Elbara : Melts The Coldest Heart

El Lepas Tangan dari Alvira



El Lepas Tangan dari Alvira

0Pagi tadi sudah di hebohkan berita mengenai Nusa dan Bian, beralih dengan pernyataan El yang berpacaran dengan Nusa, lalu sekarang sedang heboh mengenai kedekatan Priska dan Alvira.     
0

Semua orang menjadi tidak ingin ketinggalan berita walaupun hanya lima menit saja tidak update, mereka semua malah semakin menguatkan penyataan satu sama lain yang menghasilkan beratus-ratus pendapat jika di satukan.     

Dan kini, El sudah menarik Alvira menjauh dari para murid yang kepo tingkat dewa. Membawa sang adik ke halaman belakang sekolah, hanya mereka berdua tanpa adanya pengganggu. Kalau ada yang menguping, pasti orang itu akan habis oleh dirinya jika yang melakukan adalah cowok, kalau cewek ya pasti dirinya tidak akan bertindak kasar.     

"Apaan sih Kak Bara bawa-bawa aku ke belakang sekolah? Udah tau serem banget, malah keliatan horror pula." ucap Alvira yang sudah duduk di bangku kayu, beruntung bangku panjang ini bersih, yang sepertinya juga suka diduduki oleh murid lain.     

El menghembuskan napas, ia mendaratkan bokong tepat di samping sang adik. Menatap wajah Alvira yang masih kesal dengannya, ia paham, namun inilah pilihanya sekarang. "Liat gue." ucapnya karena cewek di sampingnya ini enggan melihat ke arahnya, baginya sangat tidak sopan.     

Alvira tidak bergerak sedikitpun, hanya menghembuskan napas dengan perlahan, mungkin juga tengah mengatur emosi yang sebelumnya tidak pernah melampaui batas untuk El.     

Entah apa yang telah di pikirkan Alvira, namun yang jelas saja sang adik mampu membuat El kesal setengah mati. Untuk apa berteman dengan Priska sedangkan masih banyak murid cewek di sekolah ini yang baik? Kenapa Priska si iblis yang bisa saja mencuci otak adiknya? Ia benar-benar tidak habis pikir dengan jalan pikiran sang adik.     

"Jawab, Ra. Gue nanya," tegurnya lagi. Bahkan nada bicara El sudah terdengar serius, seperti enggan untuk berbicara panjang. Raut wajahnya menegang, menampilkan beberapa urat yang semakin membuat wajahnya terlihat tampan.     

Alvira menghembuskan napas lagi, baru-lah berkeinginan untuk menyerongkan tubuh sekaligus menatap El. "Kenapa? Kakak mau marahin aku karena apa lagi? Emangnya pembicaraan yang kemarin gak cukup ya, Ka? Aku udah bebasin Kakak mau jatuh cinta sama Kak Nusa, sekarang ya gantian aku-lah yang suka-suka dalam berteman." balasnya yang langsung menjawab dengan kalimat yang sedaritadi bersarang di hati, dadanya pun terlihat naik turun.     

Mendengar jawaban Alvira membuat El menggelengkan kepala. Susah kalau berbicara dengan seseorang yang pikirannya masih kekanak-kanakkan, hanya membuahkan berbedaan pendapat dan memperpanjang masalah yang seharusnya sudah cukup untuk diselesaikan. "Lo kayak anak kecil ya, Ra." ucapnya dengan nada bicara yang tersirat kalau dirinya kecewa.     

Alvira juga tidak ingin seperti ini. Tapi baginya, selagi ia memberikan kebebasan pada El, bukan berarti dirinya juga harus diberikan kebebasan? "Iya aku kayak anak-anak, Kak Bara yang jadiin Vira kayak anak-anak loh Kak. Aku gak boleh begini, gak boleh begitu, semua dihidup aku juga terbatas dan selalu sesuai sama apa yang Kakak bilang. Karena semua yang Kakak protektif-in ke aku, aku jadi gak bisa hidup nentuim segala keputusan sendiri." balasnya. Walaupun ia mengatakan dengan perasaan yang tenang, namun tak ayal hatinya tergores.     

Mungkin Alvira belum mengerti kenapa El sampai over protektif kepada cewek satu itu, yang berada di sampingnya saat ini. Mungkin juga menjadikan patokan kalau Alvira di kekang, padahal tidak.     

"Ini buat kebaikan lo, Ra."     

"Kebaikan apa, Kak? Emangnya enak ya pas ada cowok yang mau deketin aku, itu harus lewat seleksi Kakak, emangnya enak? Aku mah diem Kak, jalanin kehidupan, sampai cowok-cowok takut deketin aku karena takut gak bisa satu kriteria sama apa yang Kak Bara mau."     

"Ra, lo salah paham—"     

"Gak, aku gak salah paham. Udah jelas banget kalau Kakak itu gak mau kehilangan aku, tapi aku yang kehilangan dunia aku."     

El tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Alvira. Hei, memangnya kalian bisa berada di posisi El dan dapat merasakannya? Tentu saja tidak bisa. Yang dimana Alvira ceroboh dan selalu keras kepala, juga segala sesuatu harus dituruti dengan benar, DAN YANG TERPENTING memiliki trauma di dalam kisah percintaan. Memangnya Kakak mana yang tidak over protektif jika memiliki adik yang seperti layaknya Alvira? Hanya ini yang bisa El lakukan, hanya ini.     

"Gue sayang lo, Ra." ucap El dengan gelengan kepala, tidak mempercayai apa yang menjadi jalan pikiran Alvira. Hatinya bahkan dalam diam ikut merasakan nyeri yang melanda.     

Alvira menatap El dengan kedua bola mata berkaca-kaca, mencari kebohongan tentang pernyataan sayang di balik bola mata cowok yang ada di sampingnya, namun nihil. "Aku udah dewasa, Kak. Aku berhak nentuim semuanya sendirian," balasnya.     

El menganggukkan kepala. "Oke, oke. Tapi lo salah milih Priska jadi temen lo." ucapnya menekankan kalimat agar lebih bisa dipahami.     

"Apaan yang salah? Cuma gara-gara Kakak gak suka sama dia, bukan berarti aku juga gak suka sama dia, Kak." jawab Alvira, pandangannya sudah berkabut, persiapan air mata yang akan tumpah membanjiri permukaan wajah.     

"Mulai lagi deh." El berkomentar sambil memutar kedua bola matanya.     

"Dengein aku!" seru Alvira.     

Untung saja mereka hanya berdua di sini, jadi Alvira tidak perlu malu untuk mengungkapkan segala perasaan yang ada di hatinya. El memilih untuk diam dan menuruti perkataan sang adik untuk bungkam, lalu mempersilakan cewek di sampingnya untuk berbicara lebih dulu.     

"Aku mau berteman sama si A kek, sama si B, sama si C, Kakak udah gak ada hubungannya lagi. Aku udah kasih kebebasan Kakak sama Kak Nusa, masa gak ada imbalan buat aku yang nyoba lepasin rasa egois aku ke Kakak?"     

"Lo gak tulus izinin gue sama Nusa?" nada bicara El meninggi, ia tidak tau kalau sampai detik ini, Alvira masih menjadi sosok yang egois, masih sama seperti dulu.     

Alvira mendengus, tadinya tidak ingin keceplosan, namun mulutnya terasa tidak bisa di rem, jadi ya sudah terbongkar. "Iya, aku masih gak rela. Lagian apaan juga yang harus di banggain dari Kak Nusa? Gak ada, dia kalah derajat sama kita, Kak."     

Oke, El mulai tidak suka kemana arah Alvira akan berbicara dan membahas apa yang menurut cewek itu benar.     

"Dia itu gak se-level, lagian juga nanti Kak Nusa jadi bahan bully-an kok." sambung Alvira. "Dia aja kalau dari segi penampilan, apalagi segi materi."     

Cukup, El tidak ingin mendengar kelanjutannya. Ia beranjak dari duduk, lalu menundukkan kepala. "Lo bukan adik gue, Ra. Mulut lo gak lebih dari sampah, kecewa gue sama lo. Mati-matian gue bela lo, jagain lo, begini balesan lo cuma gara-gara gak suka sama cewek yang lagi deket sama gue? Oke kalau gitu, lo ada masalah nantinya, gue lepas tangan dari lo."     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.