Elbara : Melts The Coldest Heart

Kecupan dan Perjanjian



Kecupan dan Perjanjian

0Keesokan paginya…     
0

El baru saja sampai di depan gerbang rumah Nusa, namun dirinya melihat sebuah motor besar yang terparkir di sana. Tanpa banyak basa basi, ia langsung saja masuk ke halaman rumah yang pintu gerbangnya di buka lebar.     

Dalam hati, ingin mengetahui siapa si pemilik motor. Eits, jangan salah. Kali ini tentu saja dirinya tidak mengendarai motor, melainkan mobil. Dirinya nekat ingin mengendarakan sendiri tanpa bantuan supir pribadi atau Reza dan juga Mario.     

Sudah berhasil parkir, ia langsung saja melepaskan seat belt dan keluar dari mobil. Meneliti motor yang terparkir di sampingnya dengan teliti. Motor berwarna hitam di padukan dengan biru, dan helm-nya yang berwarna serupa. "Punya siapa?" gumamnya sambil menaikkan sebelah alisnya.     

Berusaha untuk tidak menghiraukan karena pikirannya terarah mungkin motor baru Rehan, atau motor lama Rehan yang body-nya baru saja di modifikasi menjadi lebih keren lagi.     

Dengan perlahan, melangkahkan kakinya yang beralaskan sepatu berlogo singa gunung atau biasa di sebut puma. Belum sempat menginjakkan kaki untuk masuk lebih dalam ke rumah Nusa, namun sudah keluarlah kedua sosok yang membuat tubuhnya memaku dengan sempurna.     

Ia dapat melihat sang musuh abadi yang kini berada di hadapannya, membuat mereka saling bertatap-tatapan dengan dirinya yang memiliki sorot mata lebih tajam. "Ngapain lo di rumah cewek gue?" tanyanya, sensitif dengan seseorang yang kini akan menjadi benar-benar 'lawan' dalam pembicaraannya.     

Bian menaikkan sebelah alisnya, setelah itu tertawa karena mendengar ucapan El yang menurutnya sangat lucu. "Cewek lo? Kapan official-nya ya bos? Ngaku-ngaku aja, dih." ucapnya sambil mendorong bahu El, tenang saja hanya gerakan pelan kok.     

Mendapatkan perlakuan seperti itu, mungkin sorot mata El akan mengalahkan tatapan tajam seekor elang jantan. "Minggir lo, ngapain di rumah Nusa?" ucapnya yang menyingkirkan Bian dari samping Nusa dengan tangan kanannya yang sehat, untuk menggantikan posisi cowok tersebut sebelumnya.     

Bian hanya mengangkat kedua bahunya dengan acuh, lalu memilih untuk berjalan lebih dulu ke arah motor besar miliknya, dan mulai menaiki serta memasang helm ke kepala.     

Nusa bungkam, bahkan dominan menghindari tatapan dari El. Ia menatap sosok di sampingnya, parfum El memang tidak pernah bisa dilupakan oleh indra penciumannya.     

Melihat Nusa yang ingin pergi gitu saja dari hadapannya, menjadikan El buru-buru menahan pergelangan tangan cewek tersebut. Ia menahan kepergian Nusa, yang bahkan dirinya belum mengatakan apa-apa. "Kita kayaknya perlu bicara, biar gak ada salah paham." ucapnya dengan nada yang terdengar memohon, lagi-lagi karena Nusa, ia bisa mencairkan bongkahan es di beberapa situasi.     

Nusa mau tidak mau menolehkan kepala ke sumber suara, dan tatapannya bertemu dengan sorot mata sedikit teduh yang diperlihatkan El hanya untuknya, seperti biasa. "Bukannya obrolan kita udah selesai ya, El? Aku rasa juga udah cukup jelas apa yang di bilang sama Alvira," ucapnya yang sedikit tidak rela mengganti panggilan dari 'Bara' menjadi 'El'. Seolah-olah sudah tidak ada panggilan spesial untuk cowok yang menahan pergelangan tangannya.     

El pun terkejut karena Nusa memanggilnya dengan nama sungguhan, seperti para teman dan orang-orang lainnya. Jujur, awalnya ia tidak suka saat Nusa dengan sok akrab memanggilnya dengan panggilan 'Bara' seperti Alvira. Namun lama kelamaan dirinya nyaman, dan ya merasa kalau Nusa sama sekali tidak masalah memanggilnya dengan panggilan Bara.     

"Itu kan obrolan gue sama Vira, bukan sama lo." ucap El yang menggelengkan kepala, ia menahan tangan Nusa yang pemiliknya itu tengah berusaha untuk melepaskan diri. "Lo gak tau gimana perasaan gue sama lo, Sa." ucapnya dengan kedua alis yang tampak menurun.     

Mendengar itu, sebagai tipe cewek yang kepo tingkat dewa, sebenarnya Nusa ingin sekali mendengar apa saja perkataan yang menjadi pembelaan El. Namun hati kecilnya berkata untul menepi dari cowok tersebut lebih dulu. "El, maafin aku. Ada Bian yang nunggu," ucapnya sambil menunjuk Bian dengan dagunya, seolah-olah mengingati El kalau ada orang lain di antara mereka.     

"Tapi, lo yang bilang sendiri kalau gue harus anter jemput lo, Sa." ucap El dengan suara gamblang.     

Ini adalah penggambaran tentang cowok dingin yang terlalu lama sadar dengan perasaannya. Ketika ada cowok lain yang menggantikan posisinya, menjadikan dia barulah sadar akan kehilangan seseorang.     

"Aku mohon pengertiannya, El. Kamu bisa berangkat sendiri, anggep aja aku gak pernah ngomong itu sama kamu." ucap Nusa dengan nada bicara yang tercekat di ujung tenggorokan. Menjadikan dirinya yang sok-sokan merelakan, padahal perasaanya sangat gelisah.     

Mendengar itu, cekalan tangan El pada pergelangan tangan Nusa mengendur. Ia tidak menyangka kalau cewek tersebut akan mengatakan hal ini pada dirinya. Lidahnya kelu, ini adalah kali pertama seorang El di tolak oleh cewek. Yang dimana semua orang tau kalau banyak sekali cewek yang jatuh cinta mati-matian dengan dirinya.     

"Sa, lo bercanda?" tanya El, kembali memastikan apa yang dikatakan Nusa bukanlah mimpi atau hanya sekedar angan-angan saja.     

Nusa menggelengkan kepala dengan perlahan, menampilkan senyuman simpul yang terlihat jelas di permukaan wajahnya. Kedua bola matanya bahkan menampilkan kristal bening, pertanda kalau dirinya benar-benar sedih, padahal ini kan keputusannya sendiri. "Engga bercanda juga kok aku, El. Kasian tuh Bian udah nunggu aku, dia mau ajak aku sarapan sekalian di pinggir jalan cari tukang bubur." ucapnya sambil melepaskan genggaman tangan El yang sebenarnya sangat menghangatkan dan pas di genggamannya.     

Mendengus kecil, kalau saat ini keadaan El sehat-sehat saja, ia pasti akan menghajar Bian saat ini juga. Sudah menyakiti adiknya, sekarang malah mendekati cewek yang menjadi incarannya.     

"Gue pergi kalau lo pilih Bian," ucap El. Raut wajahnya kembali menjadi dingin, seperti biasanya.     

Nusa menggigit bibir bagian dalam, tidak tau ingin membalas ucapan Bian dengan jawaban seperti apa. Lalu, ia memutuskan untuk mendekati El dan memberikan kecupan di pipi kanan cowok itu. "Nusa butuh waktu ya, El. Nusa sayang sama El, tapi biarin Nusa menepi dulu buat sementara dan pasti akan kembali." gumamnya agar Bian tidak mendengar percakapan mereka berdua.     

Walaupun sebal karena ternyata seperti ini rasanya tergantikan, namun berkat kecupak kecil Nusa menjadikan perasaan El lebih tenang. Ia menganggukkan kepala, mengerti dengan apa yang dikatakan cewek itu. Yang dimana kalau Nusa sudah berkata, pasti gadis polos itu selalu mengatakan penuh kejujuran.     

"Oke, gue tunggu ucapan lo yang termasuk janji."     

"Iya, El. Nusa janji,"     

Setelah itu, El memilih untuk melangkahkan kaki untuk mendekati mobil yang otomatis berpas-pasan dengan Bian.     

"Kalah bilang bos." ucap Bian kepadanya dengan volume kecil.     

Mengejek, huh? El hanya dam saja, namun senyuman miring tercetak jelas di permukaan wajahnya. Ia membiarkan Nusa menepi, dan menunggu seolah-olah tidak terjadi apapun diantara mereka.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.