The Lost Love

Penyakit Rindu



Penyakit Rindu

Bukan lagi rasa bahagia yang kini meluap di dalam hati Kenzo setelah pernyataan cintanya membuahkan hasil yang dia inginkan. Seorang wanita yang membuatnya jatuh hati pada pandangan pertama, memiliki perasaan yang sama sepertinya.     

Statusnya saat ini bukan lagi laki-laki jomblo yang terkadang menjadi bahan ejekan dan candaan para sahabatnya di sekolah. Setelah dia sampai di kedai untuk membantu ayahnya kembali, dia terus saja menebar senyuman manis dan ramah, tapi terlihat seolah dia sedang memenangkan lotre dan sebuah permainan.     

Ayah dan ibu nya menyelidik, memperhatikannya diam-diam ketika Kenzo melayani para pengunjung seraya menari-nari dan bernyanyi lagu-lagu yang menandakan hatinya sedang bahagia luar biasa.     

"Pak, lihat anak kita. Ada apa dengannya hari ini?" tanya sang ibu pada ayah Kenzo.     

Ayah Kenzo tersenyum melihat sejenak ke arah Kenzo yang memang tampak sangat bahagia, "Akh… Seperti kita tidak pernah muda saja, bu."     

Sang istri mendelikkan kedua matanya menatap wajah sang suami, lalu tersipu malu ketika memahami apa maksud perkataan suaminya itu.     

Sedang di tempat lain, sama halnya dengan Alona yang kini bahagia dan selalu menebar senyuman dengan wajah yang bersemu merah, membuat sang ayah yang menatapnya bertanya-tanya heran.     

"Alona…" panggil sang ayah padanya setelah Alona baru saja menyuguhkan kopi hangat untuknya.     

"Ya, ayah?" jawab spontan Alona ketika mendengar suara ayahnya dan langsung menghampiri ayahnya yang tengah duduk di teras depan.     

"Ayah lihat kau hari ini tampak sangat bahagia," ucap sang ayah ketika Alona sudah duduk di sampingnya.     

"Ah, ayah. Tidak, aku hanya menikmati hari pertamaku dengan cerita baru."     

"Oh, ya? Apa itu?" tanya sang ayah ingin tahu.     

Alona terdiam sejenak, dia tidak mungkin memberitahu sang ayah jika saat ini dia sudah memiliki kekasih. Dan hal ini adalah yang pertama kalinya dia menerima seorang lelaki sebagai kekasihnya, setelah selama ini cukup banyak laki-laki yang mendekatinya dan memintanya untuk menjadi kekasihnya.     

"Eh… Bukan apa-apa, ayah. Aku hanya sedang bahagia karena hari ini di sekolah aku mendapat nilai bagus," jawab Alona mengelak. Dia terpaksa berbohong pada ayahnya.     

"Hem… Ya ya, ayah senang mendengarnya. Kau selalu mendapat nilai bagus di sekolah, sebentar lagi kau akan lulus. Dan kau harus mengejar cita-cita dan impianmu untuk bisa bekerja di tempat yang layak,"     

"I...iya, ayah." Alona tampak gugup menjawabnya.     

"Ya sudah, pergilah tidur! Ini sudah waktunya kau istirahat, besok kau masih harus pergi ke sekolah."     

"Ya, ayah. Aku ke kamar, ayah juga. Jangan selalu begadang, jaga kesehatan ayah."     

Sang ayah tersenyum menganggukkan kepalanya, lalu kemudian Alona beranjak pergi menuju kamarnya. Sampai di kamar, dia langsung menuju kamar mandi untuk mencuci wajahnya, dan membersihkan beberapa anggota tubuhnya sebelum ia beranjak tidur. Hal itu biasa dia lakukan setiap kali sesaat sebelum dia tidur. Oleh karena itu, wajah nya selalu bersih dan cantik tentunya.     

Usai membersihkan wajahnya, Alona beranjak menuju tempat tidurnya. Tatapannya tertuju pada ponsel yang dia letak kan sejak tadi di meja belajarnya, dia langsung saja meraihnya untuk memastikan jika mungkin saja sebuah pesan mendarat dari seseorang yang sejak tadi membuatnya selalu tersenyum sendiri.     

'Kau sudah tidur?'     

Begitu Alona membaca sebuah pesan singkat yang benar-benar mendarat di ponselnya, tentu saja itu dari Kenzo dan membuatnya langsung saja tersipu malu.     

'Belum, kau?'     

Balas singkat Alona. Dia baru saja hendak menaikkan kedua kakinya ke atas kasur dan merebahkan tubuhnya, namun sebuah balasan pesan singkat dari Kenzo sudah mendarat kembali di ponselnya.     

'Aku tidak bisa tidur, sepertinya penyakitku kambuh.'     

Alona terkesiap ketika membaca balasan Kenzo yang demikian. Dia merasa sedikit takut seraya bergumam, kenapa sebelumnya Kenzo tidak memberitahunya jika dia sedang sakit?     

"Halo, Ken. Apa kau baik-baik saja?" tanya Alona dengan panik ketika panggilan telepon yang dia lakukan langsung saja terhubung pada Kenzo.     

"Tidak, sepertinya aku semakin tidak baik-baik saja." Kenzo kembali mengerjainya dari seberang sana.     

"Kenapa kau tidak memberitahuku sebelumnya jika kau sakit,"     

"Tunggu, penyakitku ini langka. Obatnya sangat sukar di dapatkan," sahut Kenzo kembali. Sambil menahan tawanya untuk tidak terdengar oleh Alona, bahwa dia sedang mengerjainya.     

Kenzo tidak tahu, jika saat ini Alona begitu tampak sedih. Alona berpikir jika mungkin saja penyakit Kenzo benar-benar sangat parah.     

"Halo, Alona… Kau masih mendengarku?" panggil Kenzo untuk memastikan jika panggilannya masih tersambung setelah dia merasakan keheningan dari seberang sana.     

"Ah, ya. Aku masih mendengarnya, maafkan aku Ken. Kau pasti merasa sakit malam ini, aku tidak bisa menemanimu disana."     

Kenzo terdiam sesaat setelah mendengar nada suara Alona yang terdengar sedih, dia jadi tidak tega untuk melanjutkan kejahilannya mengerjai Alona.     

"Hem, tapi sepertinya setelah mendengar suaramu penyakitku sedikit mereda."     

"Aakh, Kenzo… Ayolah, jangan bercanda di saat seperti ini," ujar Alona merengek manja.     

"Aku serius. Karena penyakitku ini, adalah Rindu."     

Sontak saja Alona kembali terdiam sejenak, dia mencoba menelaah ucapan Kenzo barusan, setelah benar-benar menyadarinya, dia langsung saja mendelikkan kedua matanya.     

"Kenzo! Kau menyebalkan, kenapa sih selalu saja mengerjai ku seperti ini, kau puas sekarang sudah berhasil membuatku takut?" Alona mulai mengomel di ujung ponselnya itu.     

"Pffttt… Hahaha, aaaakh… Rasanya sangat menyenangkan mendengarmu penuh dengan ketakutan seperti tadi, itu artinya kau benar-benar ingin aku selalu ada di sisimu."     

"Bercandamu tidak lucu!"     

"Aku serius. Sepertinya itu memang penyakit yang akan menyerangku mulai detik ini, penyakit rindu. Rindu untuk bisa melihatmu kembali," ucapan Kenzo terdengar serius dari seberang sana.     

Alona mulai tersenyum, ada rasa yang tak biasa menyelinap di dalam hatinya. Rasa bukan sekedar bahagia saja, ini lebih dari itu.     

"Tidurlah, besok kita harus ke sekolah. Tidurlah yang nyenyak, kau pasti sangat lelah setelah membantu ayahmu bekerja."     

"Hem, baiklah. Tapi rasa lelahku sudah sedikit berkurang setelah mendengar suaramu, Alona."     

"Ih, Ken. Berhenti menggombal, sudahlah! Selamat tidur, Ken. Mimpi indah," ujar Alona mengalihkan untuk membuatnya segera berhenti dari perasaan campur aduk yang menguasai hatinya saat ini.     

"Hem, selamat tidur juga, Alona. Mimpi indah, tidur yang nyenyak, wanitaku!"     

Alona tak kuasa lagi menjawabnya setelah mendengar ucapan dari Kenzo barusan, dia langsung saja mematikan panggilan teleponnya seraya memegangi bagian dadanya yang terasa sesak oleh detak jantungnya yang terus saja kian cepat.     

Sementara Kenzo, menatap langit-langit kamarnya seraya terlentang merebahkan tubuhnya di atas kasur. Seolah di langit-langit kamarnya, kini sedang terbayang wajah Alona yang tersenyum manis padanya.     

"Selamat tidur, Alona…" ucapnya kembali dengan lirih.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.