The Lost Love

Desah manja



Desah manja

0Ryo berbincang-bincang sejenak dengan ibu Kenzo, dengan persahabatannya yang begitu dekat dengan Kenzo membuat Ryo menganggap  ibu Kenzo seperti ibunya sendiri.     
0

Alona turut menyimak obrolan Ryo dengan ibu Kenzo yang sedang asyik menceritakan kisah Ryo selama menempuh pendidikan kuliah di luar kota. Merasa obrolannya dengan Ryo sudah cukup, ibu Kenzo mengajak bicara Alona.     

"Alona, apa kau tidak bermaksud masuk ke dalam bertemu dengan keponakanmu yang baru lahir?"     

"Eng, apakah boleh, Bu?" tanya Alona tercengang.     

"Kenapa tidak, Nak? Ayo..." ajak sang ibu mertua lagi.     

Alona tampak sumringah, sebetulnya sejak tadi dia ingin menanyakan hal itu. Namun, niatnya diurungkan karena merasa itu sedikit lancang meski tidaklah demikian.     

"Sayang, kau tidak ikut?" tanya Alona pada Kenzo.     

"Aku..." Kenzo menjeda bicaranya sembari melirik ke arah Ryo. Dia tidak mungkin mengajak Ryo ikut serta ke dalam.     

"Baiklah, aku duluan saja." Alona mengerti maksud Kenzo sehingga dia membiarkan Kenzo menemani Ryo.     

Begitu Alona melangkah masuk ke dalam ruangan dimana Sinta dan bayi nya berada serta dengan sang nenek dan Ervan juga ayah sambung Kenzo, segera Kenzo duduk menghampiri Ryo.     

"Hah... Tuhan..." Ryo menghela napas panjang seolah dia merasa lega baru saja terlepas dari sebuah beban yang menakutkan.     

"Ada apa denganmu?" tanya Kenzo dengan heran.     

"Gila, Ken! Sejak tadi, aku merasakan hawa panas dan mencekam sejak Alona menatapku begitu."     

"Pffftttt... Jangan terlalu dipikirkan!" Kenzo menahan tawanya.     

"Bagaimana aku tidak memikirkannya, istrimu menatapku seolah akan menelanku hidup-hidup."     

Kenzo lagi dan lagi hanya bisa terkekeh-kekeh menertawai sahabatnya itu. Dia pun segera menghentikan tawanya setelah Ryo mengajaknya bergulat dan dengan gemas menggebuki tubuh Kenzo.     

"Bagaimana dengan Maya, Yo?" tanya Kenzo di tengah kegaduhan Ryo menggebukinya, membuat Ryo seketika menghentikan aksinya.     

"Huh... Kacau, sangat kacau, Ken!" jawabnya dengan membuang napas kasarnya.     

Kenzo terdiam tampak lesu. "Aku tau itu, saat ini dia tentu marah atau mungkin sangat benci padaku kembali."     

"Dia bahkan menangis tadi, aku tidak tau kenapa dia berubah begitu. Padahal kau tau Maya tidak pernah sekonyol ini dalam bersikap."     

"Hem, tadinya aku pun merasakan hal yang sama, Yo. Tapi sepertinya dia hanya meluapkan segala penyesalan dan kekesalan yang menjadi satu di dalam hatinya sejak aku menikahi Alona dengan cara yang..."     

Ryo segera menatap wajah Kenzo dan menghentikan ucapan Kenzo sejenak.     

"Apakah hubunganku dengan Alona masih belum mendapatkan restu?" tanya Ryo pada Kenzo.     

Kenzo menganggukkan kepalanya dengan wajah sedih.     

"Oh ya ampun, haruskah aku membuat ayah mertuamu itu menerima betapa dia harusnya beruntung mendapatkan menantu seorang Kenzo?" balas Ryo sekenanya.     

"Cih, apa yang bisa kau lakukan? Yang ada kau akan lari terbirit-birit saat bertemu dengan beliau," balas Kenzo meledek Ryo, sahabatnya.     

"Sssshhh... Apakah dia seseram itu?" Ryo mendesis seraya menjauhkan sedikit badannya dari Kenzo.     

"Entahlah, sikap galak dan tegas bukankah sangat beda tipis?" sahut Kenzo berbalik tanya.     

Ryo tertegun sejenak menatap dalam-dalam kedua mata sahabatnya itu, dia melihat ada beban berat dan rasa lelah serta pasrah di dalamnya.     

Ryo sangat menyayangkan. Mengetahui bagaimana kisah percintaan sahabat dekatnya itu, yang dulu selalu mendapatkan kisah yang mulus dan manis serta meyakinkan.     

Namun, kini dia justru terjebak dalam kisah hubungan pernikahan yang tak direstui oleh orang tua Alona, wanita yang paling Kenzo cintai diantara banyak wanita yang mengejarnya.     

"Apa kau akan menyerah dan membiarkan begitu saja hubungan rumah tanggamu tanpa restu begitu, Ken?" tanya Ryo kemudian dengan pelan, dia takut Kenzo akan merasa tersinggung dan kian sedih.     

Kenzo menatap wajah sahabatnya itu. "Apakah aku terlihat mudah menyerah dalam setiap tindakanku?"     

Ryo tersenyum, berusaha menghibur dan mempercayainya bahwa Dia benar-benar akan mampu melewati semua ini.     

~     

Malam pun kian larut, Ryo sudah berpamitan untuk pulang setelah banyak berbincang menemani Kenzo sejak tadi.     

Kini, giliran Kenzo yang masuk ke dalam ruangan Sinta untuk melihat sang keponakan yang baru di lahirkan ke dunia.     

Wajah mungil nanti cantik jelita, kulit putih bersih serta bibir merah dan rambut hitam tebal, membuat Kenzo gemas menyentuh dan mengusap-usap pipi keponakan nya itu.     

Lantas dia menoleh ke arah Alona, tampak terlihat sedang menahan kantuknya. Sehingga dia menghampirinya yang kini tengah duduk di sofa mini di dalam ruangan itu.     

"Sayang, kau mengantuk?" tanya Kenzo dengan bersuara pelan.     

"Sedikit," jawab Alona setengah berbisik.     

"Ken, bawa istrimu pulang. Kalian istirahatlah di rumah, biar kami saja yang menginap disini," kata sang nenek tiba-tiba.     

"Apakah tak apa, Nek?" tanya Kenzo menoleh ke arah nenek.     

"Pulanglah..." jawab sang nenek kembali menyuruhnya sambil memberikan kunci rumah pada Alona.     

Alona menangguk, bersamaan dengan Kenzo. Lalu mereka keluar dari ruangan setelah berpamitan pada Ervan dan Sinta.     

Diluar, Alona berpamitan pada ibu mertuanya dan suaminya. Barulah mereka pergi keluar tepatnya di halaman parkir yang begitu luas dan tampak sepi.     

Alona segera naik ke atas motor Kenzo dan memeluknya dengan erat dari belakang. Lalu Kenzo melajukan motornya dengan perlahan dan semakin cepat saat dalam perjalanan.     

Begitu tiba di rumah, Alona langsung saja masuk ke dalam rumah di susul oleh Kenzo setelah membuka kunci pintu rumah tersebut.     

Alona menuju dapur, untuk mengambil segelas air minum lalu meminumnya. Sedang Kenzo sudah lebih dulu masuk ke kamar setelah mengunci pintu depan.     

"Sayang, aku bawakan segelas air minum," ujar Alona setelah masuk ke dalam kamar.     

"Terima kasih, Istriku." Kenzo mengucapkannya seraya menjelaskan seragam kerja yang belum sempat dia lepaskan saat pulang bekerja tadi.     

Alona tak menjawab apapun lagi. Dia segera menuju kamar mandi untuk membasuh wajah, kedua tangan dan kedua kaki serta menggosok gigi. Dia berniat untuk segera lelap dalam tidurnya.     

Begitu Alona keluar dari ruang kamar mandi, Kenzo menatapnya sejenak. Alona tampak acuh, membuat Kenzo heran. Karena sebetulnya Alona bukan hanya sedang menahan kantuknya, dia juga sedang kesal lantaran sikap Maya padanya tadi.     

Kenzo membiarkannya dulu malam ini. Karena dia tak ingin membuat keributan saat malam hari sudah kian larut. Dia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya sebelum beranjak tidur meng-istirahatkan tubuhnya yang lelah.     

Pagi pun tiba, jam menunjukkan pukul 06.00 pagi. Kenzo terbangun lebih dulu saat mendengar suara alarm dari jam digitalnya. Dia membuka kedua matanya, tampak terlihat Alona yang masih lelap dalam tidurnya.     

Kenzo menatap wajah Alona dengan mengusap lembut pipi Alona. Perlahan Alona membuka kedua matanya lantaran merasa sentuhan jari jemari Kenzo membuatnya sedikir merasakan geli.     

Sontak saja, Kenzo menariknya ke dalam pelukan. Kenzo memeluk Alona dan mengecup keningnya. Alona merasakan kehangatan tubuh suaminya itu seraya memejamkan kedua matanya.     

"Sayang, setelah ini... Rumah ini akan dihiasi dengan keramain tangisan bayi. Kuharap kau tidak akan terganggu," ujar Kenzo sambil terus mendekap tubuh Alona.     

"Tentu saja itu tidak akan terjadi dari diriku, aku justru senang dan sangat menantikannya. Karena aku bisa bermain dan menggendong Jelita nanti," sahut Alona dengan penuh semangat.     

"Syukurlah jika kau mengerti. Aku senang mendengarnya, dan selanjutnya kita yang akan meramaikan rumah ini."     

Alona mendelikkan kedua matanya, dia terkejut dengan wajah memerah setelah mendengar Kenzo berkata demikian.     

"Sayang, aku..." ucapan Alona terhenti ketika Kenzo mengecup bibirnya dan menguncinya agar tidak bicara.     

Alona memejamkan kedua matanya kemudian, merasakan kelembutan dan kehangatan bibir Kenzo serta deru napas Kenzo yang tidak beraturan.     

Lalu kemudian, Kenzo pun memulai aksinya di pagi ini. Dia menciumi tubuh Alona secara intens, mulai bergerilya dengan liar dan nakal, membuat Alona turut menaik turunkan napasnya menahan sentuhan demi sentuhan nakal dari sang suami.     

"Ah..." Alona mendesis pelan, membuat Kenzo kian garang.     

Kali ini, di pagi hari ini, Kenzo seolah sengaja melakukan hal yang erotis dan jauh lebih nakal pada Alona mengingat di rumah itu hanya tinggal berdua saja.     

Alona memejamkan kedua matanya seraya mencengkram kuat seprai dari kedua tangannya. Alona merasakan sensasi yang berbeda pagi ini, sungguh membuatnya perlahan merasakan melayang di atas awan.     

"Sayang, hentikan!" pinta Alona dengan terbata-bata.     

Namun, Kenzo kian menjadi sehingga membuat Alona menggeliat seperti cacing kepanasan pagi ini. Cuaca dingin berubah memanas, hingga perlahan membuat Alona mengeluarkan keringat di bagian keningnya.     

"Sayang, cukup..." pinta Alona kembali saat Kenzo sedang asyik bermain di bagian pangkal pahanya.     

Kenzo tak pedulikan itu, hingga membuat Alona kian meracau tak jelas.     

"Sayang, di rumah hanya ada kita berdua saja. Aku ingin mendengar suara manjamu seperti kala itu," bisik Kenzo mengingatkan Alona pada malam saat pertama kali dia melakukannya dengan Kenzo di rumah Ryo.     

Alona tersipu malu, dia mencubit manja kedua lengan Kenzo yang tampak berotot pagi ini. Mereka saling memandang satu sama lain, lalu kembali berciuman bibir dengan mesra.     

Kenzo memindahkan ciumannya dengan meninggalkan tanda kissmark di leher Alona. Turun ke bagian dada Alona, hingga memenuhinya di bagian itu.     

Alona terengah-engah menjambaki pelan rambut Kenzo sehingga membuat Kenzo tak sabar lagi menghentakkan dan memporak porandakan bagian intim milik wanitanya yang sudah halal baginya itu.     

Kenzo memberikan kode pada Alona bahwa dia akan memulainya. Dan benar saja, Alona sedikit memberlalakkan kedua matanya setelah Kenzo mulai menghentakkan bagian intim miliknya.     

Perlahan Kenzo memberikan sensasi yang Alona nantikan sejak tadi. Pagi ini mereka melakukannya dengan tanpa menahan apapun seperti yang biasa mereka lakukan.     

Alona meracau, desahan demi desahan dilakukan dan dilontarkan dari bibirnya. Saling bersahutan dengan Kenzo saat Alona membalasnya dengan gerakan yang erotis.     

Jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi, namun Kenzo seolah tak pedulikan hal itu. Dia masih terus saja bermain dengan pelan, dan sesekali dia bercepat, membuat Alona kelonjotan merasakannya.     

"Sayang..." lirih Alona dengan terengah-engah, dia tampak kehabisan napas.     

Mendengar suara Alona memanggilnya barusan, Kenzo paham dia akan segera tiba pada puncak kenikmatan.     

Dengan sengaja Kenzo menghentikan hentakannya, membuat Alona sedikit kesal. Kenzo sengaja memperlakukannya demikian, lantas menciumi bibir Alona dengan mesra.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.