Elbara : Melts The Coldest Heart

Nusa yang Merajuk



Nusa yang Merajuk

0Nusa merajuk dengan Rehan karena perihal di goda oleh cowok satu itu mengenai pacaran yang sebenarnya ia tidak memiliki hubungan apa-apa dengan cowok manapun.     
0

Makan siang dengan kondisi hening, padahal Rehan tidak ikut makan, namun demi membuat mood-nya membaik pun kini cowok tersebut juga berada di meja makan dan duduk di kursi dengan menatapnya gelisah.     

"Ayo dong jangan marah, lagian Kakak kan cuma bilang kali aja ada chatan dari pacar kan cuma bercanda doang." ucap Rehan yang berusaha untuk meraih tangan Nusa, namun langsung saja di hindari oleh cewek yang berada di hadapannya itu.     

Nusa mendengus. "Gak lucu." jawabnya dengan ketus, melirik Rehan dengan sorot mata yang sangat sinis. Tuh kan, ini adalah merajuknya para cewek. Entah hilang kemana sifat manis nan ceria, digantikan dengan sifat penuh perasaan jengkel pada sang lawan bicara.     

Rehan sendiri pun tidak pandai membujuk cewek yang merajuk. Walaupun cewek itu adalah adiknya sendiri yang seharusnya ia sudah tau apa yang harus di perbuat karena sudah terbiasa, itu semua tidak menjadikan dirinya bisa dengan mudah mengubah suasana hati sang adik menjadi baik seperti sedia kala.     

Mood Nusa itu setiap merajuk pasti berbeda-beda, dan jujur cara penanganannya juga beda. Menjadikan Rehan selalu memutar otak, setelah itu menyesal dengan perlakuannya yang menjadikan sang adik seperti ini.     

"Maafin Kakak, janji deh bakalan beliin apaan aja yang kamu mau." ucap Rehan yang selalu mengeluarkan jurus jitu. Ia menatap Nusa dengan kedua alis yang menurun, pertanda kalau dirinya benar-benar memohon permintaan maaf.     

Mendengar itu sih jujur dalam hati Nusa yang paling dalam, ia merasa tidak tega dengan sang Kakak. Namun Rehan sudah terlewat menyebalkan. Ia pun akhirnya diam saja, tidak mengatakan apapun kecuali tangannya yang menyendokkan nasi san lauk ke dalam mulut lalu mengunyahnya untuk bersiap dengan suapan selanjutnya.     

Rehan menekuk senyuman, tubuhnya sudah sampai mencodong bahkan bisa saja merebahkan kepala di atas meja. Namun ia langsung saja mengubah posisi tubuhnya kembali menjadi duduk dengan tegak.     

"Biasanya nih ya, kalau orang merajuk tanpa alasan, berarti apa yang dia rajukin sebenernya itu sebuah kebenaran loh." ucapnya.     

Kata-kata Rehan berhasil membuat Nusa menolehkan kepala ke arah cowok yang kini terlihat menyebalkan dengan menaik turunkan kedua alisnya secara bergantian. "Apaaan si." ucapnya dengan jengkel, masih kesal dengan perlakuan sang Kakak yang entah kenapa juga membuat dirinya menjadi seperti ini.     

Lama-lama, Nusa pun memikirkan apa yang dikatakan oleh Rehan. Apa benar dirinya tengah menyembunyikan kebenaran di balik rajukannya? Ia sendiri pun tidak tau memiliki pacar atau tidak, namun sejauh ini El menjadi sering membalas pesan atau bahkan mengiriminya pesan walaupun dengan teks singkat.     

"Kamu udah punya pacar?"     

Oke, pertanyaan itu lagi. Melayangkan tatapan seolah-olah berkata 'serius mau di bahas lagi?'     

Nusa menghembuskan napas, terpaksa menaruh sendok yang berada di genggaman tangan ke tepi piring karena tiba-tiba malah kehilangan selera makan. "Ayo anterin Nusa lagi ke rumah sakit El di rawat, Nusa udah kelar makannya, mau di buang aja." balasnya dengan cuek. Padahal sebelumnya, ia terkenal dengan cewek yang tidak pernah membuang makanan begitu saja. Karena masih ingat ada orang yang ekonominya masih berada di bawah yang mungkin kelaparan dan sulit mendapatkan atau mencari makanan, jadi sebagai bentuk rasa bersyukur pada Tuhan untuk tidak membuang makan.     

Rehan panik, pasalnya terlihat Nusa yang sudah beranjak dari duduknya dan memegang piring yang berada di dalam genggaman tangannya.     

"Eh-eh jangan, habisin dulu makanannya loh. Lagian juga jam istirahat Kakak masih lama, masih empat puluh menit lagi kok." ucapnya yang ikut beranjak dari duduk dan menghampiri Nusa sebelum cewek itu malah melakukan tindakan membuang-buang makanan.     

Nusa menghembuskan napas, ia sendiri pun tidak benar-benar mengatakannya, hanya sekedar mengancam dan berhasil. "Oke." ucapnya. Tiba-tiba kembali duduk di kursinya dan mendaratkan bokong di sana.     

"Huft…" Rehan hanya bisa menghela napas. Ia pun memilih untuk duduk di kursi yang bersampingan dengan Nusa, melihat cewek itu yang belum kembali makan pun menjadikan dirinya meraih tangan dengan jemari yang lentik itu. "Hei, liat Kakak." sambungnya dengan serius.     

Nusa tidak bisa di tempatkan di dalam situasi seperti ini, hatinya terlampau lemah. Dia pun menatap Rehan dengan senyuman yang di tekuk, akhirnya sifat lembutnya keluar. "Apa?" tanyanya dengan nada bicara yang melirih.     

Sebenarnya sih Rehan tidak tega dengan raut wajah Nusa saat ini, namun ia tidak ingin sang adik merajuk hal yang tidak jelas kepadanya. "Denger ya, kalau kamu punya pacar ya emangnya kenapa? Kakak begitu tuh cuma bercanda, gak ada niatan mau introgasi kamu kalau emang bener kamu udah punya pacar." ucapnya menjelaskan, si Rehan dengan pemikiran yang jelas tentu sesuai dengan umurnya, dewasa.     

Nusa menggelengkan kepala, entah apa yang saat ini dirinya rasakan namun malah membuat ia ingin menangis. Tanpa banyak berkata, ia mencodongkan tubuh lalu memeluk Rehan dengan sangat erat. Ia menangis dan terisak kecil di balik dada bidang sang Kakak, mungkin memang tengah labil dengam perasannya saat ini.     

"Maafin Nusa udah gak jelas sama Kakak, Nusa sama sekali gak bermaksud kayak gitu sumpah." ucapnya dengan napas naik turun karena berbicara sambil menangis. Ia mencengkram kuat punggung Rehan, seperti mengatakan kalau dirinya tengah di landa perasaan bingung dengan rasa yang campur aduk menjadi satu bagian.     

Rehan tersenyum kecil, ia menganggukkan kepala seolah-olah paham dengan apa yang dikatakan oleh Nusa. Ia pun memeluk balik tubuh mungil cewek tersebut dengan segala bentuk kasih sayang yang diberikan.     

"Iya, Kakak juga tau. Makanya Kakak mah gak pernah marah balik sama kamu, karena Kakak ngerti, masa kamu itu kasa remaja labil."     

"Kak Rehan selalu ngerti Nusa, tapi Nusa gak pernah."     

"Loh kata siapa? Kamu selalu ngerti kalau Kakak gak bisa jaga kamu dua puluh empat jam karena harus bekerja,"     

"Itu kan buat kita berdua, mana mungkin aku egois."     

Suara Nusa terdengar serak, namun tampaknya air mata sudah tidak lagi keluar dari pelupuk matanya.     

Rehan menjulurkan tangan, mengelus puncak kepala Nusa dengan perlahan-lahan. Memberikan kasih sayang yang jelas saja tidak akan pernah pudar sampai kapan pun itu.     

"Jadi kalau ada apa-apa tuh cerita sama Kakak, Sa. Biar Kakak juga enak bisa ngertiin kamu, selama ini Kakak aja terbuka sama kamu."     

Nusa menganggukkan kepala, merasa setuju dengan apa yang dikatakan oleh Rehan mengenai dirinya yang jauh dari kata terbuka, mungkin?     

"Tapi kasih Nusa waktu buat jelasin Nusa kenapa, ya kalau nanti lupa ya maaf Kakak ingetin lagi aja."     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.