The Lost Love

Keputusan Akhir (2)



Keputusan Akhir (2)

3"Alona, bolehkah kakak bicara denganmu?" tanya Ervan kemudian.      0

Alona mengangguk masih dengan posisi berdiri.     

"Ayo, duduk dulu!" ajak sang nenek kemudian.     

Alona pun kembali menurut dan duduk di sisi Kenzo saat ini sementara Ervan dan sang nenek duduk berhadapan dengannya yang kini duduk dengan Kenzo. Alona tampak gusar, sehingga diam-diam Kenzo meraih tangan Alona untuk menenangkannya.     

"Alona, apakah kau kabur dari rumah?" tanya Ervan dengan sangat hati-hati.     

"Kak…" ujar Kenzo menyela.     

"Tidak apa, Ken. Itu kenyataannya, aku memang kabur dari rumah semalam. Itu memang pilihanku, karena aku…" ucapan Alona terhenti seketika.     

"Kau mencintai Kenzo?" tanya Ervan sambil mengulas senyumanya.     

Alona masih terdiam, dia tampak gusar namun juga tampak tersipu malu akan pertanyaan Ervan padanya.     

"Hah… Baiklah, sebagai orang yang tertua disini nenek hanya berharap kalian bisa terus saling mencintai dan menua bersama dalam ikatan pernikahan. Saat ini, nenek akan menyerahkan semuanya pada kalian, apa yang akan kalian lakukan. Nenek hanya akan menunggu keputusan kalian, dan nenek harap itu untuk kebaikan kalian tentunya." Sang nenek melanjutkan bicara setelah Ervan menggoda mereka.     

"Yah, baiklah. Kalau begitu kami akan meninggalkan kalian, silahkan kalian bicarakan hal ini dulu dan putuskan apa yang akan kalian lakukan setelah ini untuk hubungan kalian. Kakak juga tidak ingin Alona terus bersembunyi disini sedang statusnya masih sebagai kekasihmu, Ken! Kau paham maksud kakak bukan?" ujar Ervan pada Kenzo.     

Kenzo hanya diam seraya menundukkan kepalanya di depan sang nenek dan sang kakak. Lantas mereka pergi meninggalkan Alona bersama Kenzo hanya berdua di ruang dapur.     

"Kau mau bersantai di halaman belakang rumah?" tanya Kenzo kemudian bicara.     

"Hem…" sahut Alona singkat seraya beranjak berdiri bersama Kenzo menuju halaman belakang rumah Kenzo.     

Sampai di halaman belakang, Alona tampak sumringah melihat banyak pepohonan dan tumbuh-tumbuhan hijau terasa sangat segar di mata, bahkan kini Alona menarik napas dalam-dalam untuk menghirup udara segar di pagi hari ini. Alona memejamkan kedua matanya sejenak.     

"Dulu, halaman ini selalu ibu yang mengurusnya. Sehingga banyak pohon dan bunga-bunga segar tumbuh disini, tapi setelah ayah pergi…" ucapan Kenzo terhenti.     

"Sangat indah, pekarangan ini seakan menunjukkan kebahagiaan kalian dulu bersama keluarga." Alona menyela dengan menyampaikan pemikirannya.     

"Hem, begitulah. Dan saat ini, keluargaku…"     

"Ken…" panggil Alona menyela kembali.     

Kenzo menoleh ke arah Alona seketika.     

"Ajaklah aku menjadi bagian dari kehidupanmu, bagaimana kau menjalaninya, dan bagaimana kau meyakini adanya Tuhan."     

Kenzo tersentak dengan menatap lekat Alona setelah mendengar ucapan Alona demikian.     

"Alona…"     

"Aku yakin, walau bagaimanapun Tuhan kita tetap satu. Yang berbeda bukankah hanya bagaimana cara kita menyampaikan keimanan kita pada-Nya?" ujar Alona melanjutkan.     

Entah kenapa Kenzo mendadak terharu menatap wajah Alona yang terdengar pasrah menyampaikan ucapannya sejak tadi, bahkan air mata mulai membumbung di kedua matanya. "Alona, apakah kau rela melakukan hal itu hanya karena kau mencintaiku?" tanya Kenzo kemudian.     

"Apakah itu sebuah kesalahan yang fatal, Ken?" tanya Alona dengan lirih.     

"Aku merasa tidak pantas, Alona. Aku tidak berhak mengajakmu untuk hidup bersamaku dan mencoba menjalani keyakinanku, sedang ayahmu…"     

"Jadi, kau tidak benar-benar mencintaiku?"     

"Aku mencintaimu, sangat mencintaimu, Alona."     

"Kalau begitu mari kita menikah!" tegas Alona pada seraya menatap lekat wajah Kenzo.     

"Alona, kau tidak boleh mengucapkan kata itu sembarangan tanpa berpikir lebih dulu. Menikah bukanlah hal yang mudah, menikah bukan sebuah permainan atau ikatan biasa, Alona."     

"Aku tau, aku tau itu! maka itu, ajari aku bagaimana kau menjalani keyakinanmu, aku melakukan ini dengan tidak meninggalkan siapa Tuhanku, kau tau itu bukan?"     

"Alona, kita harus mendapatkan restu dari ayahmu. Aku tidak ingin ayahmu semakin membenciku jika kita menikah tanpa restu nya," bantah Kenzo seraya menggenggam erat tangan Alona.     

Alona menepis genggaman tangan Kenzo dengan kasar. "Kau memang tidak benar-benar mencintaiku, kau pengecut. Kau hanya mempermainkanku, kau tau dia tidak akan pernah merestui hubungan kita maka itu aku terpaksa kabur dari rumah."     

Kenzo tampak kesulitan bernapas dan kehabisan kata-kata.     

"Baiklah, aku akan kembali pulang dan mungkin ini akan menjadi terakhir kalinya kita bertemu karena sudah pasti ayah akan menikahkanku dengan Dewa."     

Kenzo mendekap tubuh Alona dengan erat dalam pelukannya. "Tidak, aku tidak akan membiarkan itu terjadi, Alona!" ujar Kenzo dengan cemas.     

Alona terdiam di dalam pelukan Kenzo, lantas perlahan dia terisak dalam tangisannya, membuat Kenzo merasa bersalah karena telah membuat Alona kembali menangis disisi nya.     

"Mari kita menikah, aku akan menjadi suamimu. Dan kau menjadi milikku selamanya disisiku, sebagai istri dan ibu dari anak-anakku." Kenzo mengucapkannya dengan sepenuh hati dan benar-benar dari dalam hatinya saat ini.     

"Kita menikah sekarang juga!" ajak Alona mendesak.     

"Se-karang?" tanya Kenzo terheran-heran.     

"Aku mau sekarang, sebelum bapak datang dan membuat kita berpisah selamanya, Ken!" ujar Alona dengan air mata yang masih terus berlinang membasahi pipinya.     

Kenzo kembali mempererat pelukannya pada tubuh Alona. "Oke, kita akan menikah sekarang juga!" tegas Kenzo mengiyakan.     

Setelah Alona menghentikan tangisannya, Kenzo menarik tangan Alona kembali memasuki ruangan. Tiba di dalam ruangan tengah, Kenzo meminta sang kakak dan sang nenek berkumpul bersama serta Sinta yang sudah lebih dulu tengah duduk di ruang tengah. Dia tampak keheranan melihat Alona dengan raut wajah yang terlihat sembab setelah usai menangis.     

"Ken…" panggil Sinta lebih dulu.     

Kenzo mengerutkan bibirnya lebih dulu menunggu Ervan dan sang nenek duduk bersama dan berkumpul di ruang tengah. Setelah semua tiba di ruang tengah dan duduk berkumpul bersama, Kenzo melirik sejenak ke arah Alona dengan menarik napasnya dalam-dalam.     

"Kami… Emh, nikahkan kami sekarang juga!" pinta Kenzo dengan terbata-bata.     

Tampak semua terkejut menatap ke arah Kenzo dan Alona yang kini saling bergandengan tangan bersama.     

"Apa kalian yakin?" tanya Ervan kemudian.     

"Hem, kami yakin!" tegas Kenzo menjawabnya.     

"Alona…" panggil sang nenek menatap wajah Alona yang tampak ragu.     

"Nek, Alona mencintai Kenzo. Alona ingin menjadi bagian dari keluarga ini, Alona akan benar-benar menjadi istri yang baik untuk Kenzo. Dan Alona akan belajar untuk mengikuti cara kalian meyakini adanya Tuhan," ujar Alona berbicara dengan panjang kali lebar.     

Sang nenek tampak menarik napasnya dalam-dalam, lalu tersenyum pada Alona dengan lembut. "Baiklah, kami siap menikahkan kalian jika kalian sudah siap dengan segala konsekuensinya."     

"Tunggu, bagaimana dengan ayahmu, Alona? Apakah kau yakin meski tanpa restu dari nya?" tanya Sinta menyela menyentakkan hati Alona.     

Ervan dan sang nenek menatap ke arah Kenzo dan Alona bersamaan.     

"Alona tidak apa, Alona sudah memikirkan hal ini. Jika kalian bisa menerima Alona disini, itu lebih dari cukup. Aku yakin lambat laun beliau akan menerima dan merestui hubungan kami bila sudah menikah." Alona berbicara tampak serius kali ini.     

"Woah… Kau benar-benar hebat, Alona. Kak Sinta salut padamu, teruskan… Kakak akan mendoakan kebahagiaan kalian sampai akhir hayat." Sinta tersenyum lembut memberikan dukungan pada Alona dann Kenzo sehingga membuat keduanya tersenyum lega.     

Sementara itu, di rumah Alona. Sang ayah seperti biasa menjalani aktivitas pagi nya dengan membersihkan halaman depan rumahnya hingga halaman belakang rumah. Sedang Aleea mencoba bersikap seperti biasanya dengan membersihkan segala isi rumah dan memasak untuk menyiapkan sarapan pagi.     

"Hah, Tuhan… Lindungilah kak Alona, bukakan pintu hati bapak untuk bisa menerima kisah cinta kak Alona." Aleea mengatupkan kedua telapak tangannya berdoa kepada Tuhan di ruang dapur sambil menunggu air mendidih untuk membuat segelas kopi sang ayah.     

Setelah itu, sang ayah muncul dari pintu belakang rumah. "Aleea, mana kopi bapak?" tanya nya pada Aleea.     

"Sebentar, masih di seduh…" sahut Aleea dengan santai meski sedikit gemetaran.     

Lalu Aleea menghampiri sang ayah dengan memberinya secangkir kopi dan beberapa potong roti lalu meletakkannya di depan sang ayah. Setelah itu Aleea hendak pergi dari hadapan sang ayah, namun sang ayah memanggil dan mengajaknya bicara menanyakan Alona.     

"Apakah kakakmu sudah bangun?" tanya sang ayah pada Aleea.     

"Emh, Aleea belum membangunkannya di kamar. Kenapa tidak bapak saja yang membangunkannya, aku masih banyak kerjaan." Aleea sengaja mengacuhkan sang ayah lalu beranjak pergi dari hadapan nya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.