bungkam, bagaimana Bian tau mengenai hal ini? "Kok kamu tau? Bukannya aku tutup mulut? Juga kan gak ada yang buka suara buat masalah ini, sesuai kemauan aku."     

"Lo pikir satu sekolah itu oon? Semua juga tau, penindas paling parah itu Priska and the genk, gak ada lagi di sekolah kita yang berani sekejam itu. Satu sekolah juga tau kalau Priska yang ngelakuin, tapi karena semua bukti ilang gitu aja, jadi kita lebih milih buat lupain masalahnya."     

"Aku gak tau sih kalau mereka pada tau, tapi syukurlah." balas Nusa sambil menghembuskan napas dengan perlahan. "Kali ini tapinya urusan dua orang yang rampok aku tadi malem—"     

"Gak, gue tau banget itu bukan kelakuan mereka, Sa. Mana mungkin mereka seniat itu mau celakin lo cuma buat seorang El yang gak ada apa-apanya." potong Bian langsung karena sudah dapat menerka apa yang akan dikatakan oleh cewek itu selanjutnya.     

Nusa menautkan jemarinya satu sama lain, merasa gugup dengan kejadian malam tadi. "Tapi Bian serius mau jagain aku?" tanyanya, menghindari topik yang membawa-bawa tentang kejadian apapun yang kembali menjadikan dirinya mengingat segala trauma tersebut lagi.     

"Serius lah, tapi gue nanti takutnya El udah posisiin lo kayak Queen-nya dia. Kayak apa yang beredar di sekolah, lo udah jadian sama dia." balas Bian. Ia juga sekalian mengeluarkan pernyataan karena ingin mendengar respon si lawan bicara.     

Menggelengkan kepala dengan lesu, Nusa menghembuskan napas. "Gak ada yang jadian, Bara sama aku itu masih kayak ombak, terombang-ambing gitu aja satu sama lain tanpa kejelasan." balasnya. Namun di bagian otak lainnya, ia mengingat segala keromantisan yang dilakukan oleh El untuknya. Pasti, bisa menjadi kenangan termanis yang terasa menyakitkan.     

"Oh begitu? Pantesan aja sekolah circle-nya gak jelas, orang informasinya aja hoax semua."     

"Iya emang gitu nyatanya, kan aku sama Bara cuma sekedar deket aja. Urusan dia suka ga suka, emangnya kenapa? Lagipula aku gak mau jadi penghalang Alvira sama Bara, kok."     

"Lo bukan penghalang, Alvira emang kayak gitu."     

Mendengar ucapan Bian apalagi nada bicaranya yang terdengar dan seolah-olah tercekat di ujung tenggorokkannya, menjadikan Nua kepo dan malah yang sebelumnya ingin tau mengenai El, namun kini tiba-tiba ingin tau tentang sosok yang ada dihadapannya. "Ceritain kisah kalian dong, Nusa mau tau." ucapnya. Lalu beranjak dari duduk, lalu menghampiri Bian dan mendaratkan bokongnya tepat di samping cowok tersebut.     

"Rahasia, kepo." balas Bian sambil sedikit mendorong wajah Nusa yang semakin maju-maju ke arahnya.     

Baru saja ingin protes dengan apa yang dikatakan oleh Bian, terasa ada getaran di ponselnya yang memang di taruh pada saku celana. "Eh bentar ada telepon nih." ucapnya yang agak menjauhkan tubuhnya dari cowok tersebut.     

Bian melirik, tentu saja ia ingin mengetahuinya. Dan benar saja, itu adalah panggilan dari El.     

"Lah kok malah gak lo jawab sih?" tanya Bian begitu melihat Nusa yang menaruh ponselnya di atas meja, memilih untuk menghiraukan benda pipih tersebut yang masih bergetar-getar.     

Nusa menggelengkan kepalanya, sudah dirinya katakan, kalau ia tidak menginginkan untuk berbicara dengan El. "Gak apa, lagi enak ngobrolnya. Ayo, Nusa siap kok dengerin apa yang bakalan Bian ceritain." ucapnya dengan penuh keantusiasan.     

Untuk yang pertama kali selama pindah ke SMA Adalard, ia memiliki teman selain El, Reza, dan Mario yang mungkin akan merasa kehilangan sosoknya setelah kenal dengan Bian.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.