The Lost Love

Keputusan Akhir



Keputusan Akhir

1"Aku juga mencintaimu, Alona. Tidurlah, biarkan pikiranmu istirahat dulu sejenak." Kenzo mengusap lembut tangan Alona ketika melepaskan genggaman Alona, seraya kini mencium kening Alona.      0

Perlahan, Alona memejamkan kedua matanya lalu terlelap bersama tidurnya. Sedang Kenzo, dia masih setia dengan duduk di sisi Alona menemaninya.     

Kenzo menatap wajah Alona yang saat ini sudah terlelap dalam tidurnya. Di perhatikannya wajah sendu nan lugu Alona ketika lelap dalam tidurnya saat ini.     

Perlahan, air mata Kenzo mengalir membasahi pipinya. "Alona, aku tidak menduga bahwa ini yang akan kau lakukan sebagai pencapaian akhir. Aku merasa bersalah dalam hal ini, entah apa yang akan ayahmu lakukan setelah mengetahui kau disini bersamaku."     

Kenzo tak ingin menbangungkan Alona dengan isakan tangisannya itu, lantas dia keluar kamar dengan perlahan melangkahkan kedua kakinya.     

Begitu sampai di luar kamar, dia hendak tidur di sofa. Namun, Ervan sudah lebih dulu duduk di sofa saat ini. Lantas Kenzo melangkah menghampiri Ervan dengan duduk di sofa. Kenzo tampak gugup duduk bersebelahan dengan sang kakak.     

"Bagaimana dengan Alona, Ken?" tanya Ervan.     

"Dia baru saja tidur, Kak." Kenzo menjawab dengan lirih.     

"Lalu?"     

Kenzo menatap sang kakak saat Ervan bertanya demikian dengan singkat. "Lalu?" dia bertanya kembali pada sang kakak.     

"Kau hanya akan diam saja dan membiarkan Alona seperti itu?" tanya Ervan menatap Kenzo dalam-dalam.     

Kenzo membalas tatapan sang kakak dengan cemas. "Apa yang harus aku lakukan, Kak?" Kenzo bertanya dengan suara parau.     

Ervan menarik napasnya dalam-dalam lantas meraih tangan Kenzo lalu di genggamnya, dia tahu betul apa dan bagaimana hati serta pemikirann sang adik saat ini. "Kau sudah dewasa, kau sudah berhak menentukan sendiri apa yang harus kau lakukan untuk hubunganmu dengan Alona saat ini. Apapun yang kau lakukan saat ini, kakak akan mendukungmu," ujar Ervan dengan lembut.     

"Terima kasih, Kak! Kakak selalu ada untukku, selalu mendukungku selama ini."     

"Sudah, istirahatlah dulu. Kau harus tidur, agar pikiranmu tenang."     

Kenzo mengangguk, lantas sang kakak menepuk pelan punggung Kenzo seraya beranjak berdiri menuju kamarnya. Kini hanya tinggal Kenzo seorang diri merebahkan tubuhnya di atas sofa, dia meregangkan tubuhnya yang terasa kaku saat ini. Dia menarik napas dan membuangnya kembali, lalu meletakkan lengan tangannya di atas keningnya seraya memejamkan kedua matanya.     

Baru saja Kenzo terlelap dalam tidur, pagi sudah tiba. Namun, dia merasa begitu berat untuk membuka matanya sehingga dia hanya mencoba merubah posisi tidurnya. Dan mencoba kembali terlelap dalam tidurnya, sementara Alona sudah terbangun dan membersihkan dirinya serta mengganti pakaiannya. Dia telah siap untuk keluar dari kamar Kenzo, namun dia juga malu.     

Dengan pelan Alona membuka pintu kamar Kenzo, lantas melangkah keluar. Dia melihat Kenzo tengah berbaring di sofa, dia hendak menghampiri namun secara bersamaan sang nenek memberikan Alona isyarat dan membuatnya melangkah menghampiri sang nenek dengan canggung.     

"Biarkan dia tidur dulu, sepertinya dia kesulitan tidur semalam."     

"Tapi, Nek… Dia harus bekerja," ujar Alona dengan sedikit cemas.     

Sang nenek tersenyum lembut. "Jangan pikirkan hal itu, dia tentu tidak akan memilih pekerjaannya dan meninggalkanmu di rumah ini sendiri," kata sang nenek.     

Alona mengatupkan kedua bibirnya dan menatap sang nenek dengan penuh bersalah.     

"Kau mau menemani nenek masak?" tanya sang nenek dengan lembut.     

Alona tampak sumringah. "Apakah boleh, Nek?" tanya Alona dengan suara gemetar.     

"Kenapa tidak? Kenzo pasti sangat senang sarapan pagi ini dengan buatanmu sendiri, hem…"     

Alona mengangguk dengan cepat seraya kini melangkah menuju ke dapur bersamaan dengan nenek Kenzo. Sampai di dapur, Alona melihat sekeliling ruangan sejenak, ini baru pertama kalinya dia berada di ruang dapur keluarga Kenzo. Ada rasa bahagia yang memuncak di dalam hatinya hingga terasa bergetar di dalam jiwanya.     

"Apa kau sudah tau sarapan kesukaan Kenzo?" tanya sang nenek mengejutkan lamunan Alona.     

Alona menggelengkan kepalanya, dia merasa malu menjawabnya karena dia memang tidak pernah tahu sarapan yang Kenzo sukai ketika makan pagi.     

"Nasi goreng seafood, di campur dengan pete." Sang nenek menerangkan dengan lembut.     

"Apa?" Alona tampak terkejut, karena dia pribadi tidak menyukai makanan yang berbau pete itu.     

"Hahaha… Kenapa kau terkejut, Nak? itu lah makanan yang selalu membuat cucu nenek itu begitu lahap saat sarapan pagi."     

Alona masih saja terheran-heran ketika melihat sang nenek mengupas satu demi satu pete di depannya. Alona menelan ludah paksa dan membayangkan bagaimana Kenzo akan melahapnya nanti. Lalu kemudian dia membantu sang nenek mengupas pete itu agar lebih cepat sang nenek menyelesaikannya.     

Di tengah kesibukan sang nenek dan Alona memulai untuk membuat sarapan nasi goreng, Alona melihat kembali sekeliling ruangan. "Nek, apakah nenek selalu memasak sendiri setiap pagi?" tanya Alona mulai penasaran.     

"Yah, begitulah. Kalau bukan nenek siapa lagi yang akan mengurus semuanya disini, mereka tidak akan menghabiskan makanan sampai habis kalau bukan nenek yang memasaknya."     

"Wah, masakan nenek pasti sangat lezat. Mmh… Bagaimana dengan…" ucapan Alona terhenti sejenak. Dia ingin bertanya tentang ibu Kenzo, tapi dia merasa sedikit lancang jika menanyakan hal itu.     

"Ibu Kenzo tidak pernah memasak untuk sarapan pagi semenjak kepergian ayah Kenzo, terlebih lagi semenjak dia sudah menikah lagi. Kenzo akan sangat menolak untuk mencicipi makanan itu," terang sang nenek seakan sudah bisa menebak apa yang akan Alona tanyakan saat ini.     

"Emh… Nek, apakah Kenzo masih enggan untuk berbicara dengan ibu?"     

"Yah, begitulah…" sahut sang nenek santai sambil terus menggoreng nasi di depannya sedang Alona menyiapkan hal lainnya lagi.     

Alona terdiam seketika.     

"Jadi, apakah kau masih bersedia menjadi bagian dari keluarga ini, Nak? keluarga kami jauh dari kata sempurna bahkan sifat keras Kenzo yang enggan menyapa ibunya lagi hanya karena dia menikah lagi dengan laki-laki lain, membuat suasana rumah ini berubah…"     

Alona terkejut saat mendengar ucapan sang nenek. "Nek, aku…"     

Sang nenek mematikan kompor di depannya lalu menatap Alona dengan senyuman. "Apa kau bersedia menjadi bagian keluarga ini? Tentunya sebagai istri Kenzo," tanya sang nenek kembali setelah Aloba terlihat kikuk di depannya.     

Alona menundukkan kepalanya, entah dia harus bahagai atau bimbang. Namun, dia sudah melangkah terlalu jauh dengan berlari ke rumah Kenzo tentu untuk menjadi bagian dari kehidupan Kenzo saat ini.     

"Nek, nenek tau jika saat ini Alona… Berbeda keyakinan dengan kalian, apakah kalian mau menerima Alona?" tanya Alona dengan lirih juga dengan bibir gemetaran. Dia benar-benar merasa takut juga khawatir, dia ragu untuk memulai itu semua.     

"Alona, seiring waktu berjalan kau akan mengerti dan memulai semuanya dengan perlahan. Tapi itu semua tergantung bagaimana kau akan menerima dan menjalani itu semua bersama kami dan Kenzo, dan bagaimana dengan kesiapanmu, Nak…"     

Alona menarik napas serat mengatupkan kedua bibirnya, lalu di lanjutkan dengan anggukan kepalanya dan tersenyum lembut pada sang nenek. Sesaat kemudian muncul tiba-tiba Sinta yang baru saja keluar dari kamar, berbicara dan mengejutkan Alona dengan sang nenek.     

"Woah, kalian… Pemandangan ini sangat indah di pandang," ujar Sinta menggoda.     

"Kak Sinta, selamat pagi…" sapa Alona dengan riang.     

"Selamat pagi, calon adik ipar." Sinta menjawab dengan menggoda Alona.     

Alona tersenyum dengan tersipu malu.     

"Sinta, Ervan sudah bangun? ayo, kita sarapan!" ajak sang nenek kemudian seraya menyiapkan sarapan dan menatapnya dia atas meja makan di bantu kemudian oleh Alona.     

"Sebentar aku akan memanggilnya, Nek. Semalam Ervan kesulitan tidur, sepertinya dia sedikit tidak sabar akan memiliki adik ipar setelah ini." Sinta kembali menggoda Alona dan kemudian beranjak pergi menuju kamarnya untuk memanggil Ervan.     

"Alona, bangunkan Kenzo. Lalu ajak dia sarapan," titah sang nenek kembali pada Alona.     

"Iya, Nek…" jawab Alona menurut seraya melangkah menuju ruang tengah dimana Kenzo masih lelap dalam tidur tadi.     

Namun, setelah tiba di ruang tengah dia tidak melihat Kenzo. Maka dia langsung saja mengetuk pintu kamar Kenzo, namun dia masih tidak mendengar suara Kenzo. Dengan nekat dan tanpa berpikir panjang Alona membuka pintu kamar dan melangkah masuk ke dalam, dan betapa terkejutnya dia saat melihat Kenzo yang bertelanjang dada seraya menggosok-gosok bagian rambutnya yang basah dengan handuk kecil.     

Sontak Alona berbalik badan. "Ken, kenapa kau tidak menjawabku? Aku sudah mengetuk pintu beberapa kali barusan, aku akan keluar!" Alona tampak gugup dalam bicaranya.     

Kenzo segera menyadarkan dirinya yang kini juga tengah terkejut melihat Alona memasuki kamarnya. Dia pun segera menarik Alona ke dalam dekapannya dari belakang, membuat Alona tersentak meringkuk tubuhnya yang di peluk oleh Kenzo dari belakang.     

"Ken, aku harus keluar! Lepasin," Alona merengek manja seraya meronta untuk melepaskan diri dari dekapan Kenzo.     

"Good Morning, Honey…" ucap Kenzo dengan berbisik di telinga Alona.     

Seketika Alona tak lagi melakukan pemberontakan, dia menatap wajah Kenzo dari arah samping sehingga membuat Kenzo mengecup singkat bibir Alona. Akhirnya pun Alona kembali terkejut dan mendorong tubuh Kenzo, tapi tetap saja dia tidak mampu mendorong tubuh Kenzo yang mendekapnya dengan kuat.     

"Sayang, lepasin gak?" ujar Alona dengan wajah merona.     

"He-hem… Tidak semudah itu, kau sudah membuatku tidur semalaman di sofa. Jadi…"     

"Ken, cepa… Ups," Ervan yang seketika membuka pintu kamar Kenzo dan melihat Alona di dekap oleh Kenzo sontak saja terkejut dan membuat Alona mendorong kuat Kenzo yang memeluknya dengan kuat sejak tadi.     

"Woah… Kakak akan berpura-pura tidak melihatnya," ujar Ervan hendak menutup pintu kamar Kenzo.     

"Kak, tunggu!" panggil Alona seraya berlari dengan cepat ke arah Ervan. Tentu Ervan terkejut melihat Alona berlari ke arahnya.     

"Kak, Kenzo tuh…" Alona mengadukan sikap Kenzo pada Ervan, membuat Kenzo melotot lebar lantaran dia juga terkejut akan pengaduan Alona.     

Ervan mencoba menahan senyumnya, lantas dia melirik tajam ke arah Kenzo. "Tidak bisakah kau sabar sebentar sampai kalian sah menjadi pasangan suami istri?" tanya Ervan yang justru berbalik menggoda keduanya.     

"Cih, hahaha… Hahaha… Kakak, keluarlah! Kakak hampir membuat Alona pingsan berdiri." Kenzo tertawa lepas sambil menggosok kembali rambutnya yang basah.     

Ervan melirik ke arah Alona yang tercengang dengan wajah kini merona memerah di pipi, lantas Alona pergi lebih dulu menuju dapur sedang Ervan terkekeh-kekeh menahan tawanya dan menyusul langkah Alona menuju meja makan.     

Setelah sampai di meja makan, Alona terdiam sejenak. Dia bingung harus duduk di sebelah mana, dia merasa masih belum pantas untuk mengambil sebuah kursi semaunya.     

"Alona, duduklah disini," kata sang nenek sambil menarik sebuah kursi untuknya.     

Alona tersenyum pada sang nenek seraya menghampiri kursi itu. Dia hendak duduk, dan dengan cepat pula Kenzo sudah tiba di sisinya lalu duduk bersamaan dengan Kenzo. Alona kikuk, dia mulai salah tingkah. Sedang Ervan dan Sinta saling bersahutan berdehem menggoda keduanya.     

Sarapan hendak di mulai, Kenzo terlihat sudah tidak sabar ingin segera menyantap makanan di depannya. "Ken, sarapan kali ini ada campur tangan Alona. Sudah tentu rasanya berbeda," ujar sang nenek saat Kenzo sudah meraih dua sendok di depannya.     

"Ehm… Mari kita coba," ujar Kenzo seakan sengaja meledek Alona yang memperhatikannya dengan cemas di sisinya.     

Semua tergelak tawa dengan riang gembira dan mulai menyantap hidangan masing-masing. Mereka tampak menikmati hidangan dengan penuh kenikmatan dan riang gembira, hati yang bahagia dan senyuman hangat dari masing-masing saat bertukar pandangan. Di dalam hati Alona ada rasa haru, melihat dan bisa berkumpul di pagi ini dengan keluarga dari laki-laki yang dia cintai.     

Sarapan pagi pun selesai, Alona beranjak bangun untuk membantu sang nenek membereskan semua bekas makanan tadi. Kenzo dan Ervan masih duduk di kursi memperhatikan Alona yang begitu rajin membantu sang nenek, sedang Sinta beranjak pergi menuju kamar untuk membangunkan putra pertamanya yang masih lelap dalam tidurnya.     

"Ken, tampaknya Alona sudah siap untuk menjadi istri." Ervan menggoda Kenzo dengan mengajaknya bicara untuk mendengar pendapat Kenzo.     

"Kakak, berhentilah menggodaku dan Alona." Kenzo tampak malu-malu akan ledekan sang kakak.     

Sesaat kemudian Alona dan sang nenek sudah usai membersihkan semuanya, lantas Alona tampak canggung tidak tahu harus melakukan apa lagi. Dia masih tetap berdiri di sisi sang nenek yang juga berdiri di sisi Alona, membuat Kenzo dengan sengaja menaik turunkan kedua alisnya menggoda Alona.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.