The Lost Love

Rumit dan tidak pasti



Rumit dan tidak pasti

0Ibu Maya menatap wajah sang suami ketika berkata demikian. Sang suami pun membalas tatapan sang istri yang tampak malas serta lesu mendengarnya lebih dulu.     
0

"Ingat, Pa! Putri kita satu-satuhya sudah menjadi milik orang lain, bahkan putri kita sudah menjadi seorang ibu. Lagi pula Kenzo sudah menikahi wanita pilihannya saat ini," lanjut sang istri bercerita.     

"Mmh... Andai waktu bisa berputar kembali, aku ingin Maya dan Kenzo bersama. Mereka saling melengkapi satu sama lain, tapi..."     

"Ah, sudahlah... Jangan mengkhayal pagi-pagi begini, tidak baik untuk kesehatan." sang istri, ibu Maya, mencoba mengalihkan suasana seraya beranjak berdiri.     

"Cepat, berikan makanan itu untuk Maya. Antarkan ke kamarnya, jika kau bilang ini dari Kenzo. Dia tentu akan lahap memakannya nanti," kata sang suami mengingatkan.     

Maya tertegun mendengar ucapan Kenzo yang terus memojokkannya dengan perasaan yang saat ini. "Apa kau masih belum mengerti inginku?" tanya Maya dengan bibir gemetaran.     

Kenzo membuang napas panjang seraya menatap iba wajah Alona. "Aku pulang!" jawab Kenzo seraya berbalik badan dari hadapan Maya     

"Ken, tunggu!" panggil MAya dengan suara serak.     

Kenzo menghentikan langkahnya dan segera menoleh kembali ke arah Maya yang kini mengejarnya sampai di depan teras rumahnya, dia menatap Kenzo dengan tatapan penuh harap, membuat Kenzo merasa kian berat hati. Kondisi Kenzo saat ini tentu saja karena dia menghukum dirinya dengan hal konyol hingga membuatnya jatuh sakit.     

"May, masuklah! Kau sedang sakit saat ini, aku tau kau belum makan dan sengaja menghukum dirimu dengan konyol seperti itu."     

"Aku tidak mau makan!" ujar Maya masih membantah apa yang Kenzo katakan.     

"Hah… Sudahlah, terserah kau saja!" Kenzo pasrah seraya berbalik badan kembali meninggalkan Maya seorang diri.     

"Ken…" panggil Maya dengan medecak sebal. Namun, Kenzo terus saja melanjutkan langkahnya tanpa menoleh ke belakang. MAya terus saja memanggil Kenzo seraya mendecak sebal tapi tetap saja Kenzo tidak berbalik menolehnya.     

Kenzo bergegas pulang saat petang sudah tiba, hingga dia lupa pesanan yang Alona pinta saat pulang bekerja tadi.     

Tiba di rumah, Alona menyambut Kenzo dengan riang gembira. Alona melihat Kenzo tanpa membawa sesuatu yang Alona minta tadi, membuat Alona mengernyit menyambutnya.     

"Sayang, titipanku mana?" tanya Alona segera.     

"Ah... Ya Tuhan, aku lupa..." Kenzo menepuk keningnya sendiri.     

"Aaah... Sayang, kau menyebalkan!" Alona mendecak sebal.     

"Sayang, maafkan aku. Tapi, kenapa mendadak kau suka makanan masam?" tanya Kenzo heran.     

Alona menatap wajah Kenzo tajam. "Apa yang salah dengan itu? Bukankah sejak dulu aku memang suka makanan asam?"     

Kenzo menghela napas panjangnya, di lain sisi hatinya masih merasa kalang kabut lantaran mengingat apa yang terjadi pada Maya saat ini.     

"Emh, besok. Aku janji akan membelikanmu, oke!"     

"Hem... Baiklah, pergilah mandi dulu!" sahut Alona dengan berat hati.     

Kenzo tersenyum seraya mengecup kening sang istri. Setelah itu dia pergi menuju kamar, melepas semua pakaiannya dan menuju kamar mandi.     

Di dalam kamar mandi, Kenzo termenung. Memikirkan kondisi Maya, terbayang-bayang yang terjadi pada Maya saat ini. Dia benar-benar kalut dan frustasi.     

Satu jam berlalu, Kenzo baru selesai membersihkan diri dan keluar dari kamar. Dia langsung saja menuju ruang dapur untuk menikmati makan malam yang sudah di hidangkan.     

Di meja makan, semua sudah berkumpul saat ini. Alona menyambut Kenzo dengan senyuman hangat lantas menyiapkan segala hidangan di atas piring untuk Kenzo.     

"Terima kasih, Istriku," ujar Kenzo menggoda Alona di depan semua keluarganya yang sedang duduk di kursi masing-masing dan siap menyantap makan malam.     

Usai makan malam, Ervan sudah bergegas pergi menuju kedai. Kini Kenzo segera masuk ke dalam kamar, dia menyiapkan segala dokumen penting yang tadi belum sempat dia selesaikan.     

Alona menyusulnya ke kamar, Kenzo tampak terlihat duduk dengan serius di sofa mini. Mengatur banyak dokumen di depannya, Alona tersenyum melihatnya.     

Meskipun, di dalam hatinya dia punyai rasa curiga di dalam hatinya. Melihat Kenzo melupakan apa yang dia inginkan saat ini untuk pertama kalinya dia melupakannya.     

"Sayang, perlu kubantu tidak?" tanya Alona.     

"Tidak, Sayang. Ini tidak begitu sulit, kau duduk saja menemaniku saat disini." Kenzo tersenyum menatap wajah Alona sejenak.     

Alona pun membalas senyuman Kenzo, lantas duduk di sisi Kenzo tanpa bicara lagi. Begitu dia duduk di sisi sang suami, Kenzo kembali berkutat dengan dokumen di depannya.     

"Sayang, bolehkah besok aku berkunjung ke rumah bapak?" tanya Alona tiba-tiba.     

Kenzo menoleh seketika. "Kau masih mau memaksakan diri? Bagaimana jika bapak memarahimu atau mengusirmu atau melakukan hal yang buruk padamu?" balas Kenzo dengan cemas.     

"Aku rindu, rindu bapak dan Aleea." Alona berkata dengan lirih.     

"Aku akan menemanimu!" tegas Kenzo.     

"Tidak, Sayang. Kau pergilah bekerja. Aku bisa mengatasi ini semua, akan ada saatnya nanti kau datang bersamaku di hadapan bapak."     

"Tapi, Sayang..."     

"Please, aku akan baik-baik saja. Percayalah!" tegas Alona tak mau kalah.     

Kenzo membuang napasnya dengan kasar. "Terserah kau saja!" kata Kenzo terdengar kesal.     

Hingga malam kian berlarut, tanpa sadar Alona tertidur di sisi Kenzo setelah sejak tadi dia menemani Kenzo sibuk dengan pekerjaannya.     

"Alona, Sayang..." panggil Kenzo mencoba membangunkan Alona. Namun, dia tetap tak berkutik dan lelap dalam tisurnya.     

Maka dengan perlahan Kenzo menggendongnya dan membaringkannya di atas kasur dengan perlahan. Alona tampak pulas, dia terlihat sangat lelah.     

"Alona, maafkan aku..." ucap Kenzo dengan pena.     

Lalu dia pergi ke kamar mandi lebih dahulu, membasuh wajahnya dan kedua tangan serta kakinya sebelum dia berlanjut untuk kembali tidur.     

Alona sudah pulas dan lelap dalam tidurnya, Kenzo mengusap kening Alona dan mengecupnya kembali. Dia menatap lekat wajah Alona yang tengah lelap dalam tidurnya, dengan wajah lugu nya.     

Kenzo merasa semakin bersalah. Akan tetapi, di sisi lain dia juga merasa sangat sedih mengingat Maya, sahabatnya sejak kecil yang hingga saat ini dia masih memikirkannya.     

Diam-diam, Kenzo mengirim pesan pada Maya. Menanyakan kabarnya dan memastikan dia baik-baik saja, sesaat kemudian dia mendapat balasan pesan dari Maya.     

"Aku baik-baik saja, aku sedang di rumah ayah dan bunda. Aku tidak bisa tidur sendiri di rumah sebesar itu, sedang putraku dan suamiku tidak di rumah."     

Kenzo merasa lega mendapat balasan pesan dari Maya. Dia melirik ke arah Alona, lalu menghapus pesan tersebut. Tak apa, dia menjadi seorang pembohong demi kebaikan dan keutuhan semuanya.     

Akhirnya, Kenzo bisa melanjutkan tidurnya. Dia menyelimuti Alona, lantas tidur di sisi Alona dengan memeluknya.     

Dan pagi pun tiba, Alona bangun lebih dulu dan segera dia melangkah menuju kamar mandi. Dan bergegas keluar kamar, mengajak sang ibu untuk pergi ke sebuah pasar tradisional untuk membuat banyak makanan pagi ini.     

Sejujurnya, Alona sedang ingin membelikan beberapa buah untuk sang ayah. Dia berniat membeli dan membawakan banyak makanan kesukaan sang ayah.     

"Nak, kau banyak sekali belanja hari ini. Kau harus hemat, untuk masa depanmu dan Kenzo saat memiliki keturunan nanti." sang ibu mertua mengajaknya bicara.     

Alona tersenyum lembut. "Hari ini aku ingin menemui bapak di rumah, aku rindu beliau juga rindu Aleea, Bu..." jawab Alona menerangkan, betapa dia ingin sekali bertemu dengan sang ayah juga sang adik.     

"Tapi... Apakah kau yakin?" tanya ibu Kenzo.     

"Hem, Aku yakin, Bu..."     

"Ibu takut kau hanya tersakit nantinya, apakah Kenzo akan turut serta nanti?" tanya sang ibu sedikir cemas.     

"Baiklah, pilih saja buah-buahan segar ini untuk ayahmu."     

"Iya, Bu... Terima kasih," sahut Alona.     

Sampai di rumah, Alona melihat Kenzo sudah bersiap-siap hendak pergi bekerja. Padahal ini belum waktunya dan masih punya waktu setengah jam sebelum dia berangkat bekerja.     

"Sayang, apakah kau sudah akan pergi bekerja?" tanya Alona dengan gelisah lantaran dia belum memersiapkan sarapan pagi untuk sang suami.     

"Iya, Ken... Kenapa sepagi ini kau pergi ke tempat kerja?" sambung sang ibu.     

"Tidak apa, Bu. Masaklah yang enak dengan menantu kesayangan ibu ini, dan antarkan makan siang untukku nanti ya, Sayang..." Kenzo menjawab dengan lembut seraya mengerlingkan matanya pada Alona.     

"Hah... Ya ya ya, baiklah... Pergilah, hati-hati di jalan dan semangat bekerja, Sayang!" balas Alona menggodanya tanpa malu di depan ibu Kenzo.     

Kenzo berpamitan dan berlalu pergi melajukan motornya perlahan. Tanpa rasa curiga, Alona bergegas masuk bersama sang ibu mertua. Dengan penuh semangat Alona hendak memasak kesukaan sang suami dan untuk ayahnya saat bertemu nanti di rumah.     

Kenzo melaju pergi bukan ke tempat bekerja. Dia menuju ke rumah Maya, setelah dia membelikannya bubur khas kesukaan Maya. Setelah sampai di rumah Maya, yang kini berasa di orang tua nya. Kenzo turun dari atas motornya, dia melihat ayah Alona lebih dulu duduk di teras depan rumahnya.     

"Selamat lagi, Om..." sapa Kenzo saat lebih dulu bertemu dengan ayah Maya.     

"Hei, Kenzo... Wah, masuk!" sambut ayah Kenzo dengan sumringah melihat kedatangan Kenzo tanpa terduga sebelumnya.     

"Om, saya di sini saja. Tapi..." ucapan Kenzo terhenti saat ayah Maya menyela ucapannya dan mengerti apa yang hendak Kenzo katakan.     

"Maya masih sakit, dia begitu lemah dan tidur di kamarnya. Kau hampiri saja dia, mungkin dengan berbicara bersama sahabat sejatinya sejak kecil dia akan membaik."     

Kenzo tertegun sejenak, dia berpikir apakah tidak keterlaluan jika ayah Maya masih mengingingkan hubungan mereka seperti dulu lagi? KEnzo bertanya-tanya di dalam hatinya.     

"Tapi, Om..."     

"Eng, nak Kenzo... Wah, sepertinya mimpi tante semalam akan menjadi kenyataan. Kenapa kau datang sepagi ini?" sambut ibu Maya dengan sumringan menatap Kenzo datang ke rumah itu kembali.     

"Eh, Tante..." Kenzo segera menyalami tangannya.     

"Kau datang pasti karena Maya sedang sakit. Akh, dia memang selalu merepotkan meski kini kalian sudah masing-masing memiliki keluarga saat ini." ibu Maya menebak kedatangan Kenzo dengan senyuman hangat.     

"E-eh... Kalau begitu, aku titip makanan kesukaan Maya saja, Tante. Dia pasti belum bangun sepagi ini, aku tidak mau mengganggunya."     

"Heei... Kenapa kau berpikir begitu, Nak? Kau sudah kami anggap seperti anak bagiku, dan kau juga bagian keluarha dari keluarga ini. Masuklah, jangan sungkan seperti dulu lagi jika ada hal yang ingin kau sampaikan," imbuh ayah Maya.     

"Terima kasih, Om. Tapi saya harus pergi bekerja, lain waktu saya akan berkunjung lagi." Kenzo berpamitan seraya memberikan apa yang dia beli untuk sarapan pagi Maya.     

"Hem, baiklah... Om dan Tante doakan selalu agar kalian bisa hidup dengan damai dan sejahtera. Sampaikan salam om pada istri dan keluargamu," lanjut ayah Maya pada Kenzo.     

"Terima kasih, Om, Tante..." Kenzo berpamitan seraya berajak pergi dari rumah kedua orang tua Maya.     

Kedu orang tua Maya menatap Kenzo yang berlalu pergi.     

"Ma, andai saja Kenzo lah laki-laki pilihan Maya sejak dulu..." sahut sang suami pada ibu Maya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.