The Lost Love

Kabur dari rumah (2)



Kabur dari rumah (2)

0Seketika Kenzo menggendong Alona, dia begitu panik dan cemas membawa Alona ke dalam rumahnya seraya berteriak memanggil sang nenek.      0

"Nek... Nenek... Bantu Kenzo, Nek..." panggil Kenzo dengan panik.     

Sang nenek yang tengah asyik menonton TV di ruang tengah seketika berlari terbirit-birit menghampiri Kenzo di ruang tamu. Lalu di susul kemudian oleh Sinta yang juga terkejut mendengar suara Kenzo.     

"Ada apa?" tanya sang nenek.     

"Alona?" sang nenek tampak sangat terkejut.     

"Ya ampun..." Sinta turut terkejut sambil menutup mulutnya, dan satu tangannya mengelus perut buncitnya.     

"Nek, tolong ambilkan air putih." Kenzo benar-benar panik sambil menggosok-gosok telapak tangan Alona.     

Sang nenek melangkah gesit menuju ke arah dapur untuk mengambil segelas air putih. Lalu dengan langkah terburu-buru kembali menghampiri dan memberikan segelas air putih itu pada Alona.     

Kenzo meraih dengan cepat dan dengan gemetaran, lantas mencoba memercikkan air itu ke arah wajah Alona.     

"Alona... Sayang, bangunlah..." Kenzo kembali menggosok-gosok telapak tangan Alona.     

Sang nenek ikut serta melakukan hal yang dilakukan oleh Kenzo pada Alona. Sesaat kemudian, Alona tersadar dengan napas yang terputus-putus.     

Dia melihat sekeliling ruangan, dilihatnya Kenzo dan nenek serta Sinta yang mengelilingnya. Alona tersentak lantas beranjak bangun seketika.     

"Nak, minum dulu!" ujar sang nenek sambil memberinya segelas air.     

Alona menurut dan menyesap sisi gelas dan meneguk sekali minum air putih yang diberikan nenek Kenzo.     

"Sayang, ada apa? Kenapa kau..."     

"Tasku? Dimana tasku?" Alona memotong pertanyaan Kenzo dengan bertanya hal yang dianggap konyol oleh Kenzo.     

"Apa? Tas? Oh my God, kau..."     

"Ken, pergilah ambil tas Alona. Dimana dia meninggalkannya?" ujar sang nenek menyela.     

Kenzo beranjak bangun, seraya melangkah keluar dengan cepat untuk meraih tas rangsel Alona yang tertinggal di halaman depan. Kenzo kian merasa cemas setelah melihat tas rangsel yang di bawa Alona tampak penuh dengan pakaian.     

Kenzo menepis segala pertanyaan yang muncul di benaknya, dia hanya ingin segera memastikan keadaan Alona saat ini di dalam rumahnya.     

"Alona, apa yang terjadi, Nak?" tanya nenek Kenzo dengan lembut dan sangat hati-hati.     

"Nenek, kak Sinta... Bolehkah Alona menginap di sini malam ini?" tanya Alona dengan wajah memelas.     

Sang nenek dan Sinta saling melihat satu sama lain. "Emh... Apakah kau kabur dari rumah, Sayang?" tanya Sinta melanjutkan.     

"Kak..." panggil Kenzo setelah kembali ke dalam ruangan.     

Alona menoleh begitu Kenzo masuk ke dalam ruangan menghampirinya kembali dengan membawa tas rangsel milik Alona.     

"Ken, bolehkah aku menginap disini? Tak apa meski aku tidur di sofa ini," ujar Alona pada Kenzo.     

Kenzo meletakkan tas rangsel milik Alona, lantas dia mengangguk dengan pelan sambil menatap lekat wajah Alona. Sehingga Alona tersenyum tipis begitu Kenzo mengiyakannya.     

Sang nenek tercengang, dia seakan kehabisan kata. Dia tentu sangat shock, sehingga dia hanya bisa diam saja menatap Alona, begitupun Sinta.     

Sesaat kemudian, Ervan datang dan langsung saja melangkah masuk ke dalam ruangan setelah mengucap salam. Kini giliran Ervan yang tampak shock melihat semuanya berkumpul bersama di ruang tamu.     

"Oh, ada apa? Apakah terjadi..." ucapan Ervan terhenti saat melihat Alona. "Alona, bagaimana bisa kau..."     

"Kak, biarkan Alona tenang dulu." Kenzo kembali menyela.     

Ervan terdiam, dia tampak kebingungan menatap wajah semua orang yang ada di ruangan itu.     

"Nak, kau sudah makan?" tanya nenek Kenzo kemudian.     

Alona menundukkan kepalanya, karena dia memang belum mengisi perutnya sejak siang tadi.     

"Nenek akan mengambilkan makan untukmu, Nak." sang nenek beranjak pergi kembali menuju ke dapur sembari meraih sisa makan malam tadi. Dia memang biasa menyisakan menu makan malam di meja makan.     

Sinta pun pergi menyusul sang nenek. "Nek, bagaimana bisa kita membiarkan Alona bermalam disini?" tanya Sinta dengan cemas.     

"Tenanglah dulu, kau sedang hamil. Ingat itu, biar ini menjadi urusan mereka berdua. Tampaknya Alona baru saja sengaja melarikan diri dari rumahnya."     

Sinta tampak frustasi dengan memegangi kepalanya beberapa kali. Lalu sang nenek kembali ke ruang tengah untuk memberikan makanan untuk Alona. Setelah itu, sang nenek memberikannya kepada Kenzo.     

"Suapi Alona, mungkin jika kau menyuapinya dia akan makan dengan lahap." sang nenek tersenyum lembut menatap wajah Kenzo.     

Entah kenapa Kenzo melihat wajah sang nenek tampak senang, atau mungkin lebih bahagia malam ini meski dia tahu Alona datang ke rumah itu dengan cara yang konyol.     

"Ervan, kau pergilah ke kamar. Biarkan Alona makan dulu dengan ditemani Kenzo, Sinta... Kau juga masuk," titah sang nenek.     

Ervan dan Sinta menurut meski mereka dilanda rasa penasaran yang menggebu-gebu. Mereka pun pergi dari hadapan sang nenek dan Kenzo juga Alona yang kini masih duduk di atas sofa dengan wajah pucat pasi.     

"Nek, terima kasih..." ucap Alona.     

Sang nenek tersenyum, lalu duduk di depannya. Sedang Kenzo mulai menyuapinya, Alona menolak sejenak. Dia enggan membuka mulutnya untuk menerima suapan Alona.     

"Aku tidak lapar," ujar Alona.     

"Nak, kau harus makan. Kalau kau tidak makan, kau akan kehilangan kesadaranmu lagi seperti tadi. Ayo, buka mulutmu!" pinta sang nenek dengan lembut.     

"Makanlah, aku akan menyuapimu. Aku disini, jangan takut... Jangan pikirkan apapun lagi, oke?" ujar Kenzo kemudian.     

Alona pun membuka mulutnya dengan paksa. Dia mengunyah pelan makanan yang Kenzo berikan untuknya. Perlahan Alona mulai lahap hingga menghabiskan semua makanan yang di siapkan oleh nenek Kenzo.     

Sesaat tampak hening setelah Alona meneguk segelas air putih, dia merasa kenyang dan kembali bertenaga. Dia melihat nenek Kenzo kembali mengulas senyuman padanya.     

"Istirahatlah, kau mau tidur bersama nenek di kamar?" tanya sang nenek pada Alona.     

Alona kikuk, dia terkesiap juga kebingungan.     

"Nek, bisakah dia tidur di kamarku saja? Mungkin dia akan lebih merasa nyaman, aku akan tidur di sofa saja malam ini."     

"Tapi, Ken..."     

"Tak apa, aku bisa tidur dimana saja. Kau tidurlah di kamarku," titah Kenzo menyela ucapan Alona.     

Sang nenek menatap wajah Kenzo, lalu beralih menatap wajah Alona yang menatap sendu wajah Kenzo. Sang nenek menghela napas panjang, dia hanya berharap apa yang dia khawatirkan saat ini tidak akan benar-benar terjadi.     

"Baiklah, kau tidur di kamar Kenzo saja. Kalau begitu, nenek akan ke kamar. Jangan biarkan Alona begadang malam ini, Ken!" pinta sang nenek.     

"Iya, Nek!" jawab Kenzo singkat dengan nada serius.     

Sang nenek pun beranjak pergi, Alona kembali menatap wajah Kenzo dengan sendu. Kenzo pun membalas tatapannya ke arah Alona, dia mengerutkan bibirnya.     

"Ken..."     

"Sssttt... Jangan katakan apapun dulu, aku hanya butuh satu jawaban kepastian darimu, Alona!" sahut Kenzo menyela.     

"Katakan! Aku akan menjawabnya."     

"Apakah kau sudah memikirkan apa yang kau lakukan ini, Alona?"     

"Bukankah kau bilang kau akan mempercayaiku? Kau akan menerimaku dan kau akan tetap disisiku?" sahut Alona dengan mengembalikan sebuah tanya pada Kenzo.     

Kenzo terdiam, mengatupkan kedua bibirnya lantas menarik tubuh Alona ke dalam pelukanya. Dia mengecup ujung kepala Alona kemudian, mengusap lembut punggung Alona dengan penuh kasih sayang.     

"Maafkan aku, Ken! Kali ini aku telah memaksa keadaan untuk memihak pada cinta kita, aku telah melangkahi semua sumpah dan janji kita. Aku tidak bisa lagi menahan diri untuk terus menunggu restu dari bapak, terlalu sulit dan menyakitkan."     

"Sssttt... Jangan banyak bicara lagi, jangan memikirkannya lagi, sekarang kau istirahat dulu. Aku akan menemanimu sampai kau tertidur pulas, kebenarannya baru akan kita hadapi esok. Mari, kita bicarakan hal ini esok saja! Tubuhmu butuh istirahat," sahut Kenzo disertai dengan helaan napas berat.     

Alona mengangguk. Karena sejujurnya dia pun lelah, sangat lelah bahkan mulai mengantuk.     

Mereka beranjak bangun, Kenzo memapah Alona memasuki kamar Kenzo. Lantas membantu Alona merebahkan tubuhnya di atas kasur Kenzo, dengan penuh kelembutan Kenzo menyelimuti tubuh Alona.     

Alona menatap sendu wajah Kenzo, yang kemudian duduk di sisi Alona. Mengusap lembut kening Alona, dan tersenyum lembut membalasa pandangan Alona padanya.     

"Ken, maafkan aku..."     

"Hei, kenapa meminta maaf, Sayang? Kau tidak salah," sahut Kenzo menanggapi.     

"Aku mencintaimu, benar-benar mencintimu. Semua membuatku menggila, sampai-sampai aku tidak bisa berpikir dengan jernih saat ini." Alona kembali berbicara dengan lirih sambil memegangi tangan Kenzo lalu mendekapnya dalam pelukan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.