1912-1932: I Love You, Maria Van Der Wijk

Rencana Arya, Rencana Hermand



Rencana Arya, Rencana Hermand

0"Kau kenapa?" tanya kakek keheranan. Ia menyodorkan air minum di gelas kepada cucu kesayangannya. Arya menerima gelas itu dan minum buru-buru.     
0

Astaga.. apa barusan kata kakeknya? Mencarikannya istri? Memangnya kakek pikir Arya membutuhkan wanita untuk mengurusinya di Batavia? Mengurusi apa? Sekarang ia sudah bisa beres-beres rumah, bahkan memasak.     

Hermand hanya bisa menahan tawa melihat reaksi sahabatnya. Tepat inilah yang tadi ia bahas bersama Arya di dapur saat sedang membantunya memasak. Laki-laki di tanah pribumi ini memperlakukan perempuan seperti pembantu lelaki.     

Posisi wanita setelah mereka akil balig adalah untuk membantu suaminya mengurus dapur, sumur, dan kasur. Memasak, mencuci, dan berhubungan seks.     

"Aku tidak kenapa-kenapa, Kakek. Barusan aku tersedak tulang ikan," kata Arya. Ia melirik Maria yang duduk di sebelahnya dan makan dengan tenang tanpa mempedulikan mereka.     

Kalau ia berhasil diterima masuk ke GHS, ia akan berusaha membawa Maria bersamanya. Ia akan memikirkan alasannya. Tentu bukan untuk mengurusinya, tetapi agar Maria aman dari keluarganya.     

Arya sama sekali tidak mau menikah dengan gadis mana pun. Ahem... mungkin kalau suatu hari nanti ia bisa menikah dengan Maria, ia akan dengan senang hati melakukannya. Tetapi tidak dengan yang lain.     

***     

Mereka menginap di rumah peristirahatan kakek pada akhir pekan itu. Hermand menginap di kamar Arya dan mereka mengobrol sebelum tidur. Kehidupan di pedesaan ternyata sangat menarik minat Hermand. Ia banyak bertanya tentang cara-cara petani hidup, sistem pemerintahan lokal di bawah bupati, wedana, dan sebagainya.     

Keesokan harinya, mereka diizinkan untuk berjalan-jalan ke kampung di dekat rumah kakek. Di sana ada perkebunan teh yang sangat luas milik beberapa pengusaha Belanda. Pemandangan kebun teh dengan latar belakang pegunungan dan beberapa air terjun yang mengalir turun dari tebing tampak sangat indah.     

"Tempat ini cantik sekali," komentar Hermand. "Rasanya aku ingin juga punya rumah peristirahatan di Ciwidey. Nanti aku akan bilang ayah."     

"Bagus sekali kalau kalian juga punya rumah peristirahatan di sini. Nanti kalau aku sedang di sini, kita bisa bertemu dan bermain bersama," kata Arya. "Udaranya masih sangat bersih dan segar. Aku juga senang berada di sini."     

"Kalau kami punya rumah di sini, kau bisa menitipkan Maria kepada kami kalau kau sedang bekerja," kata Hermand. "Aku akan menjaganya dengan baik"     

Arya terdiam mendengar kata-kata Hermand. Ia tahu sahabatnya itu menyukai Maria dan sebenarnya Arya tidak rela kalau Hermand banyak menghabiskan waktu dengan Maria. Namun, selama mereka masih berada di Bandung dan tinggal bersama keluarganya. Ia merasa jika Maria tinggal bersama Hermand jauh lebih baik daripada tinggal bersama ibunya.     

"Terima kasih," Arya hanya bisa menjawab lesu.     

Hermand memukul bahunya. "Ngomong-ngomong, kau benar mau kuliah kedokteran? Kau kan tidak suka sekolah?"     

Arya menghela napas. "Aku tidak suka sekolah, tetapi Maria sangat berbakat dan ia seharusnya bisa menjadi dokter. Tetapi sayangnya dia perempuan, dan keluargaku tidak akan mengizinkannya kuliah. Kurasa, kalau aku yang kuliah, aku akan bisa membagikan pengetahuan yang kuperoleh di sekolah kepadanya. Ia akan senang."     

Hermand tercengang mendengar kata-kata Arya. Entah kenapa ia kembali merasa kalah.     

Arya selalu selangkah lebih maju darinya dalam urusan Maria.     

Arya rela belajar mati-matian agar bisa masuk kuliah kedokteran di GHS supaya Maria bisa ikut belajar bersamanya.     

Sementara dirinya? Apa yang dapat ia berikan kepada Maria?     

Ia mengerling ke samping dan mengamati Maria yang sedang duduk diam di sudut dangau memperhatikan kebun teh cantik di depannya. Pandangan matanya tampak berkilauan penuh minat. Sepertinya Maria sedang memikirkan sesuatu yang menarik.     

"Aku bisa mencoba menanyakan kepada ayahku, apakah ia bisa memberikan rekomendasi untuk Maria agar dapat kuliah ke negeri Belanda dengan beasiswa," kata Hermand tiba-tiba. Ia menoleh kepada Arya. "Setelah lulus HBS aku akan pulang ke Haarlem dan masuk akademi militer. Kalau Maria bisa kuliah kedokteran di Belanda, aku bisa membawanya bersamaku. Di sana aku bisa membantunya. Kau bisa mempercayakan Maria kepadaku."     

Arya tertegun. Mempercayakan Maria kepada Hermand hingga ke negeri Belanda?     

Ia sangat menyukai Hermand dan ia merelakan Maria tinggal di rumah Hermand saat ia harus bekerja di rumah kakek saat akhir pekan. Namun, ia tidak tahu apakah ia dapat merelakan Maria ke Belanda berdua saja dengan Hermand...     

Tetapi, bantuan rekomendasi dari ayah Hermand, seorang residen, tentu akan sangat penting artinya bagi Maria. Ayah Hermand dapat melakukan hal besar yang bahkan jauh di luar jangkauan Arya.     

Maria sangat membutuhkan rekomendasi itu dan beasiswanya. Kalau ia tetap tinggal di Jawa, maka nasibnya sudah pasti akan menjadi seperti burung dalam sangkar. Ia harus menerima bahwa ia tidak akan pernah dapat kuliah dan suatu hari nanti keluarganya akan memaksanya menikah dengan lelaki pilihan mereka.     

Arya ikut mengerling dan menatap Maria dengan pandangan dipenuhi keresahan. Ia tahu bahwa jika ia harus memilih, ia pasti akan memilih apa yang terbaik bagi Maria.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.