DUPLICATE.

AMARAH



AMARAH

0Setelah sampai di parkiran sekolah, Alpha dan Sheila bergegas untuk turun. Mereka kemudian berpisah saat di lapangan utama karena kelas mereka yang berbeda. Saat di perjalanan menuju ke kelas, Alpha bertemu dengan Leo yang menatapnya dengan intens. Alpha yang menyadari tengah ditatap oleh Leo membuatnya kebingungan, sontak Alpha menyapa Leo walau sebenarnya Alpha belum kenal dengan Leo, hanya sebatas mengingat Leo, saat Leo berbicara dengan Sheila waktu itu.     
0

"Eh, bukanya Lo yang kemarin bicara sama Sheila ya? didepan kelasnya Sheila kan? Gue kemarin mau nyapa lo, tapi gak dibolehin sama temen gue." Sapa Alpha dengan berbicara panjang lebar tak seperti Alfa. Sedangkan Leo dibuat kaget olehnya. Seperti biasa, Leo selalu menunjukan wajah datar dan dinginya, kepada siapapun itu. Sepertinya hidupnya memang terasa dingin dan datar.     

"Oh, jadi Sheila itu adek lo?" Leo justru balik tanya ke Alpha. Ucapanya pun singkat nan dingin.     

"Iya." Ucap Alpha dengan singkat, tak kalah dingin dan cengengesan. Alpha belajar bahasa Alfa semalam saat Alfa menjawab semua pertanyaan Alpha. Mungkin yang ditangkap Alpha bahwa Alfa adalah orang yang cengengesan. Padahal Alfa akan begitu jika bersama orang yang dekat denganya.     

Tiga detik setelah Alpha bicara. Tiba-tiba saja Leo pergi meninggalkan Alpha yang kini menatap kepergian Leo tanpa basa-basi lagi. Alpha keheranan dan bertanya, apakah wajah tu anak selalu saja datar? walaupun sama kakak kelasnya sendiri? Alpha menyesal telah menyapa Leo, Akhirnya Alpha gak terlalu ambil pusing dengan sikap Leo.     

"Alfa!" Panggil Tata dari arah belakang Alpha, seketika itu pula Tata membuyarkan pandangan Alpha dari punggung Leo yang kian menjauh.     

"Kok lo gak jemput gue sih? Untung feeling gue kuat jadinya gue naik ojol." Ucap Tata dengan memukul bahu Alpha. Alphapun memegangi bahunya setelah meringis kesakitan. Kini, pandangan Alpha sepenuhnya menghadap ke arah Tata.     

"Aduh, sakit. Gue lupa, Ta. Lagian tadi Sheila juga gak ngingetin gue. Jadinya gue langsung aja ke sekolah." Balas Alpha dengan sejujur-jujurnya.     

"Oh, jadi gitu? Sekarang udah gak inget sama gue? Udah ngelupain ini ceritanya? Yaudah, gue pergi. Bye!" Ucap Tata kemudian pergi mendahului Alpha yang masih berdiri ditempat.     

"Ternyata sikap orang murni pada kayak gitu ya. Untung saya buatan, jadinya gak terlalu mengenal emosi. Ta-tapi gue iri." Batin Alpha. Ia memang belum begitu paham dengan semuanya, termasuk emosi yang ada di dirinya. Bukankah sudah jelas bahwa rasa iri juga termasuk emosi.     

Alpha kemudian menyusul Tata untuk ke kelas. Saat sampai di Kelas, Tata menjadi seorang yang diem dan tidak menjalin komunikasi dengan Alpha. Alpha juga tak ada niatan untuk membujuknya.     

Tata selalu saja terdiam. Bahkan, saat Tata, Bagas, Alpha dan Dika ke kantin, Tata seperti menganggap keberadaan Alpha adalah maya. Alpha semakin kebingungan. Apakah ucapanya benar-benar menyakiti hatinya? sampai-sampai Ia tak di anggal oleh Tata.     

"Tata!"     

"TATA AFITA!" Teriak Bu Inggit selaku guru matematika membuat Tata untuk membuyarkan lamunanya.     

"Eh iya bu?" Jawab Tata spontan. Seluruh pandangan temanya mengarak ke Tata.     

"Kamu gak memperhatikan penjelasan saya ya?" Tanya guru itu.     

"Memperhatikan bu." Jawab singkat Tata.     

"Coba kerjakan materi di depan!" Perintah guru itu.     

"Mampus!" Umpat Tata dengan suara bergumam. Alphapun mendengarnya.     

Saat Tata hendak berdiri dan berjalan, kakinya justru kepentok Kursi.     

"Aduh duh." Erang Tata, sontak seisi kelas menertawainya kecuali Alpha. Alpha hendak menolongnya, tapi pertolongan itu tak diindahkan Tata.     

"Gak usah bantu gue! Gue bisa sendiri!" Ucap Tata. Seketika itu Tata berjalan dengan kaki kiri yang ditahan rasa sakitnya. Segera Tata menjawab soal dari Bu Inggit, beruntung Ia telah paham dengan materi yang sedang di bahas. Setelah menyelesaikan soal tersebut Tata kemudian kembali duduk di sebelah Alpha.     

"Maaf." Ucap Alpha dengan lirih, Tata mendengarnya. Namun, Tata mengabaikanya karena mungkin itu bukan untuk dirinya.     

***     

Dirumah sendirian membuat Alfa menjadi seorang raja. Ia memanfaatkan kepergian bibinya yang sedang berbelanja ke pasar, membuat Alfa dapat keluar kamar dengan bebas. Saat menuruni tangga, Alfa berjoget tanpa diiringi musik, Ia bernyanyi dan berjoget ala-ala sedang berlangsungnya konser untuk Alfaeyza Alexander.     

Alfa kemudian pergi ke dapur dan mengambil banyak makanan disana, ada pula coklat dan minuman bersoda. Semua yang namanya makanan dan minuman Ia bawa ke dalam kamarnya.     

Setelah di kamar, Alfa menyalakan play stationya untuk menghibur dirinya sendiri dan merayakan kebebasan setelah bosan berada di ruangan milik tuan Federick.     

Tak hanya itu, Alfa juga pergi meninggalkan rumah memakai motor miliknya yang sudah dibawa kembali oleh Alpha. Alfa berkeliling kota tanpa membawa apa-apa. Ia lupa kalau semua dompet bahkan hp masih dibawa oleh Alpha.     

Saat Alfa berhenti di lampu merah, Ia tidak menyadari bahwa seseorang disebelahnya sedang mengamatinya dengan detail. Pandangan Alfa mengarah ke depan dan sesekali menggerakan tanganya dan bersenandung di atas motornya.     

"Saya sudah menemukan Alfa." Ucap orang itu masih setia memperhatikan Alfa.     

Alfapun mendengarnya dan segera menoleh ke kanan, tetapi orang itu telah melajukan motornya karena lampu sudah beganti hijau. Alfapun tak begitu memikirkanya. Kemungkinan ini hanya firasatnya saja. Segera Alfa juga melajukan motornya setelah banyak pengendara dibelakangnya membunyikan klakson.     

Setelah puas dan letih tanpa adanya tujuan saat mengendarai motor, Alfa kembali lagi ke rumah dan langsung bergegas menuju kamar. Setelah Alfa sampai ke kamar ternyata Bibi juga baru sampai rumah.     

***     

Bel pergantian pelajaran telah berbunyi. Bu Inggit juga sudah keluar, mereka tinggal menunggu guru selanjutnya untuk mengajar. Para siswa mulai aktif jika kelas kosong sementara. Hal ini dimanfaatkan oleh Alpha untuk meminta maaf.     

"Ta, Maafin gue." Ucap Alpha yang kini menghadap ke Tata.     

"Hm." Jawab Tata singkat tanpa mengarah ke Alpha. Tata mengarahkan pandanganya kesembarang tempat kecuali mengarah ke Alpha.     

"Lo marah gara-gara omongan gue tadi pagi?" Tanya Alpha memastikan apakah Tata kesal karena sikapnya.     

"Bukan hanya itu, itu urusan lo. Gue marah karena gue yakin kalau lo bukanlah Alfaeyza Alexander. Karena sikap Alfa gak kayak lo. Walaupun omongan lo pakai lo gue ataupun sikap lo yang berusaha menyamain Alfa. Tapi gue yakin karena gue ngenal Alfa dengan jelas." Ucap Tata yang seketika membuat Alpha terdiam.     

"Maaf," Hanya ada ucapan itu yang keluar dari mulut Alpha. Alpha juga tak bisa memberikan argumen. Ia kemudian mengarahkan pandangnya ke depan seperti semula, setelah guru mata pelajaran pada jam ini memasuki kelas mereka.     

Tata hanya tersenyum renyah mendengar ucapan maaf dari Alpha. Seketika itu pula dirinya lebih memaafkan Alpha.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.