The Lost Love

Sepiring berdua



Sepiring berdua

3"Kau bukan putri bapak lagi, Alona! Selamanya kau tidak akan pernah mendapatkan restu dan berkat dari bapakmu ini, dan kau tidak akan pernah mendapatkan kebahagiaan dan doa yang tulus dari bapak!" tegas ayah Alona dengan lantang.     3

Sontak saja sang adik, bibi Alona dan Aleea memohon padanya untuk tidak pernah melontarkan kata itu untuk Alona sehingga itu akan membuat Alona menerima karma buruk nantinya.     

"Kau sungguh seorang ayah yang tidak beruntung, Tuan!" ujar ibu Kenzo menyela.     

Sontak membuat ayah Alona menatap ke arahnya. "Apakah anda masih membanggakan putramu yang menikahi paksa dan membuat putriku melakukan hal itu? Aku tau bagaimana putriku, dia tidak akan mudah terhasut kecuali dia mendapatkan paksaan dari putramu yang tidak tau diri itu."     

"Aku jauh lebih mengenal siapa putraku, Tuan! Dia adalah laki-laki yang hebat dan pemberani sehingga dia mau menikahi putri anda, dia tidak hanya ingin menjadikannya wanita sebagai kekasih biasa, tapi dia ingin memuliakan Alona dengan menjadikannya seorang istri. Lalu apa yang salah dengan hal itu, hah? Jangan memikirkan hal yang hanya menguntungkan diri anda," jawab ibu Kenzo dengan lantang.     

Ayah Alona terdiam sejenak, dia merasa sudah tidak bisa lagi menahan apa yang saat ini mulai terasa memuncak di dalam benaknya. Lantas dia kembali menatap wajah Alona yang menatapnya penuh harap dan berlinangan air mata, lalu kemudian dia membuang wajahnya dari tatapan Alona juga Kenzo yang turut menatapnya.     

"Aleea, ayo pulang!" ajak sang ayah pada Aleea seraya melangkah keluar melewati Kenzo dan Alona yang kemudian di susul oleh laki-laki bertubuh kekar yang tadinya akan diminta untuk menghajar Kenzo.     

"Kak, Aleea pulang ya!" pamit Aleea dengan menggenggam tangan sang kakak dan tergesa-gesa melangkah keluar menyusul sang ayah.     

Alona seakan berat melepas tangan sang adik yang kini berlalu keluar dari ruangan. Alona menangis tersedu melihat sang ayah dan Aleea berlalu pergi bahkan tanpa menoleh ke belakang untuk melihat Alona sebantar saja. Hal itu membuat Alona semakin sedih di dalam hatinya.     

"Sudah, sudah… Alona, jangan menangis lagi, Sayang…" ujar sang bibi mencoba menenangkan Alona.     

"Ken, bawa istrimu ke dalam kamar! " titah sang nenek pada Kenzo.     

"Iya, Nek…" jawab Kenzo menurut mengajak Alona kemudian memasuki kamar Kenzo.     

Kenzo memapah Alona masuk ke dalam kamar Kenzo, sedang di ruang tengah semua sedang berkumpul bersama untuk membicarakan apa yang baru saja terjadi saat ini. Setelah sampai di dalam kamar, Alona duduk disisi ranjang bersama dengan Kenzo. Lalu Kenzo memeluknya dan menggenggam tangan Alona.     

"Maafkan aku, Alona… Maafkan aku!" ucap Kenzo berulang-ulang.     

Alona menghentikan tangisnya seraya menatap wajah Kenzo dengan dekat. "Untuk apa kau minta maaf, Ken? Ini bukan salahmu, ini salahku. Maafkan aku yang sudah membuatmu berada dalam beban besar ini, maafkan aku…"     

"Ssttt… Tidak ada yang boleh menyalahkan diri kita masing-masing, kita melakukan ini karena cinta. Tidak ada yang salah dengan cinta bukan? karena cinta adalah anugerah sang kuasa, kita hanya manusia yang sedang berusaha menerima dan menjalani cinta itu dengan segala keindahan."     

"Hem, aku tau itu. Tapi Ken… Bagaimana jika Tuhan mendengar serta mengabulkan sumpah yang bapak katakan tadi, aku tidak mau hal itu terjadi dan melukaimu, membuatmu kesulitan setelah menikah denganku." Alona kembali menangis dengan tersedu-sedu.     

"Alona, Alona… Ssttt… Jangan menangis terus, Sayang. Jawab aku, apakah kau tidak bahagia menikah denganku?" tanya Kenzo tiba-tiba.     

"Aku bahagia, sangat bahagia." Alona menjawabnya tanpa berpikir dahulu.     

Kenzo lantas memeluknya dengan sangat erat dan menciumi ujung kepala Alona berkali-kali. Sementara itu, di luar kamar Kenzo tampak semua sedang serius setelah ibu Kenzo terlihat marah pada semuanya lantaran dia tidak di beri tahu tentang kabar pernikahan Kenzo dan Alona.     

"Bagaimana bisa tidak ada satupun dari kalian yang mengabariku untuk menikahkan putraku sendiri, apakah kalian memang sengaja melakukan hal itu? aku bahkan tidak bisa menemaninya saat masa sulit ini melandanya."     

"Bu, tenanglah. Kami melakukan hal ini atas permintaan dari Kenzo yang benar-benar membuat kami mendesak untuk menikahkan mereka." Ervan menerangkan apa yang terjadi.     

"Apakah kau tidak bisa menghubungi ibu melalui telepon saja?" bantah sang ibu yang tetap saja menyalahkan semuanya.     

"Rina! Apakah setelah kami mengabarimu lantas semua akan baik-baik saja?" tanya sang nenek menyela.     

"Bu, aku ibu kandung Kenzo…"     

"Apakah itu penting dan jadi hal utama bagi Kenzo?" tanya sang nenek kembali yang kemudian membuat ibu Kenzo berhenti bicara.     

"Bu, maafkan kami. Yang terpenting saat ini Kenzo akhirnya menikah dengan wanita pilihannya dan yang dia cintai selama ini tentunya," ujar Sinta kemudian.     

Lalu kemudian ibu Kenzo terduduk dan menangis di sofa yang kemudian sang suami memeluknya. "Sayang, sudah… Jangan lagi marah akan hal ini, mereka tentu melakukanya tidak dengan sengaja dan lebih mengutamakan Kenzo dengan Alona." Doni, sang suami mencoba menenangkannya.     

"Aku sungguh tidak becus menjadi satu-satunya orang tua baginya. Aku tidak pernah membayangkan putra bungsuku akan menikah dengan cara seperti ini, tidak ada pesta, tidak ada kebahagiaan dari banyak orang yang memberikannya banyak doa." Ibu Kenzo kian menangis sehingga membuat semuanya terdiam tanpa kata.     

Malam pun tiba, Kenzo memaksa Alona untuk ikut serta makan malam bersama, namun Alona menolaknya lantaran dia tidak merasa lapar malam ini meski hampir seharian dia terus saja menangis dan tidak tertidur. Walaupun, beberapa kali dia menerima telepon dari Aleea sang adik, yang mencoba menenangkannya, meyakinkannya bahwa semua akan baik-baik saja. Tapi tetap saja, Alona masih terus mengkhawatirkan kondisi ayahnya yang mengurung diri di kamar.     

"Ken, apakah Alona masih belum stabil?" tanya sang nenek saat melihat Kenza hanya keluar dari kamar seorang diri.     

Kenzo mengangguk dengan wajah tampak sedih dan khawatir.     

"Kalau begitu, kau bawa saja makanan ini ke dalam kamar. Alona pasti mau memakannya kalau kau menyuapinya," ujar sang nenek kembali sambil menyendok nasi dengan beberapa lauk pauk di letakkan di atas sepiring nasi yang dia ambil barusan.     

Ibu Kenzo mencoba mengajak Kenzo bicara meski dia tahu Kenzo akan tetap mengabaikannya. "Nak, bolehkah ibu megantar makan malam untuk menantu ibu?" ujarnya pada Kenzo.     

Semua tampak hening, begitupun Kenzo yang kemudian mengambil sepiring nasi yang di siapkan oleh sang nenek serta segelas air lalu beranjak pergi mengabaikan ucapan sang ibu yang mengajaknya bicara barusan. Sang ibu pun terdiam menundukkan kepalanya dengan sedih.     

Kenzo kembali melangkah masuk ke dalam kamar, dilihatnya wanita yang saat ini sudah sah menjadi istrinya sedang berdiri di sisi jendela. Sejenak Kenzo menarik napasnya dalam-dalam lalu menghampirinya. "Sayang, ayo makan dulu!" ajak Kenzo seraya meletakkan sepiring nasi di atas meja.     

"Aku belum lapar, Ken!" jawab Alona dengan lirih tanpa menoleh nya.     

Kenzo lantas memeluknya dari belakang. "Sayang, nanti kau sakit! Aku tidak mau itu terjadi di saat hari pertama pernikahan kita," goda Kenzo sambil menempelkan pipinya pada pipi Alona.     

"Cih, kau mencoba menggoda istrimu ini?" sahut Alona menanggapi.     

Lantas Kenzo menarik tubuh Alona dan memutarnya untuk menatapnya saat ini, mereka kini berhadapan di sisi jendela. Kenzo mengusap lembut pipi Alona, lalu mengecup lembut kening Alona. "Jangan sedih lagi, itu akan membuatku terus merasa bersalah…" ujar Kenzo kemudian.     

Alona mengatupkan bibirnya dan memaksa untuk mengulas senyuman pada Kenzo. "Aku minta maaf," ucap Alona lirih.     

"Hemm… Aku tidak akan memaafkanmu jika kau tidak makan malam ini," balas Kenzo dengan sengaja menggoda Alona kembali.     

Alona kembali memaksa untuk tersenyum. "Baiklah, aku akan makan. Tapi… Suapin," pinta Alona dengan merengek manja.     

"Itu tentu, Istriku. Kalau perlu aku akan terus menyuapimu setiap kali kita makan bersama, oke!" jawab Kenzo dengan penuh semangat.     

Lantas mereka kini duduk kembali di sofa mini di kamar Kenzo, dengan penuh kasih sayang Kenzo menyuapi Alona. Begitu pula dengan Alona yang menyuapi Kenzo secara bergantian, mereka menikmati makan malam dengan satu piring untuk pertama kalinya. Dan itu membuat mereka merasakan hal yang berbeda dalam ikatan pernikahan yang sesungguhnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.