Elbara : Melts The Coldest Heart

Membicarakan Perubahan



Membicarakan Perubahan

0"Gimana di dalem? Kayak sidang gak sih? Lo deg-degan gak El? Kalau gue sih jadi lo mah jelas… deh-degan parah takut di keluarin dari sekolah."     
0

Mario merangkul El dengan sekotak jus jambu kemasan yang berada di tangan kanannya, sesekali menyedot minuman tersebut yang langsung menyapa dinding tenggorokkannya dengan sangat menyegarkan.     

Ia menunggu El dengan sangat setia, duduk di kursi panjang yang terdapat di depan ruangan kepala sekolah sambil menonton film my little pony yang sudah dirinya download. Menunggu Reza kembali sepertinya merupakan hal yang mustahil karena sudah dipastikan cowok tersebut tengah modus sama Alvira.     

Akhirnya, tersisa mereka berdua. Mario dan El yang memiliki sifat bertolak belakang satu dengan yang lainnya. Layaknya Mario adalah cahaya mentari yang menyinari, namun El adalah bongkahan es yang dapat membekukan apapun yang berada satu pijakan dan tempat dengannya.     

El menggelengkan kepala dengan perlahan, tidak merasakan deg-degan yang dimaksud oleh Mario. "Gak, b aja." balasnya. Lagipula untuk apa deg-degan? Ia membela sang adik, yang benar adanya berarti membela kebenaran. Bukan sedekat bertengkar dengan alasan yang tak berbobot, bukan seperti itu.     

Mario mengangguk-anggukkan kepala, ia cukup paham dengan apa yang dikatakan oleh El. "Iya lah gak deg-degan, selain jagoan kan lo cucu pemilik sekolah. Mentok-mentok nih ya, ancaman buat lo itu apa coba tebak?" ucapnya sambil menurunkan rangkulan dari bahu sang sahabat.     

"Pala lo." ucapnya. El paling anti membanggakan posisi, apalagi derajat yang sudah pasti banyak orang tau mengenai marga Adalard yang sukses dan mungkin hartanya tidak akan habis sampai beberapa keturunan.     

Mario cengengesan, lalu menatap El dengan sorot mata yang serius. Oke, kali ini benar-benar serius. Entah apa yang dirinya pikirkan olehnya, namun sepertinya ia akan kembali membahas mengenai Priska. "Eh El, lo sadar gak sih."     

"Sadar apaan."     

"Itu, perubahan Priska. Kenapa ya? Oke oke jujur gue agak pangling liat dia yang tadi, tapi gue juga jadi mikir kok bisa dia berubah begitu kayak termotivasi atau ada hal yang lain, ya?"     

El ikut berpikir. Mereka belok, bukan ke kelas, bukan juga ke kantin. Tujuan mereka yaitu halaman belakang sekolah, sebagai tempat yang termasuk enggan dipijaki oleh kaki para murid yang lainnya selain rooftop.     

Ke rooftop memang enak, tapi El and the genk dan yang lainnya sudah tau kalau tempat itu adalah markas Priska dan kedua anteknya.     

"Gak tau." balas El.     

Mario memperhatikan El, akhirnya ia duduk di bangku taman dan di susul oleh temannya itu yang duduk tepat disebelahnya. "Lo kayaknya udah cape banget nih gara-gara berantem sama si kampret, yauda tenang-tenang biar Babang Mario aja yang mikir." ucapnya sambil menaik turunkan alis. Jus di tangannya masih belum habis, ia berniat untuk ngirit, katanya.     

"Duh lo berdua di cariin cepet banget ngilangnya anjir, tadi gue liat masih di depan ruangan kepsek sekarang udah di sini aja."     

Mendengar suara bariton lain yang masuk ke indra pendengaran, mereka berdua menolehkan kepala ke arah sumber suara dan di sana terlihat Reza yang sudah menggenggam plastik kresek bening yang entah isinya apa dan kalau di tangan kirinya berisi tiga botol air mineral.     

Mario menaik turunkan alisnya, merasa familiar dengan apa yang dibawa oleh Reza. "Yes bubur, akhirnya pengertian ada yang langsung bawain makanan." ucapnya sambil tersenyum sumringah. Pembicaraan kali ini akan lebih menyenangkan karena ditemani oleh makanan yang identik sekali di jadikan santapan saat sarapan.     

Reza menganggukkan kepala, lalu duduk di sisi berlainan dengan Mario dan menjadikan El duduk di tengah-tengah mereka. "Gue mah tau lo lo pada gak sarapan, apalagi El yang cuma sarapan satu lembar roti doang." ucapnya sambil mengeluarkan masing-masing dari kresek ke penyantap. "Mana kenyang ya kan cuma makan roti, pasti dah laper lagi." sambungnya.     

Mario dan El menerima sangat baik, mereka sudah membuka tutup dari tempatnya dan terlihat bubur yang menggugah selera.     

"Eh El, jangan-jangan ini sih Reza modus kayaknya sama lo. Mau deketin Vira pakai cara orang dalem," ucap Mario sambil terkekeh kecil.     

Reza yang mendengar itu pun langsung mengernyit lalu menendang kaki Mario dengan kakinya. "Gue gampar lo fitnah mulu kerjaannya, kalau gue caper sama El mah dia gak butuh bubur, langsung gue beliin lamborghini buat nyogok." balasnya, namun kalimat akhir adalah guyonan yang dalam artian hanya candaan.     

El hanya diam saja, lagipula tidak memiliki pikiran seperti Mario. Tapi kalau memang apa yang dikatakan Mario itu adalah sebuah kebenaran, ia merasa tidak keberatan karena semenjak ada Reza dan cowok tersebut berjanji padanya, semenjak itu juga ia melihat Alvira yang sudah tidak lagi mengingat apa yang berhubungan dengan Bian.     

"Makan jangan ngobrol." ucap El, ia adalah satu-satunya penetral antara Mario dan juga Reza. Jadi kemungkinan hanya dirinya penengah di antara mereka berdua yang ada saja obrolannya.     

Mario menganggukkan kepala, lalu ia beranjak dari duduknya. Menaruh tempat bubur di kursi yang tadi di tempatinya, setelah itu mengambil kantung kresek yang tadi menjadi media Reza membawa semua ini. Di taruh di tanah, ia ingin duduk di bawah dengan beralaskan kresek tersebut.     

Jangan salah bayangan mengenai halaman belakanh sekolah yang tidak terawat dan kemungkinan terdapat kotoran hewan dimana-mana. Tidak, SMA Adalard tidak begitu. Semua celah di sekolah ini selalu di rawat dengan baik, termasuk halaman belakang sekolah yang asri dan tentu saja terbebas dari ranjau.     

Hanya saja yang membuatnya enggan diinjaki para murid ya karena jaraknya yang harus menelusuri koridor lab IPA yang kalau kosong sangat horror, belum lagi mungkin sakinh asri-nya para murid enggan kesana.     

Reza dan El berada di atas, menatap Mario yang sudah duduk di bawah dengan pangkuan tempat bubur di kakinya yang menyilang.     

"Gue liat-liat tadi lo berdua lagi bahas sesuatu, bahas apa tuh?" tanya Reza sambil menuang bumbu kuning bubur yang adalah rahasia penentu enaknya seporsi bubur.     

El menganggukkan kepala saja, namun ia lebih memilih untuk menyantap buburnya daripada menjawab apa yang ditanyakan oleh Reza. Malas ngomong panjang, itu adalah andalannya.     

Reza tau kalau El tidak mungkin menjawab, maka dari itu langsung mengalihkan pandangan menjadi ke arah Mario yang sudah lahap menyantap bubur.     

Mario menaikkan pandangan, menganggukkan kepala. "Iya, kita membahas perubahan Priska. Lo ngerasa aneh gak sih? Rencana kita aja belum terlaksana buat nyari tau kebenaran, ini malah ditambah lagi sama perubahan mereka bertiga jadi ciwi-ciwi kece." jawabnya.     

Reza menaikkan sebelah alisnya. "Emang kita punya rencana?" tanyanya yang bingung.     

El yang tadinya menyimak pun menganggukkan kepalanya dengan perlahan. "Ada."     

Mario dan Reza kompak mematap El seolah-olah pandangan mereka bertanya-tanya 'apaan?'.     

"CCTV sekolah."     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.