Elbara : Melts The Coldest Heart

Gila, Perasaan yang Serupa



Gila, Perasaan yang Serupa

0"Dah sampe, turun."     
0

El merasa sedikit guncangan pada jok belakangnya, pertanda kalau Nusa sudah turun dari boncengan pada motor besar kesayangannya. Ia menolehkan kepala ke arah cewek tersebut, menunggu apa yang akan dikatakan dia.     

"Makasi banyak ya wahai manusia es, mau masuk dulu gak ke dalam rumah aku? Minum dulu gitu? Kayaknya Kak Rehan juga udah pulang." ucap Nusa yang menawarkan El untuk masuk ke dalam, itu adalah sebuah basa-basi yang tentu saja paling sopan kalau seseorang mengantar dirinya selamat sampai rumah.     

El tentu saja langsung menggelengkan kepala. Ya dirinya menolak, namun bukan berarti tidak mau. Ia mau, tapi ada hal yang sudah menunggu dirinya. "Gue mau nongkrong, Sa. Lo masuk aja sana," ucapnya dengan nada bicara biasa. Untuk yang kesekian, nada bicaranya yang dingin musnah begitu saja ketika mengobrol dengan cewek yang berada di hadapannya ini.     

"Ya udah, Bara hati-hati. Udah malem nih, udah jam tujuh hampir isya."     

"Malam mah jam dua belas,"     

"Lah itu namanya tengah malam, ya jam tujuh itu mah udah termasuk malam. Jadi, pulangnya jangan terlalu larut."     

"Iya, gue pulang pagi."     

"Ya tapi kan besok sekolah, Bara. Nanti kalau gak masuk gimana? Bolos?"     

"Sekolah punya gue, suka-suka gue."     

Selama bersama Nusa, El malah semakin gemar beradu mulut, tapi hanya dengan cewek itu saja. Kalau menanggapi adu mulut dengan Reza dan Mario, baiklah pasti sudah dapat di tebak, tiada hentinya akan hal itu.     

"Ya udah, itu sih emang bener ya. Jadi… selamat malam, Bara. Hati-hati di jalan ya, jangan ngebut." ucap Nusa pada akhirnya, ia ternyata lebih memilih untuk mengalah daripada harus lebih lama berusaha menang dengan El yang keras kepala.     

"Iya." El menjawab, bersiap untuk kembali memacu motor besarnya. Namun ia melihat kalau Nusa tidak bergerak dari pijakannya untuk masuk ke dalam rumah, dirinya pun menolehkan kepala kembali sambil menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa?" tanyanya yang meminta penjelasan kenapa cewek itu masih berdiri pada posisinya.     

Nusa menampilkan senyumannya yang paling manis, lalu melambaikan tangan. "Dadah, Bara dadah juga sama Nusa." ucapnya.     

Sepolos-polosnya orang, tidak ada sepolos Nusa yang meminta perlakuan anak kecil kepada seseorang seperti El yang dominan ditakutkan, apa cewek sati ini tidak takut? Ya jawabannya tentu saja tidak, untuk apa?     

El menatap dingin ke arah Nusa, lalu menggelengkan kepala dengan perlahan namun tegas. "Gak penting." balasnya. Merasa aneh saja gitu karena dari dulu tak pernah melakukan gerakan melambaikan tangan sambil mengatakan 'dadah', bahkan kalau dulu orang pergi saja, ia hanya mengiyakan dengan raut wajah datar tanpa melakukan hal tersebut seperti anak-anak lain pada umumnya. Apalagi diumurnya yang sekarang, lambaian tangan terdengar sangat konyol baginya.     

Nusa mendengus, pijakannya yang tadinya berada beberapa langkah di hadapan El pun menjadi mendekat lagi, menyisakan satu langkah yang menjadi pemisah di antara mereka.     

"Kamu tuh jangan kaku banget jadi orang, sekali lakuin apa yang kamu gak biasa lakuin deh, Bara. Kalau kamu gak suka, jangan lakuin lagi, kan gampang."     

El menatap Nusa dengan datar, entah apa yang cewek itu pikirkan sampai-sampai ingin sekali melihat dirinya yang juga melakukan 'dadah' seperti apa yang diinginkan. "Sotoy." balasnya dengan nada bicara yang dingin.     

Mendengar itu, Nusa berdecak. Ia melihat ke bawah, dan ternyata standar motor El masih menjadi penahan bobot tubuh cowok tersebut sekaligus motornya. Dan itu, memberikan kesempatan untuknya meraih tangan El, lalu di bimbingnya. "Nih Bara cuma dadah kayak gini doang," Ia menuntun El untuk melakukan gerakan tersebut dengan kedua tangan cowok itu. "Simpel, gak perlu lama-lama." sambungnya, setelah itu mengembalikan tangan cowok tersebut kembali ke atas kendali motor.     

"Ogah." balas El yang merasa aneh."     

"Ya udah deh kalau gak mau, gitu aja gak mau."     

"Lo repot."     

"Biarin aja, lagian hidup Bara terlalu datar sih. Makanya aku datang, mau kasih warna. Emangnya gak boleh, ya?"     

El bergeming. Tidak pernah ada cewek yang mengatakan hal ini padanya. Kebanyakan dari lawan jenis yang menyukainya, mereka lebih terfokus dengan ketampanan dan pesona seoranh Elbara. Tidak pernah berpikiran dan mengatakan ingin masuk ke dalam kehidupannya karena ingin membuat hidupnya yang abu-abu —hanya menurutnya saja— menjadi lebih berwarna. Karena memang jujur, El tidak pernah merasakan sesuatu yang spesial.     

Hanya mengangkat bahu karena tidak pernah di hadapkan dengan situasi yang seperti ini, tentu saja El merasa kebingungan ingin menjawab apa. "Gue cabut dulu, bye." ucapnya sambil mengembalikan standar motor agar tidak menahan bobot tubuhnya lagi.     

Nusa sih bukan cewek yang pemaksa, ia tau kalau dirinya bukan tipe cewek yang bisa mengubah sifat orang menjadi lebih baik lagi. Soalnya kan perubahan bisa membutuhkan waktu yang lama, tidak bisa instan. "Hati-hati di jalan, jangan pulang malam-malam. Besok aku bawain bekel, mau gak?"     

'Mau'     

"Enggak."     

Memang perkataan di hati dan di mulut itu berbeda, terbukti dengan El yang mengatakan hal bertolak belakang antara isi kepala dan hati.     

Setelah itu, El menutup kaca helm-nya yang sedaritadi terbuka saat masih di halaman rumahnya dan sekarang baru di tutup. Tanpa banyak basa basi untuk berpamitan, ia langsung saja menaruh pandangan ke jalanan setelah itu meng-gas motornya dan meninggalkan Nusa dengan tatapan yang masih memperhatikan punggungnya dengan sangat cermat dan teliti.     

Bersamaan dengan hembusan angin, kini hanya tersisa aroma maskulin yang ditinggalkan oleh El yang merasuk ke dalam indra penciuman Nusa. Meninggalkan perasaan tertantang kalau mendekati cowok tersebut seperti masuk ke dalam permainan ulat tangga, oh atau labirin? Juga atau ludo yang terkadang sulit mencapai kedudukan pion utama kemenangan?     

"Enggak Nusa, gak boleh gila begini, senyum-senyum sendiri!" ucap Nusa sambil memukul pelan keningnya, supaya kesadaran diri pun balik seiring pukulan tersebut walaupun tidak berefek rasa sakit sedikitpun.     

Setelah sadar akan aroma El yang semakin menghilang serta hembusan angin yang menyapa permukaan kulit, Nusa langsung saja membalikkan tubuhnya dan setelah itu mulai masuk ke rumah.     

Sedangkan El? Ada berjutaan pikiran yang saat ini tengah menguasai isi kepala, membuat dirinya menjadi terheran-heran dengan apa yang dirasakan oleh tubuhnya sendiri.     

"Gue kenapa sih? Kayaknya udah gila dah."     

Ya, mungkin keduanya —Nusa dan El—, sudah sama-sama gila dengan perasaan yang sebenarnya serupa namun belum tersadarkan oleh satu sama lain. Dan malah menjadikan keanehan tersendiri, terutama bagi dirinya.     

Motor besar El melaju membelah jalan raya, bagi sebagian orang refleks menatapnya yang tengah melaju cepat. Tujuannya hanya satu, ingin kembali ke tempat dimana yang pernah ia tinggalkan begitu saja karena ada hubungan dengan satu orang yang dirinya jelas sangat tidak suka.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.