The Lost Love

Boutique Maya



Boutique Maya

0Kepulangan Maya dari rumah Kenzo membuatnya merasa puas setelah bertemu dengan Alona dan bersikap dingin seolah menantangnya.     
0

Lalu dia berniat untuk pergi menemui Kenzo di tempat kerja nya saat ini tanpa menunggu atau berpikir apapun lagi. Maya segera melaju dengan motor matic nya, segera menuju tempat Kenzo bekerja.     

Sesampainya Maya di tempat kerja Kenzo, dia memarkir motornya dengan tergesa-gesa. Meraih ponselnya kemudian untuk menelpon Kenzo.     

Kenzo melirik ponselnya yang sejak tadi dia letakkan tepat di sisinya. Ia hentikan pekerjaannya sejenak, lalu menerima panggilan telepon Maya.     

"Hem..." sahut Kenzo dengan sambil melanjutkan pekerjaannya.     

"Ken, aku di luar. Bisakah kau keluar menemuiku?" tanya Maya dengan suara khasnya menjawab pertanyaan Kenzo.     

"Diluar?" tanya Kenzo sedikit terkejut sehingga membuat Pandu yang ada di ruang sebelah turut mendengar suara Kenzo yang terkejut demikian.     

"Hem, ada hal yang ingin aku sampaikan." Maya melanjutkan bicaranya tanpa pedulikan Kenzo yang terkejut mendengar ucapannya.     

Kenzo langsung saja mematikan panggilan telepon Maya dan segera melangkah keluar untuk menemui Maya.     

"Hai..." Maya langsung saja melambaikan tangannya begitu melihat Kenzo keluar dari sebuah kantor.     

"Maya... Kau ini, kenapa kau semakin saja seperti..."     

"Apa? Kau mau menyebutku apa lagi saat ini, hah?" tanya Maya menyela.     

"Ada apa? Cepat katakan! Aku sedang banyak pekerjaan."     

"Sore nanti akan ada acara peresmian boutique milikku di jalan Xxx."     

Kenzo mengankat kedua alisnya ke atas, dia tampak terkejut dengan tuturan Maya yang tiba-tiba.     

"Kau? Buka usaha boutique? Pakaian?" tanya Kenzo terbata-bata.     

"Hem, pakaian modis jaman now. Hehehe... Apa kau percaya itu?"     

Kenzo masih tercengang mendengar ucapan Maya yang tampak riang gembira dan dengan penuh percaya diri di depan Kenzo.     

"Wah... Selamat, May!" ucapnya kemudian setelah menyadarkan dirinya.     

"Hum, no no no. Aku datang kemari bukan untuk mendapatkan ucapan selamat, aku mau kau datang ke peresmian itu. Please..."     

"Emh, bolehkah aku..."     

"Hem, boleh. Tentu boleh, kau memang harus membawa istrimu Alona."     

Kenzo tersenyum lega, melihat Maya mengerti apa yang dia harapkan bahkan sebelum dia mengutarakannya.     

"Baiklah, aku pasti akan hadir usai pulang bekerja nanti." Kenzo meyakinkan Maya dengan sebuah sentuhan yang mengusap lengan Maya.     

Maya sedikit canggung, seakan berdesir segala aliran darahnya saat ini.     

"Aku akan menunggumu, aku tidak akan meresmikan atau memotong pita peresmian jika kau tidak datang nanti."     

"Wow, jadi kau mengancam sahabatmu ini?"     

"Tentu!" balas Maya singkat.     

Kenzo membuang napas dengan hentakan dan menggelengkan kepalanya. Sehingga membuat Maya menyengir bak kuda menatap raut wajah Kenzo saat ini.     

"Aku pamit pulang, aku harus bersiap-siap untuk acara sore nanti."     

"Baiklah, hati-hati, May!"     

"Cih, dasar..." balas Maya dengan senyuman menggoda.     

Maya berlalu pergi, begitu juga dengan Kenzo yang kembali ke ruang kerja nya dan melanjutkan tugas-tugasnya.     

"Ehhem... Lagi dan lagi, apakah kantor ini akan menjadi tempat persinggahan semua wanita setiap hari, yang datang silih berganti?" Pandu datang menghampiri Kenzo lantas menggoda Kenzo dengan ledekan yang sengaja dia berikan.     

"Cih, jangan meledekku. Kau tau, pesona ketampanan Kenzo akan selalu kekal. Kau puas?" tukas Kenzo membalas ledekan Pandu.     

"Hahaha... Ngaco!" kata Pandu membalasnya.     

"Hah... Aku bingung, aku menyesal menjawabnya pada sahabatku tadi." Kenzo tampak menghela napas berat seraya bersandar pada punggung kursi.     

"Apa lagi kali ini?" tanya Pandu heran.     

Kenzo menceritakan pada Pandu apa yang Maya katakan dan Maya pinta padanya tadi. Seketika Pandu mentertawainya.     

"Huh, aku sudah menduganya kau akan mentertawaiku."     

"Kau yakin istrimu akan mengizinkanmu datang?"     

"Justru itu, aku menyesalinya. Aku tidak mau mengundang pertengkaran besar dengannya lagi."     

"Sudahlah, kau pasrah saja. Tidak akan berhasil, Ken."     

Ucapan Pandu membuat Kenzo menunduk sesal. Dia melupakan apa yang terjadi dan bagaimana statusnya saat ini. Dia sudah menikah, bukan lagi seorang laki-laki single yang bebas dalam banyak hal.     

Jam berputar semakin cepat sehingga membuat Kenzo semakin kebingungan. Dia sudah membuat keputusan dan berjanji pada Kenzo dia akan hadir dalam peresmian usaha baru yang akan di jalani oleh Maya.     

Akan tetapi, posisi nya saat ini menjadi terjepit. Dia lupa bahwa Alona begitu sangat membenci Maya, terlebih lagi jika Kenzo berada di dekatnya.     

Kenzo dalam perjalanan pulang, dia berpikir keras bagaimana dia akan menghadiri peresmian itu. Ponselnya bergetar, membuatnya tersadar dan sontak menghentikan laju motornya kemudian.     

Ryo memanggilanya via telepon.     

"Halo, Yo..."     

"Pfffttt... Ada apa dengan suaramu itu? Hahaha... Aku bisa menebaknya." Ryo langsung saja meledeknya sehingga membuat Kenzo membuang napanya dengan hentakan.     

"Bisakah kau menyamp..."     

"Oh, no! Itu tidak akan pernah aku lakukan lagi. Karena semua akan percuma, Maya sudah terlanjur mengetahui semuanya sehingga itu membuatnya tidak akan pernah bisa di kendalikan seperti dulu lagi."     

"Semua karena mu, Yo! Kau yang membuatnya menjadi seperti itu."     

"Haish... Ayolah, jangan terus menyalahkanku begitu. Kau tau saat itu aku terpaksa, kita tau bagaimana sikap Maya. Tidak ada yang tega melihatnya menangis di antara kita, dia ratu bagi kita. Bukan begitu?" sahut Ryo membela dirinya.     

"Hah... Sudahlah, maafkan aku harus membuatmu ikut serta dalam masalah yang rumit ini, Yo."     

"Sudahlah, kita ini sahabat. Untuk apa kau menyalahkan diri begitu, lalu kau dimana saat ini?" tanya Ryo mengalihkan.     

"Aku dalam perjalanan pulang, kau tau aku jelas tentu tidak akan pernah bisa menghadiri peresmian boutique itu, Yo."     

"Aku tau, aku harap Maya akan mengerti. Kau tidak perlu cemas, sekarang pulanglah. Aku menelponku untuk mendengar keluh kesahmu, sudah tentu kau sangat bingung saat ini."     

"Aku... Aku sudah memastikan akan hadir, Maya datang menemuiku dan memintaku untuk hadir di peresmian itu, Yo."     

"Oh my God! Jadi, kau sudah berjanji? Gila, kau sudah gila, Ken!"     

"Hem, aku memang gila!"     

"Hah... Tuhan, sungguh... Ini akan menjadi masalah semakin rumit dan meledak nantinya."     

Kenzo terdiam, mendengar keluhan Ryo tentangnya.     

"Aku harus pulang, Yo! Ini hampir petang, acara itu pasti sudah akan di mulai."     

"Hem, kau pulang saja. Aku saja yang akan menghadiri acara itu, biarlah kali ini aku kembali melihat dan mendengar caci makian darinya."     

"Kau memang sahabat baikku, Yo!"     

Klik!     

Panggilan berakhir. Kenzo melanjutkan laju motornya untuk kembali pulang saat ini.     

Sesampainya di rumah, Kenzo memarkir motornya sejenak lantas melangkah masuk ke dalam rumah. Kedatangan Kenzo saat sudag di dalam ruangan di sambut oleh kepanikan Ervan dan yang lainnya, lantaran Sinta merasakan bahwa ini adalah waktunya dia melahirkan anak keduanya.     

"Ken, cepat bantu kami!" titah Ervan meminta Kenzo membukakan pintu ruang depan kembali lebar-lebar.     

Ervan menggendong sang istri dengan terbirit-birit menuju ke luar. Sedang Alona menggendong sebuah tas bayi yang sudah di penuhi dengan banyak perlengkapan di dalamnya.     

"Ken, telepon ibumu. Beritahu dia bahwa Sinta akan melahirkan, ibumu sedang pergi keluar dengan ayahmu." sang nenek memintanya seraya menyusul Ervan pergi keluar ruangan.     

Kenzo masih kikuk, dia sungguh terkejut oleh keadaan. Dia melihat Alona tersenyum tipis seperti sedang menahan amarah, tapi apa? Tanya Kenzo di dalam hatinya.     

"Sayang, cepat telepon ibu!" ujar Alona mengingatkan.     

"Ah, ya! Baik!" sahut Kenzo seraya meraih ponselnya dan menekan layarnya guna untuk menelpon sang ibu.     

"Halo, iya, Nak. Ada apa?" terdengar suara sang ibu dari seberang sana.     

"Bu, pulanglah. Kak Sinta akan melahirkan, kita akan ke rumah sakit."     

"Astaga, baiklah. Ibu akan menyusul," sahut sang ibu seraya mematikan panggilan teleponnya seketika.     

"Sayang, kau ikut denganku." Kenzo mengajak Alona seraya meraih tas yang Alona genggam sejak tadi.     

Belum lagi Alona menjawabnya, sang nenek memanggil agar Alona segera masuk ke dalam mobil dan ikut serta menjaga Sinta.     

"Aku ikut mobil saja, kau menyusul lah dengan motormu." Alona berbicara dengan acuh seraya beranjak pergi dari hadapan Kenzo.     

Kenzo tampak gelagapan melihat Alona berlalu meninggalkannya begitu saja. Melihat mobil berlalu pergi, tanpa berpikir lagi Kenzo segera menyusulnya.     

Kenzo melaju dengan cepat, melewati sebuah jalan yang tanpa dia ketahui melewati sebuah gedung yang sedang diadakan acara dalam keramaian.     

Sontak Kenzo teringat akan janjinya pada Maya. Sudah tentu Maya menunggunya saat ini, dia berharap Kenzo akan datang. Kenzo menghela napas panjang, dia merasakan apa yang Maya rasakan saat ini sudah pasti begitu patah hati.     

Dan benar saja, di tempat kediaman boutique yang Maya akan kelola, Ryo datang dan melihat Maya sedang tampak menunggu kedatangan seseorang yang sudah tentu itu Kenzo.     

"May, selamat ya!" ucap Ryo sambil memberikan bucket bunga yang begitu besar untuk Maya.     

"Huh... Meskipun aku tidak begitu menyukai bunga, aku akan tetap menerimanya. Terima kasih, Yo!" sahut Maya sambil menerima bunga itu.     

Maya kembali menatap ke arah depan, dia seperti menunggu seseorang datang.     

"May, dimana suamimu?" tanya Ryo kembali mengalihkan pandangan Maya padanya.     

"Tsk, dia masih di luar kota. Di rumah orang tua nya," sahut Maya tampak santai.     

"Cih, jadi kau menunggu suamimu datang hari ini?"     

Maya menolehnya kembali namun kali ini tatapannya sungguh berbeda. "Apa aku terlihat sedang menunggu laki-laki brengsek itu?" balas Maya yang seketika membuat Ryo menelan ludahnya dengan paksa.     

"Maya... Kau sungguh..."     

"Kau tau siapa yang aku tunggu saat ini, Yo. Bahkan tanpa aku jelaskan dan aku beritahu, bukan?"     

Ryo mengedip-kedipkan matanya bak boneka, dia menatap wajah Maya dengan penuh keheranan.     

"May, Kenzo tidak akan datang. Apapun yang akan menjadi alasannya saat ini kau harus menerimanya."     

"Dia sudah berjanji," bantah Maya akan tutur kata Ryo barusan.     

"Tapi kau tau, Alona tidak akan mengizinkannya, May. Dia istri sah Kenzo, jangan membuat Kenzo membuat sebuah pilihan yang sulit. Apa kau tidak kasihan pada sahabatmu itu?"     

"Justru karena aku ingin melindunginya. Aku berbuat sejauh ini," balas Maya dengan cetus menatap tajam wajah Ryo kembali.     

"May..." lirih Ryo dengan bernada.     

"Maya, ayo... Kita mulai peresmiannya, semua tamu undangan sudah tidak sabar. Mereka juga ingin segera membeli semua pakaian yang akan kau luncurkan malam ini."     

Kini hadir sang ibu menghampiri Maya saat tengah mengobrol dengan Ryo.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.