The Lost Love

MAAF



MAAF

0Kenzo dan Alona terkulai lemas setelah mencapai puncak kenikmatan bersamaan. Mengingat jam sudah lewat pukul 7 pagi, Kenzo segera bergegas meraih ponselnya.     
0

"Halo, Pandu." Kenzo menelpon Pandu lebih dulu.     

"Ya, Ken. Ada apa pagi-pagi begini menelponku? Jangan bilang kau akan libur dadakan hari ini."     

"Emm... Tidak, tapi sepertinya aku akan datang terlambat. Kakak iparku melahirkan semalam, aku harus menjenguknya ke rumah sakit dulu."     

"Oh, oke. Santai saja, yang penting jangan ambil libur ya!"     

"Terima kasih, Pandu."     

"Hem..."     

Panggilan telepon berakhir, Alona mengulas senyuman lembut dengan mata sendu. Tampak dia masih merasa lelah setelah Kenzo memporak-porandakan jiwanya dengan kenikmatan.     

"Sayang, ayo mandi. Aku akan mengantarmu ke rumah sakit," ajak Kenzo pada Alona.     

Dengan malas-malasan Alona bangun beranjak bangun. Mereka pergi bersama ke ruang kamar mandi dan mandi bersama dengan penuh kebahagiaan serta keromantisan.     

Setengah jam berlalu, mereka sudah siap hendak pergi ke rumah sakit. Betapa terkejutnya Alona saat keluar lebih dulu dan menuju ruang dapur. Dia melihat Ervan sedang berdiri di depan pintu kamarnya, sudah tentu Alona berpikir apa yang dia lakukan dengan Kenzo tadi terdengar oleh Ervan.     

"Kak Er-van..." sapa Alona terbata-bata dengan wajah memucat, lalu berubah merona menahan malu.     

"Oh, hai. Pagi, Alona." Ervan menyapa dengan santai dan tersenyum menatap wajah Alona.     

"Oh, kak Ervan..." Kenzo menyusul keluar kamar dan turut terkejut melihat Ervan ada di rumah.     

Ervan tercengang melihat ekspresi Kenzo dan Alona terkejut melihat nya di rumah.     

"Ada apa dengan kalian?" tanya Ervan disertai dengan tawa kecil.     

"Ka-kapan kakak di rumah?" tanya Kenzo terbata-bata, sambil menelan paksa ludahnya untuk membasahi tenggorokannya yang kering.     

"Ehm... Sekitar 10 menit yang lalu," sahut Ervan.     

Kenzo membuang napas dengan lega. Begitu pula dengan Alona yang turut menghempaskan napasnya seolah dia baru saja lepas dari segala beban berat.     

"Kakak duluan ya, kalian akan ke rumah sakit bukan?"     

"Hem, kami baru saja akan pergi." Kenzo menjawab sekenanya dengan salah tingkah.     

"Hum, baiklah. Kakak buru-buru, sampai ketemu di rumah sakit." Ervan berpamitan seraya mengemas beberapa barang lainnya lagi.     

Kenzo dan Alona saling mengangguk hingga akhirnya Ervan berjalan melewati Ervan, seraya berbisik pada telinga Kenzo.     

"Hadirkan generasi penerus."     

Kenzo mematung ketika mendengar bisikan dari sang kakak. Lantas wajahnya berubah memerah menahan malu, membuat Alona bertanya-tanya dan sedikit cemas melihat wajah sang suami demikian.     

Begitu Ervan keluar dari rumah, Kenzo menepuk keningnya. Dia mengusap kasar wajahnya membuat Alona kian penasaran.     

"Sayang, ada apa?" tanya Alona sambil mengusap punggungnya dari belakang.     

"Pffttt... Sudahlah, lupakan! Agar kau tidak semakin malu nantinya," ujar Kenzo padanya.     

Alona melebarkan kedua matanya lantaran terkejut mendengar ucapan sang suami.     

"Haish, sudahlah. Kita pergi saja ke rumah sakit." Kenzo segera mengalihkannya.     

Alona mengangguk segera meski dia sedikit ragu, juga malu. Entah bagaimana dia akan bertatap muka dengan Ervan, yang sudah pasti akan menjadikannya bulan-bulanan nanti.     

Setelah sampai di rumah sakit, Alona tampak canggung menghampiri ibu mertua dan sang nenek yang sedang duduk di ruang tunggu, tepat di luar ruangan Sinta yang tengah di rawat bersama dengan bayinya.     

"Bu, kapan kak Sinta boleh pulang?" tanya Alona menyapa lebih dulu, sejujurnya dia berkata demikian ialah untuk mengalihkan rasa canggungnya.     

"Mungkin hari ini bisa pulang, kakak iparmu itu sangat nakal. Dia mana tahan lama-lama di rumah sakit," sahut sang nenek lebih dulu ketika ibu Kenzo hendak berbicara.     

"Wah... Alona jadi senang dengarnya."     

"Emh, baiklah. Aku langsung saja ke kantor, aku sudah izin pada Pandu akan datang terlambat hari ini." Kenzo menyela berbicara.     

"Hati-hati di jalan, Nak," jawab sang ibu menasehati.     

Kenzo mengangguk seraya menyalami semua yang ada di hadapannya. Sang ibu, sang nenek, juga Alona yang menyalami tangan Kenzo dengan penuh penghormatan.     

Kenzo bergegas pergi dari rumah sakit dan langsung saja dia berhenti di sebuah toko bunga setelah dia melaju setengah perjalanan. Dia juga membeli sebuah kue tart dengan berhiaskan sebuah ucapan untuk Maya.     

Sebelum dia pergi bekerja, Kenzo memilih jalan menuju dimana boutiqe Maya berada. Dia berharap akan menemui Maya disana, sehingga dia bisa menyampaikan kata maaf secara langsung pada Maya.     

Dan benar saja, begitu Kenzo sampai di alamat dimana boutique Maya berada, Kenzo segera melajukan motornya memasuki halaman parkir boutique tersebut.     

Dilihatnya sebuah motor pribadi milik Maya sudah terparkir di samping motornya. Setelah itu, Kenzo melangkah untuk memasuki ruangan boutique tersebut.     

"Selamat pagi, selamat datang di Maya boutique..." ucapan kata sambutan yang ramah dari Maya bagi pengunjung yang baru datang ke boutique miliknya.     

Namun, Maya segera menarik kedua bibirnya yang tengah tersenyum menyambut nya tadi.     

Kenzo mengulas senyuman manis, dia berusaha membuat Maya meredam amarahnya dahulu sebelum dia meledak nantinya setelah melihat Kenzo.     

"Aku tidak menerima tamu, maaf. Bisakah kau pergi? Jangan merusak moodku pagi ini," ujar Maya dengan memalingkan wajahnya dari tatapan Kenzo.     

"Aku membawa kue dan bunga ini khusus untukmu," jawab Kenzo berusaha tetap santai.     

"Aku tidak suka bunga!" tukas Maya namun diam-diam dia melirik kue tart cokelat dengan banyak taburan keju di atasnya.     

Kenzo sengaja mendekatkan lagi kue tart yang dia beli untuknya. Kenzo tau, Maya sangat menyukai kue dengan rasa itu.     

"Jangan marah, please... Kau tau alasanku tidak datang, May."     

"Karena Alona melarang mu, bukan?"     

"Kak Sinta sedang melahirkan semalam. Dan aku menjaganya di rumah sakit," terang Kenzo pada Maya.     

Maya terkesiap. Dia merasa terkejut mendengar penjelasan Kenzo, dia tidak tahu hal itu terjadi pada Kenzo.     

"Aku..."     

"Sekali lagi aku minta maaf, May. Aku tau kau kecewa dan menungguku, tapi apa dayaku, May."     

"Cih..." Maya memalingkan wajahnya dengan bibir cemberut.     

"May..." panggil Kenzo merengek manja.     

"Iiih, kau menyebalkan!" Maya masih memalingkan wajahnya.     

"Ya sudah, aku akan pergi. Aku harus bekerja, aku sudah terlambat. Aku datang kemari hanya untuk memberimu ucapan dan kue dan bunga ini."     

Maya masih enggan menoleh menatap wajah Kenzo. Sehingga membuat Kenzo sengaja melangkah hendak pergi dari hadapan Maya.     

"Ken!" Maya beranjak berdiri mengejar langkah Kenzo yang baru saja beberapa langkah dari hadapan Maya.     

Kenzo tersenyum penuh kemenangan lantas berbalik badan menatap wajah Maya yang berdiri di depannya saat ini.     

"Bagaimana kabar kak Sinta?" tanya Maya dengan kikuk.     

"Hari ini kemungkinan dia akan pulang. Dia sudah membaik, dia melahirkan bayi perempuan yang sangat cantik, namanya Jelita," terang Kenzo pada Maya dengan sangat detail.     

"Aku akan datang menjenguk bayi mungilnya," balas Maya masih dengan kikuk.     

"Tsk, apaan sih? Kenapa dengan sikapmu itu? Dasar..."     

"Aku tidak akan minta maaf padamu, karena meski bukan karena kak Sinta kau juga akan tetap tidak hadir di acara peresmian itu."     

Kenzo tersenyum, dia menatap wajah Maya dengan tawa kecil cekikikan melihat tingkah Maya demikian.     

"Baiklah, aku pergi. Aku sudah terlambat bekerja," pamit Kenzo sambil mengusap kepala Maya yang mengenakan hijab.     

"Ken, emh... Terima kasih, kau sudah menyempatkan datang kemari mencariku dan memberikan ini semua."     

Lagi dan lagi Kenzo hanya tersenyum saja melihat tingkah Maya. Lantas beranjak pergi dari hadapan Maya dan segera menuju tempat kerja dengan laju motor berkecepatan tinggi.     

~     

Hari-hari terus berlalu, tanpa sepengetahuan Alona Kenzo kerap sekali menemui Maya di boutique milik Maya. Sedang Alona selalu datang ke rumah sang ayah masih dengan niat dan harapan yang sama.     

"Bapak, apakah bapak masih membenci Alona?" tanya Alona saat menghampiri sang ayah yang sedang duduk di teras rumah nya.     

Alona datang berkunjung dengan membawa segala makanan dan minuman kesukaan sang ayah serta Aleea.     

"Aleea, ambilkan kopi bapak!" pinta sang ayah dengan sengaja mengabaikan sapaan Alona.     

Alona menghela napas panjang mendengar serta melihat sang ayah demikian. Aleea yang sejak tadi sengaja mengintip di balik jendela tampak ikut sedih melihat sang ayah bersikap acuh bahkan seolah tidak menganggap adanya Alona.     

"Bapak..." Alona kembali memanggil sang ayah dengan lirih.     

"Aleea!" hardik sang ayah membuat Aleea terkejut.     

"I-iya..." sahut Aleea dengan terbata-bata.     

"Alona pamit pulang, Alona tau bapak masih membenci Alona. Bapak tidak ingin melihat Alona lagi, tak apa. Alona senang bapak sehat dan tetap menjadi sosok bapak yang tegas. Ingat makan dan jaga kesehatan," ujar Alona berpamitan kemudian.     

Sementara Aleea membuat kopi permintaan sang ayah yang sebetulnya tidak benar-benar dia minta pada Aleea. Dia hanya berusaha mengalihkan Alona yang terus saja mengajaknya bicara dan memohon pada sang ayah.     

Lagi dan lagi, Alona pulang dari rumah sang ayah kembali berakhir dengan tangisan. Alona tidak pernah bisa berhenti menangis dan menguatkan hati serta perasaannya, setiap kali sang ayah mengusirnya dari rumah.     

Sedang hari sudah sore, Kenzo hendak pergi pulang bekerja. Namun, Maya menelponnya lebih dulu dan memintanya agar datang mengunjunginya     

Tentu Kenzo langsung saja mengiyakannya tanpa berpikir panjang. Dia mengirim pesan untuk Alona dengan alasan lembur, dia akan pulang terlambat hari ini.     

Begitu sampai di boutique Maya, Kenzo segera melangkah masuk dengan membawa jus avocado yang Maya sukai sejak masih kecil.     

Kenzo melihat seluruh ruangan boutique cukup ramai oleh banyak pendatang dan ada pula yang sudah memiliki member sebagai pelanggan setia dari boutique Maya tersebut.     

"Wah... Sangat ramai, sepertinya usahamu akan sukses sejak awal berdiri, May." Kenzo langsung saja memuji Maya seraya memberikan jus avocado tanpa Maya pesan lebih dulu.     

"Cih, kau meledekku?" tanya Maya menanggapi.     

"Huuuuh... Dasar si pemarah!" balas Kenzo dengan memanyunkan bibirnya.     

Maya tertawa dengan penuh bahagia, lantas meraih jus avocado yang Kenzo bawakan untuknya.     

"Sluuurrrp... Akh... Manisnya sangat terasa." Maya menyeruput jus di tangannya.     

Kenzo memandang wajah Maya yang selalu cantik dengan balutan hijab di kepalanya.     

"Ada apa? Apakah ada yang aneh lagi dari wajahku ini?" tanya Maya setelah menyadari tatapan Kenzo barusan.     

"Apakah... Kau sungguh akan terus begini, May?" tanya Kenzo mulai menyelidik.     

"Apa katamu? Aduh... Udah deh, jangan memutar obrolan. Kau katakan saja langsung apa yang kau katakan barusan!" cetus Maya dengan gemas.     

"Suamimu, May! Kau harus memintanya kembali segera kemari, demi anakmu."     

"Haaah... Lagi dan lagi, kau memancing amarah yang sudah kupendam lama dengan sekuat tenaga, Ken!"     

"May, apakah kau menganggap sebuah pernikahan itu permainan?" tanya Kenzo dengan raut wajah serius.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.