DUPLICATE.

TEMAN MASA KECIL ALFA



TEMAN MASA KECIL ALFA

0"Kakek, aku paham dengan maksud kakek. Tetapi aku sudah tidak berniat untuk mencari formula dari milik Om Alex. Dan aku sudah tidak berniat untuk menangkap Alfa. Dia sekarang bukan lagi musuhku!" Jelas Bagaskara kepada Chandra.     
0

"Hem, Apa karena Gipson memperlakukanmu layaknya kelinci percobaan, Bagaskara? Aku juga sudah mengetahui bahwa dalang dibalik kebakaran PPO Grinonium adalah kalian berdua. Benarkan, apa aku salah?" Tanya Chandra dengan menatap ke arah Bagas. Bagas tak begitu takut akan kebenaranya. Ia bersikap tenang dengan kemudian menyeruput kopi yang ada digenggamanya.     

"Aku tidak akan mengelaknya, kakek. Kau tahu itu. Kalaupun aku akan terungkap, mereka juga tak bisa menuntutku lebih dari ini." Ucap Bagaskara dengan santai. Ia paham, walaupun Chandra mengetahui kebenaranya, tapi tidak ada niatan dari Chandra untuk mengungkapkan kasus itu. Biarkan dunia berspekulasi dengan opini mereka masing-masing. Bukankah itu menyenangkan?     

"Ya ya ya, Kakek tahu itu. Sudahlah, mungkin ini awal pertemuan kita untuk bekerja sama di PPO Grinonium. Kakek pergi dulu." Pamitnya pada Bagaskara yang tersenyum dengan ramah menatap kakeknya. Jangan salah. Sebenarnya sikap antara Chandra dan Bagaskara saling mematikan satu sama lain. Chandra tak begitu menyukai Bagaskara, karena dia bukanlah cucu kandungnya.     

"Baik, Kek. Semoga umurmu masih lama lagi untuk bekerja sama denganku." Ucap Bagaskara dengan tersenyum dan melihat kepergian Chandra.     

"Tidak biasanya si Pak tua itu bertingkah lebih baik," Batin Bagaskara.     

***     

Alpha, Tata, dan Sheila kini keluar dari arena permainan. Banyak hadiah yang mereka bawa dari hasil penukaran tiket yang mereka hasilkan. Kini, tujuan mereka adalah untuk mengisi perut mereka. Disaat mengelilingi mall tersebut, mereka benar-benar tak peduli kepada beberapa pasang mata pengunjung mall yang menatap mereka. Bahkan orang-orang menatap mereka dengan tertawa akibat dari wajah mereka yang belepongan dengan bedak bayi.     

"Kita mau makan apa?" Tanya Sehila kepada Tata dan Alpha. Sudah hampir separo mall itu mereka putari.     

"Terserah kamu, Sheil. Aku saman aja sama keinginanmu. Aku orangnya fleksibel kok." Ucap Tata.     

"Kalau Abang?" Tanya Sheila kepada Alpha.     

"Pokoknya hari ini kamu bebas mau beli apapun. Abang tinggal yang bayar." Ucap Alpha dengan royal. Berasa semua uang yang dikeluarkanya adalah miliknya pribadi. Bukankah sudah jelas bahwa uang tersebut milik Alfa?     

"Oke deh. Aku mau makan seafood!" Sheila langsung bergegas menggandeng tangan Tata dan Alpha untukengunjungi restourant favoritnya. Hari ini yang terlihat paling bersemangat adalah Sheila. Setelah memasuki restourant tersebut, salah satu pelayan mendatangi mereka dengan membawakan daftar menu.     

"Aku pesen... Cumi saus tiramnya satu, udang goreng tepung satu, kerang hijau saus tauco kesukaanku. Oh ya, untuk minumnya aku pilih es jeruk aja deh." Ucap Sheila memesan makananyan. Mumpung gratis. Alpha hanya tersenyum mendengar semua pesanan dari Sheila.     

"Aku pesen Udang saus tiram aja. Pake nasi ya mbak. Sama minumnya es jeruk." Pesan Tata.     

"Ku juga pake nasi, mbak" Sahut Sheila setelah tersadar Ia belum memesan nasi.     

"Sa-Gue kepiting saus tiram satu sama minumnya es jeruk juga." Ucap Alpha yang memesan kepiting karena gambarnya yang menarik.     

Setelah menunggu beberapa menit, pesanan merekapun datang. Sesungguhnya pesanan yang dipesan Sheila dimakan untuk bebarengan, kecuali cumi saus tiram. Mereka melahap makanan itu dengan sangat nikmat. Tanpa banyak bicara mereka memasukan makananya kedalam mulit mereka masing-masing. Namun, beda dengan Alpha. Ia justru terlihat kebingungan bagaimana cara memakan kepiting, karena kulit kepiting yang begitu keras.     

"Aduh!" Ucap Alpha mengadu saat dirinya mencoba menggigit cangkang kepiting.     

"Dibuka dulung dong, Fa!" Ucap Tata saat melihat Alpha yang menggigit cangkang itu.     

"Sheila juga merasa aneh saat abang pesen kepiting. Bukanya Abang paling gak suka makan kepiting? Soalnya ribetkan?" Tanya Sheila.     

"Abang pingin nyoba, entahlah hari ini abang ingin saja makan kepiting. Emangnya salah?" Ucap Alpha penuh drama.     

"Enggak juga sih. Yaudah sini, Sheila kupasin!" Untung Sheila juga perhatian kepada Alpha.     

***     

Diruangan Alfa, setelah Ia menghabiskan makananya Ia hanya terduduk di tepi ranjang. Dirinya bingung hendak melakukan apa karena tanganya yang terantai tak mungkin membuatnya kabur dari sana. Belum juga kekuatanya yang tak bisa digunakan di ruangan itu.     

Klaaang     

"Cih, ni anak kampret ternyata dateng juga." Gumam Alfa setelah mendengar pintunya yang terbuka dengan menampilkan sesosok pemuda.     

"Halo, Alfaeyza Alexander. Lama kita tak jumpa. Btw, gue denger lo ngomong apa barusan." Suara itu berasal dari seorang pemuda yang seumuran dengan Alfa. Kini, tangan pemuda itu membawa sebuah bius.     

"Hem, Sikap lo yang munafik itu masuk ke mata gue, anjir!" Ucap Alfa selalu frontal, begitu melihat sikap Dean yang seperti ini.     

Whops, Dean melayangkan tendanganya. Beruntung Alfa dapat menghindarinya, Tapi, Ia tak cukup bisa bergerak bebas jika Dean melayangkan semua tinjuan serta tendanganya.     

"Masih lincah aja lo!" Puji Dean melihat pergerakan reflek dari Alfa yang begitu cepat. Ia tersenyum sinis. Perlahan Dean mlangkah kedepan, guna mendekati Alfa. Alfa tak bisa menjauh dong.     

Buagh. Alfa berhasil menendang perut Dean saat Dean hendak melayangkan pukulanya. Dean tertunduk dengan memegangi perutnya yang kram. Kepala Dean yang semula menunduk perlahan terangkat dengan senyuman yang lebih mengembang di wajahnya.     

"Segini doang? Bangsat!" Remeh Dean seraya berlari mendekati Alfa dan Meninjunya mengenai pelipis Alfa, kemudian menendang perut Alfa, sehingga tubuh Alfa terbentur tembok samping ranjangnya. Tanpa basa basi, Dean menyuntikan bius kepada Alfa. Sesaat Alfa memberikan pukulanya, namun tak sekuat tadi karena dengan cepat biusan itu menjalar ke tubuh Alfa.     

Dean kemudian membanting tubuh Alfa ke ranjang sehingga posisi Alfa kini tengkurap, tangan kanan Alfa berada dibawahnya karena tanganya itu yang terikat di samping ranjangnya. Alfa masih tersadar, bius itu hanya melumpuhkan bukan bius untuk menidurkan.     

"Akh..." Rintih Alfa setelah Dean duduk diatas punggung Alfa, Alfa meringis karena punggungnya masih terasa perih akibat cambukan Deny, dan sekarang dengan malangnya punggung itu diduduki.     

Dean kemudian mengeluarkan pisau lipatnya dari kantong celananya. Dan menggores lengan Alfa dengan pisaunya itu. Hanya sedikit, tapi luka itu sangatlah perih.     

"Cih, lo beraninya pake biusan! Dasar pengecut!" Ucap Alfa meremehkan.     

"Ya, terserah lo. Anggap ini reuni dari kita setelah sekian lama. Oh ya, gue bisa lho dateng tiap hari untuk menyiksa lo." Ucap Dean tanpa tersulut emosi. Dengan sengaja kemudian Dean menekan luka di lengan Alfa.     

"Akh..." Rintih Alfa nyaris tak bersuara.     

"Gue ada alasan lho buat nyiksa lo. Mau tahu gak?" Tanya Dean. Alfa hanya terdiam kemudian berdehem singkat.     

"Gue bisa nyiksa lo tiap hari, dengan alasan ngebantu bokap gue supaya lo mau kerjasama sama bokap gue." Jelas Dean.     

"Anjay, keren juga alasan lo." Puji Alfa dengan menahan rasa sakit yang menjulur di bagian lengan hingga punggungnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.