Elbara : Melts The Coldest Heart

Mendapatkan Nasehat



Mendapatkan Nasehat

0"Dia itu gak se-level, lagian juga nanti Kak Nusa jadi bahan bully-an kok." sambung Alvira. "Dia aja kalau dari segi penampilan, apalagi segi materi."     
0

"Lo bukan adik gue, Ra. Mulut lo gak lebih dari sampah, kecewa gue sama lo. Mati-matian gue bela lo, jagain lo, begini balesan lo cuma gara-gara gak suka sama cewek yang lagi deket sama gue? Oke kalau gitu, lo ada masalah nantinya, gue lepas tangan dari lo."     

Mendengar itu, tubuh Alvira membeku bersamaan dengan El yang melangkahkan kaki semakim jauh dari tempatnya duduk saat ini.     

Terlihat Reza dan Mario yang keluar dari balik tembok yang sudah gempur, semennya sudah gompal dengan lumut yang tumbuh. Wajar saja kalau mereka juga ada di sini dan 100% mendengarkan pembicaraannya dengan El, jadi bukan hal yang mengejutkan.     

Air mata Alvira turun dengan deras, melihat punggung El yang semakin menjauh dan menghilang di balik dinding.     

Ia menundukkan kepala, sampai-sampai seluruh air mata menitik pada rok-nya. Sesegukkan kecil mulai terdengar, ia menangis di dalam kesunyian yang semakin membuatnya terasa sendiri.     

Kini, hancur sudah El-Vira yang terlihat seperti adik kakak goals. Tidak ada lagi perlakuan mereka yang romantis juga saling menyayangi satu sama lain, ya, tidak ada lagi.     

Menyesali perbuatannya? Tidak. Alvira berbicara apa yang memang seharusnya ia ungkapkan, yang dimana malah membuat dirinya terlihat lebih buruk karena sudah menghancurkan hubungan dengan seorang cowok yang selalu dirinya sayangi dan menjadi peran penting di hidupnya.     

Hambusan angin sebagai peneman. Bagi seseorang yang penakut, mungkin berada sendirian sambil menangis di halaman belakang sekolah yang sepi adalah pilihan yang buruk. Namun bagi Alvira? Kesunyian ini ternyata dapat membuat kondisinya tidak dapat dilihat oleh siapapun.     

"Harusnya lo bisa filter ucapan lo, Ra."     

Mendengar suara bariton yang menyapa masuk ke indra pendengaran Alvira dengan sangat jelas, menjadikan dirinya menolehkan kepala.     

Melihat sosok Reza, hatinya semakin berdenyut. Setelah itu, mulai beranjak dari duduknya, lalu memeluk tubuh atletis cowok tersebut dengan sangat erat. Ia tidak menjawab perkataan Reza, ia sedang tidak ingin di masehati.     

Sedangkan Reza? Ia menarik napas dan menghembuskannya dengan perlahan. Ia juga tidak habis pikir dengan apa yang dikatakan oleh Alvira ke El beberapa menit yang lalu, namun ia juga tidak ingin membiarkan cewek satu ini menangis sendirian ditempat yang sepi dan kosong seperti tidak ada kehidupan.     

"Peluk sepuas lo, se-tenang lo." ucap Reza, tangan kirinya membalas pelukan Alvira, dan tangan satunya lagi terjulur untuk mengusap puncak kepala cewek yang memeluknya dengan sangat erat ini.     

Hanya terdengar isak tangis Alvira, terdengar memilukan. Cewek ini lahir dan menjalani hidupnya serba ada tanpa celah kekurangan, yang dimana malah menimbulkan perasaan kelewat berkecukupan dan berakhir manja tanpa di sadari.     

"Lo mau gue nasehatin apa gimana?" tanyanya, ia tidak ingin menghakimi Alvira walaupun dirinya tau kalau cewek ini salah dengan menilai Nusa se-buruk itu yang terdengar tidak pantas membedakan derajat orang lain yang jatuhnya malah terdengar mencela.     

Alvira menggelengkan kepala, ia masih sibuk menangis dengan dada yang naik turun bahkan terasa sesak yang memenuhi rongga dadanya. "Enggak, jangan, nanti dulu." balasnya sambil lebih mengubur wajah di dada Reza, saat ini, cowok tersebut adalah tempat ternyaman bagi dirinya untuk bersandar.     

Reza paham, setelah itu membawa Alvira agar kembali duduk di bangku kayu dengan dirinya yang juga berada di samping cewek tersebut. Ia mengelus-elus puncak kepala Vira dengan sangat lembut, terpancar gerakan sayang dari tindakannya saat ini.     

Sekitar 10 menit Alvira berada di dada Reza sampai membahasi baju cowok tersebut. Akhirnya, kini ia menjauhkan wajahnya dari dada bidang Reza dan menatap cowok tersebut dengan wajahnya yang terlihat menyedihkan.     

"Mau marah juga kayak Kak Bara?" tanya Alvira dengan nada bicara yang terdengar tercekat di ujung tenggorokkannya.     

Reza yang mendengar itu pun menggelengkan kepala dengan perlahan, mungkin tangannya sudah lepas dan tak lagi menyentuh tubuh Alvira untuk menenangkan, namun tak ayal kalau dirinya masih menunjukkan sorot mata yang penuh dengan kehangatan.     

"Enggak, gue mah gak mau marahin orang bebel kayak lo, Ra." balas Reza sambil terkekeh kecil, ia tidak ingin membuat Alvira semakin bersedih hati.     

Alvira menghembuskan napas, entah sudah yang keberapa kali, namun terasa sangat berat saat-saat sejak tadi berdebat dengan El. "Terusnya Kak Reza ngapain ada di sini kalau bukan buat marah-marah?" tanyanya dengan suara gamblang.     

Mendengar itu, sontak Reza tertawa. "Hah? Emangnya gue kalau mau nenangin lo itu, niat terselubungnya pasti mau marah-marah, ya? Kan enggak." balasnya.     

Alvira diam saja, kini malah menundukkan kepala. Ia memang sudah tidak menangis, namun sesenggukkan masih terdengar dengan jelas. Ia merasa kalau apa yang tadi dikatakannya itu bukan sebuah kesalahan, justru jujur kan adalah hal yang baik dan juga tidak tercela.     

"Lain kali lo jangan ngomong kayak tadi."     

"Tuh kan, Kak Reza berarti tuh niatnya mau marahin aku, iya kan?"     

"Ra, tolong bedain mana nasehat mana marah."     

Kali ini, wajah Reza terlihat berubah menjadi serius. Tanpa ada mimik wajah guyonan, pandangannya pun lurus tegas. "Lo ngomong kayak tadi itu, gue tau itu pemikiran lo. Tapi, coba di filter lagi bahasa lo. Gak seharusnya lo pandang derajat orang lain, Ra. Mau kaya, miskin, sederhana, kita semua kan manusia yang cuma numpang hidup di dunia. Tugas kita itu bisa ngerjar kekayaan dan kepuasan dunia, bisa juga ngejar tabungan buat di akhirat nanti. Gue gak setuju sama omongan lo kalau Nusa gak pantes buat El karena derajat mereka berbeda." ucapnya yang mulai memberikan nasehat.     

Alvira menyimak seperti seorang anak kecil yany mendapatkan dongeng sebelum tertidur. Ia hanya diam, namun takut-takutan saat pandangannya bertabrakan dengan manik mata Reza. Tidak ada tanggapan dari dirinya juga, masih bungkam tanpa berniat mengeluarkan suara.     

Reza mengambil napas terlebih dulu, ia tidak mau sampai terbawa emosi. Karena bagaimanapun juga, Nusa adalah temannya dan ia cukup sakit ketika mendengat seorang teman yang mendapatkan kritikan buruk dan penilaian yang merendahkan.     

"El sakit hati Ra sama ucapan lo, dia kecewa. Gue tau banget perasaan dia gimana walaupun dia cuma nunjukin kedataran, dia kecewa banget sama lo. Yang harusnya lo dukung dia, lo malah gak setuju sama hal yang berhasil bikin dia bahagia."     

"Jadi, Vira salah?"     

"Salah, jelas lo salah banget dan harus minta maaf ke Nusa. Buat lo yang mutusin buat berteman sama Priska, gue gak suka, Ra. Semoga lo bisa jadiin pertimbangan buat kedepannya."     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.