DUPLICATE.

KEHANGATAN



KEHANGATAN

0"DIKA YANG TAMPAN DATAAAAAANG" ucap Dika begitu memasuki ruang inap kamar Sheila. Tak lama kemudian Dika menutup mulutnya menggunakan tanganya dan mendapat pukulan dibahu oleh Tata.     
0

"Bego banget sih lu! ini rumah sakit bambank! kenapa juga teriak-teriak! untung Sheila gak bangun!" Tata kemudian melangkahkan kakinya dan menaruh bingkisan yang dibawanya keatas meja sebelah ranjang Sheila. Pandangannya menyusuri ruangan namun tak terdeteksi dimana keberadaan Alfa.     

"Alfa kemana sih Dik? Ngilang terus dari tadi" Tata mulai kesal karena tidak menemukan keberadaan Alfa.     

"Emang kenapa dari tadi nyariin Alfa mulu! Kangen ya lu?" Enteng sekali kalimat itu diutarakan oleh Dika membuat Tata gelagepan.     

"Eeenak aja. Nagapain juga gue kangen ama itu anak! ngeselin abis!" celoteh Tata membayangkan betapa kesalnya dia, Lihat saja setelah ketemu gue bakal cincang dia. Berani-beraninya ninggalin Sheila sendirian disini. Luapan Tata selalu saja merasa jengkel dengan tingkah Alfa itu.     

Deringan ponsel yang bergetar keluar dari ponsel milik Dika. 'Bendahara Negara' kalimat itu muncul di layar ponsel itu, dengan sigap Dika menerima telepon itu.     

"KAMU KEMANA SIH? KATANYA MAU NGANTERIN MAMAH. MAMAH UDAH NUNGGUIN KAMU DARI TADI! KALAU KAMU GAK KESINI DALAM 5 MENIT! UANG JAJAN KAMU MAMAH POTONG! TITIK!" teriakan seberang telepon membuat Tata menahan tawanya. Dilihatnya wajah Dika yang mulai memucat dan kebingungan     

"Eh Mah-mah, jangan main hakim sendiri dong. Ini Dika mau pulang. Tadi Dika ngejenguk temen Dika yang sakit ini" Mohon Dika. Inilah alasan mengapa nomor sang Mamah di namain 'Bendahara Negara' karena semua transaksi keuangan harus melalui Mamahanya terlebih dahulu. Ya, walaupun semua perizinan dari Papah.     

"Yaudah, kali ini Mamah maafin kamu. Nanti kalau udah selesai buruan pulang! jangan lupa anterin Mamah! Mamah tunggu!" Dika kemudian mengiyakan semua perintah Mamahnya hingga telepon itu berakhir.     

"Ta, gue pulang dulu ya. Lagian juga Sheila masih tidur, jam kunjungan juga udah habis.Gue titip salam aja ya buat Sheila kalau udah bangun!. Oh ya, buat Alfa juga kalau lu ketemu sama dia" Ucap Dika panjang lebar. Tata hanya memasang wajah yang menggambarkan bahwa dia dibutuhkan oleh Dika untuk menyampaikan pesanya kepada kakak-beradik ini     

"Tenang saja Dik. Gue akan tepain janji. udeh lu sana pulang dengan selamat" Tangan Tata dikibaskan yang mengisyaratkan Dika untuk segera pulang     

"Buseeet lu. Okedeh thanks Tata yang baik" Kalimat terakhir yang diucapkan Dika sebelum melangkahkan kakainya keluar dan meninggalkan mereka.     

Tata yang masih berdiri kemudian mengubah tanganya dengan berdecak pinggang. Memikirkan hal apa yang akan Ia lakukan sekarang karena Sheila masih tertidur dengan pulas.     

"Sheila, dapet salam dari Dika. Oke!" ucap Tata dengan mendekatkan mulutnya disamping telinga Sheila. Dengan ucapan lirihnya yang hampir tidak terdengar karena tidak ingin membangunkan Sheila.     

"Gue tinggal dulu ya Sheil! Tidur yang nyenyak. Cepat sembuh oke! " Tata mengelus kepala Sheila dengan lembut kemudian melangkahkan kakinya untuk mencari keberadaan Alfa.     

Langkah Tata menyusuri koridor rumah sakit sendirian. Pandanganya melihat sekeliling rumah sakit untuk menikmati pemandangan dan mencari keberadaan Alfa.     

Sudah 15 menitan Tata terus berjalan namun keberadaan Alfa tak kunjung ditemukan. Tata menghentikan langkahnya dan melipat kedua tanganya didepan dada.     

"Heeem. Kira-kira Alfa sukanya dimana ya?" Tata mengetukan jari telunjuknya di dagu dengan memikirkan tempat mana yang bisa memungkinkan menemukan Alfa. "Ah, gue tahu!" Ucap Tata dengan menjentikan jarinya.     

Tata berjalan sedikit berlari menuju tempat yang tengah ia pikirkan. Sesampainya ditempat itu, Pemuda yang dicarinyapun tengah duduk dipinggir dengan kaki yang ia biarkan jatuh kebawah.     

"DUOOOR" Tata mengagetkan Alfa. Dengan sigap Alfa memegangi tembok diatas rooftop yang dijadikanya tempat duduk     

"Gila ya, kalau gue jatuh gimana coba. Itu langsung jatuh gue bisa mati kali Ta" Ucap Alfa. Membuat Tata memutar matanya.     

"Syukur dong kalau lo jatoh terus patah tulang terus kelindes mobil dibawah" Saaaades ucapnya tanpa berpikir panjang.     

Padahal dibawah Alfa langsung menunjukan jalan raya yang sangat ramai.     

"Lagian juga kalau gue berniat ngegetin lu. Lu bakalan tahu. kenapa sekarang enggak?" Tata memincingkan matanya melihat Alfa dengan lekat.     

Alfapun mengusap wajahnya dengan kedua tanganya kemudian berjalan menjauhi tembok roof top tersebut. Alfa kini duduk di pinggir roof top yang lebih aman. Tata mengikuti kemana Alfa pergi dan duduk disamping Alfa. Tak ada percakapan yang keluar dari mulut mereka masing-masing membuat Tata merasa canggung.     

"Kalau ada masalah cerita kek! Jangan dipendam sendirian gitu! Udah bikin jijik! Bikin tambah kesel juga kalau lihat muka lo kayak gini. Tahu gak!" Ucap Tata dengan nada ketusnya. Tetapi Alfa tahu apa maksud dari perkataan Tata itu.     

"Gue boleh peluk lo gak?" Kalimat itu membuat Tata menautkan alisnya. mulutnya berkatup dan menunjukan wajah yang sedang berpikir. Tanpa persetujuan Alfa langsung meneluk Tata. Tata membelakakan matanya.     

"Maafin gue ya Ta. Maaf juga, kalau gue selalu bikin lu kesel dan gak meduliin tingka gue yang udah kelewatan" Ucap Alfa lembut membuat Tata berpikir keras     

'Apakah ini Alfa? Oh, sepertinya tidak' Batin Tata     

"Jangan dilepas!" Ucap Alfa begitu mengetahui Tata akan melepaskan pelukan Alfa. Mendengar hal itu Tata mengurungkan niatnya.     

"Ta, gue bakalan cerita sama lu! Tapi lu harus menjaga semua rahasia gue. janji ya!" Tata hanya mengangguk dalam pelukan Alfa dan masih berpikir apa yang terjadi dengan Alfa.     

"Lu inget gak waktu gue SMP? waktu itu gue gak sepintar sekarang. Nilai gue memuaskan kok bagi gue sendiri. Tapi enggak buat bokap gue. Maka dari itu Bokap gue ngebikin gue jadi kayak 'gini' dengan segala cara. Apapun itu caranya. Sampai Bokap angkatnya Bagas juga menginginkan hal yang sama. Yang menjadi permasalahanya adalah Bokapnya bagas tidak mengetahui secara detail apa yang bokap gue lakuin. Sehingga apa yang dilakuin bokapnya Bagas beresiko sendiri buat Bagas hingga bisa berujung kematian. Gue jadi merasa bersalah sehingga gue berniat membantu Bagas walaupun nyawa gue taruhanya." Tata bergidik ngeri mendengar taruhan Alfa yaitu nyawa. Apakah rencana Alfa akan semengerikan itu? Emang apa yang sebenarnya terjadi?     

Mendengar hal tersebut. Tata membalas pelukan Alfa dengan erat. Sangat erat yang menandakan Tata tidak menginginkan sesuatu yang buruk terjadi pada Alfa.     

"Emang yang dilakuin bokap lo sama bokapnya Bagas apaan? Kok sampai naruhin nyawa lo segala? Sebahaya itu apa?" Tata masih tidak mengerti apa yang diucapkan Alfa. Terlalu umun Alfa memberikan informasi tersebut. Tapi Tata paham Alfa tidak akan bermain-main dengan ucapanya.     

"Suatu saat nanti lo pasti akan mengerti Ta." Alfa melepaskan pelukanya, menatap Tata dengan lembut tepat dikedua bola mata Tata. Tangan Alfa kini memegang kedua Bahu Tata.     

"Ta, Gue percaya sama lo. Lo itu sahabat baik gue. Gue yakin itu. Yah, walaupun lo sering bilang benci ke gue. Tapi gue paham kalimat itu bukan dari hati lo. Hanya ucapan bualan saja." Sepertinya Tata paham apa yang akan diucapkan Alfa     

"Ta. Gue titip Sheila ya. Mamah gak tahu dengan apa yang terjadi sekarang. Mungkin setelah ini gue bakalan ngasih tahu mamah apa rencana gue. Gue bener-bener minta maaf kalau ini jadi pertemuan terakhir kita Ta." ucap Alfa lembut sangat lembut membuat Tata terpaku dihadapan Alfa     

"Fa, gue memang gak tahu apa rencana elo dan seberapa bahayanya dari masalah elo. Tapi kalau itu semua udah menyangkut nyawa lo, gue gak bakal biarin lo Fa!" Tata meneteskan air matanya membuat Alfa tersenyum kecut.     

"Fa, lo harus janji sama gue, janji sama nyokap lo, dan lo harus janji sama Sheila! Lo gak bakal pergi ninggalin mereka kan! Janji!"     

"Gue bakalan usahain Ta, dan Gue janji gue bakalan baik-baik saja. Gue janji untuk Mamah, Sheila, dan orang yang gue sayang yaitu elo!" Belum sempat Tata mencerna ucapan Alfa.     

Alfa langsung memeluk erat tubuh Tata. Air mata keluar membasahi pipi Tata dan membasahi baju dipunggung Alfa. Pelukan itu sangat erat dan penuh kehangatan. Pelukan yang mereka inginkan untuk kedepanya dan selamanya. Semoga saja!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.