The Lost Love

The Lost Love



The Lost Love

3Alona menggetarkan dirinya mendengar pertanyaan Kenzo yang menudingnya demikian, walaupun itu memang sebuah fakta yng kini dia rasakan di dalam hatinya. Dia pun segera memalingkan wajahnya kembali, dengan lirih dia berbicara. "Apa aku punya hak?"     
3

Kenzo mengerjapkan kedua matanya mendengar ucapan yang Alona pertanyakan kembali padanya. Perlahan dia mulai melepaskan kedua tangannya yang menangkap rahang kedua pipi Alona sejak tadi. Dia merasa sedikit tersinggung akan pertanyaan Alona barusan.     

"Kak…" panggil Aleea, sehingga Kenzo segera memalingkan wajah dari Alona.     

"Ayo, pulang!" ajak Aleea pada Alona kemudian.     

"Hem…" Alona mengangguk seraya kini hendak beranjak pergi dari hadapan Kenzo. "Aku harus pulang, hati-hati di jalan ya!" pamit Alona pada Kenzo dengan suara lirih.     

Kenzo hanya bisa diam saja saat melihat Alona dan Aleea berlalu pergi dari hadapannya. Bahkan dia tidak bisa lagi mengulas senyuman lembut seperti biasanya ketika Aleea dan Alona menoleh ke arahnya kembali sesaat sebelum mereka saling berpisah. Lantas dia pun turut serta pergi dengan mengendarai motornya, tanpa mau berpikir hal apapun lagi.     

Entah kenapa, sesaat kemudian laju motor Kenzo justru menuju ke arah salon dimana Aini bekerja selama ini. Dia berhenti di seberang jalan, untuk memastikan keadaan dan kondisi Aini saat inii, setelah ia bertemu dengan Alona yang sebelumnya dia tidak kenali.     

Dan benar saja, Aini baru keluar dari salon tersebut. Dia keluar bersamaan dengan temannya, sang pemilik salon. Kenzo melihat Aini dengan perasaan yang masih di penuhi dengan banyak perasaan yang sulit dia ungkapkan saat ini. Dia menatap sendu wajah Aini dari seberang jalan, agar Aini tak mengetahui kedatangannya saat ini.     

Aini tampak sedang berbicara serius dengan temannya itu, Kenzo masih diam di tempat dan memperhatikan mereka saat ini. Kenzo melihat wajah Aini tampak serius namun juga seperti ada kesedihan dari raut wajahnya itu, mungkinkah itu karena Kenzo? pikiran Kenzo mulai menyelidik dengan sendiri.     

"Itu tidak mungkin!" ujar Kenzo berbicara sendiri.     

Setelah Aini hendak pergi dan menunggu sebuah taksi di sisi jalan, tanpa sepengetahuan Kenzo, Aini telah melihatnya lebih dulu di saat Kenzo sedang lengah terhanyut dengan lamunan dan ketika Kenzo kembali menoleh ke arah dimana Aini berdiri, mereka sudah saling berpandangan dalam jarak yang cukup dekat yang hanya terhalang oleh jalan raya kota.     

Kenzo terkesiap, dia segera memalingkan wajahnya. Begitu pula dengan Aini yang memalingkan pandangannya ke segala arah sampai akhirnya sebuah taksi datang menghampirinya dan dia segera memasukinya, sedang Kenzo hanya bisa diam menatapnya pergi begitu saja tanpa suatu kata atau berani menemuinya.     

Kenzo pun menyusul pergi dengan hati yang hampa dan di penuhi dengan rasa bersalah. Dia melaju dengan cepat hingga sampai di rumah.     

Dia duduk di teras rumahnya sejenam setelah memarkir motornya di halaman. Dia berpikir apa yang harus lebih dulu dia utamakan saat ini. Aini, atau Alona.     

Kenzo tidak bisa berpikir dengan tenang saat ini, dia sungguh berada dalam suasana hati yang kalut dan bimbang. Dia mencoba untuk meraih ponselnya, namun cukup hanya dengan memandanginya saja.     

Beberapa menit berlalu, ponselnya berdering. Sebuah panggilan telepon dari Maya, sahabat lamanya yang sudah mulai jarang saling bertukar komunikasi dengannya.     

"Halo, May."     

"Ken, apa kau sudah mendapatkan undangan reuni untuk angkatan SMP kita?" tanya Maya dari seberang sana.     

"Oh? Reuni? Kapan? Emh... Maaf, aku belum membuka chat di grup."     

"Astaga... Kau ini, kalau aku tidak memberitahumu sudah pasti kau tidak akan ikut serta hadir." Maya terdengar mengomel.     

"Aku selalu membisukan semua chat obrolan di grup alumni, sangat berisik!"     

"Cih, songong Lu!"     

"Emang, apa kau baru mengetahuinya?"     

"Dih, nyebelin ah! Jadi, kau akan hadir kan?"     

"Mmh..."     

"Aaakh, ayolah. Aku gugup bertemu dengan para alumni, aku ingin kau dan Ryo turut hadir bersamaku."     

"Hello, kau bisa pergi dengan suamimu."     

"Justru karena itu, kau harus bergabung denganku."     

"No no no."     

"Keen... Aku marah nih," ancam Maya dengan merengek manja.     

"Astaga, kau sungguh menyebalkan dan pemaksa!"     

"Halo, Ken. Ini aku, suami Maya. Ayolah, bergabung bersama kami. Lagipula, hanya kau dan Ryo yang tau dan banyak mengenal satu sama lain dengan para alumni. Atau, jika kau mau kau bawa saja pasanganmu." kini giliran suami Maya yang ikut serta berbicara dan meminta Ryo turut hadir dalam acara reuni tersebut.     

"Ya ya baiklah, kalian memang sengaja kompak mengerjaiku dan meledekku bukan?" terpaksa Kenzo mengiyakan ajakan suami Maya.     

"Hahaha... Kau memang baik, aku suka ini." suami Maya semakin meledeknya.     

Panggilan telepon pun berakhir, Kenzo membuang napas panjangnya. Lantas ia membuka kembali setiap pesan masuk di grup chatnya. Kabar itu pun benar adanya, reuni akan di adakan esok sore juga.     

Kenzo tampak menghela napas kembali, seolah sedang berpikir dan mengusap-usap keningnya dengan pelan.     

Dia tak ingin semakin terjebak dalam pikiran yang hanya akan membebaninya. Dia segera melakukan panggilan telepon untuk Alona, selain dia tak ingin menjadi bulan-bulanan dari para teman seangkatannya, ini akan membuat Alona tidak marah lagi padanya.     

"Halo," jawab Alona lirih.     

"Mmh.. Kau sudah sampai di rumah?"     

"Iya, aku sudah sampai setengah jam yang lalu."     

"Mmh..." Kenzo tampak ragu-ragu dalam bicaranya.     

"Ada apa?" tanya Alona segera. Dia tahu betul jika ada yang ingin Kenzo sampaikan padanya.     

"Maukah kau ikut denganku sore besok?" tanya Kenzo disertai dengan perasaan yang memuncak di dalam hatinya.     

"Kemana? Acara apa?" tanya Alona penasaran.     

"Acara reuni angkatan SMP-ku."     

Alona terkesiap, dia mulai berpikir jauh membayangkan apa yang akan terjadi jika ia hadir bersama Kenzo dalam acara reuni itu.     

Dia belum mengenal semua teman-teman Kenzo, meski sebelumnya dia memiliki impuan dan selalu ingin dikenal oleh semua teman-teman Kenzo sebagai kekasih tentunya.     

"Halo, Alona... Kau masih mendengarku?" tanya Kenzo kembali bersuara setelah Alona suara Alona tampak hening.     

"Ah, ya! Aku... Aku masih mendengarmu," jawab Alona.     

"Kau mau pergi denganku bukan?" tanya Kenzo kembali.     

"Apakah kau yakin?"     

"Why not?"     

"Tapi..."     

"Aku tidak ingin mendengar kata tapi, aku akan menganggap pertanyaanmu barusan adalah jawaban IYA bagiku."     

Kenzo mematikan panggilan teleponnya dengan sengaja lebih dulu, sehingga membuat Alona mendecak sebal di atas kasurnya dengan memukul-mukul bantal dengan gemas.     

"Kebiasaan buruknya itu... Aaaarrrggghht..." Alona mengerang kesal dengan sikap Kenzo barusan yang jelas-jelas menjebaknya.     

Kemudian Alona beranjak bangun di jam yang seharusnya dia sudah tidur. Dia melangkah mendekati lemari pakaian untuk memilih pakaian yang cocok dia kenakan esok sore.     

Alona memilih berbagai macam setelan, gaun dan dres mini yang dia pantaskan di tubuhnya saat ini. Akan tetapi, dia merasa tidak ada yang pantas. Dia mulai menghela napas panjang dan duduk di sisi ranjangnya kembali.     

"Padahal aku hanya akan menemaninya di acara reuni bukan? Kenapa terlihat aku terlihat seperti akan pergi berkencan dengannya? Ah... Paling tidak aku harus tampil cantik besok, iya 'kan? Aku tidak ingin mempermalukan Kenzo di depan teman-temanya." Alona mendecakkan kedua kakinya yang menggantung di lantai.     

Sedang Kenzo, dia melakukan panggilan telepon pada Ryo. Dia tampak gelisah setelah mengajak Alona untuk menemaninya tanpa berpikir panjang dahulu.     

"Yo, Yo... Dengarkan aku, akh... Tidak, kau pasti akan meledekku kali ini." Kenzo terdengar panik oleh Ryo yang saat ini sedang menelponnya.     

"Hei hei, cepatlah katakan! Ada apa?"     

"Begini, acara reuni besok..."     

"Ah, ya! Aku baru saja akan menelponmu untuk menanyakan hal itu. Tapi kau lebih dulu menelponku," sahut Ryo menyela bicara Kenzo barusan.     

"Yo, aku... Aku mengajak seseorang untuk datang ke acara itu."     

"What? Siapa dia? Wanita? Atau memang pacarmu?"     

"Akh... Itu dia masalahnya, Yo. Aku tidak tau, sungguh... Kenapa aku berpikir untuk mengajaknya, sedangkan... Hubungan kami... Aku tidak tau apa ini..."     

"Oh my God, lihatlah! Laki-laki yang selalu di pandang paling tampan dan mempesona ini, apakah kali ini kau kembali berhasil di bodohi oleh seorang wanita?" ledek Ryo padanya.     

"Apa kau sengaja ingin aku menghajarmu? Sialan!" Kenzo tampak kesal.     

"Hahaha... Lalu, katakan siapa wanita beruntung yang akan kau pamerkan pada teman-teman reuni kita?"     

Kenzo mengerutkan bibirnya. Dia ingin menjawabnya, namun dia tak ingin dulu membuat Ryo akan semakin meledeknya nanti.     

"Kau... Akan mengetahuinya besok." Kenzo menjawab tegas.     

"Akh, menyebalkan. Jadi, hanya aku nih yang datang hanya seorang diri saja?" tanya Ryo dengan suara terdengar sedih.     

"Ayolah, jangan bersikap sok sedih begitu. Aku dan kau berbeda, kau jauh lebih kuat mental saat ditanya dimana pasanganmu, Yo."     

"Tsk, kau kini membalas ledekanku, begitu?"     

"Hahaha... Sampai jumpa besok, Sahabatku. Emmuach..." Kenzo sengaja kian meledek Ryo lalu mematikan panggilan teleponnya sehingga kini Ryo mendecak sebal dan merutukinya setelah panggilan telepon itu berakhir begitu saja.     

Malam terus berlarut hingga kini sudah tiba waktu pagi. Kenzo sudah sampai di tempat kerjanya, dia menunggu Pandu datang untuk memohon ijin pulang lebih cepat lantaran dia harus menghadiri acara reuni kali ini.     

Pandu tak juga terlihat. "Apakah aku datang terlalu pagi?" gumam Kenzo sambil melihat ke setiap pintu masuk ruang kerja.     

Setelah beberapa menit berlalu, Pandu datang dengan wajah ramahnya yang selalu bertukar sapa dengan para pekerja yang lainnya.     

"Woey, Pand!" panggil Kenzo setelah Pandu kini memasuki ruang kerjanya.     

Pandu menoleh seketika. "Selamat pagi, Ken!" sapanya kemudian.     

"Emh... Pagi, aku mau meminta ijin pulang lebih cepat hari ini. Apakah boleh?" tanya Kenzo dengan wajah serius dan penuh harap Pandu akan mengiyakannya.     

Pandu mengernyit menatap wajah Kenzo. "Apakah terjadi sesuatu lagi kali ini?"     

"Tidak, tapi... Emh... Aku tidak tau apakah semua orang akan memiliki pemikiran yang sama sepertiku atau tidak, tapi aku harus menghadiri acara reuni dengan teman SMP seangkatanku."     

"Pffttt... Astaga, kupikir kau akan menemui seorang wanita lalu melamarnya." Pandu malah meledeknya demikian.     

"Cih, kau memulainya lagi." Kenzo tampak tersipu malu dengan ledekan Pandu padanya itu.     

"Hahaha... Ya ya, baiklah. Kau boleh pulang lebih cepat nanti," jawab Pandu memberikan ijin.     

Sontak saja Kenzo melonjak gembira setelah mendapatkan ijin dari Pandu. "Terima kasih, pak Pandu." Kenzo mengucap kata terima kasih sembari membungkukkan tubuhnya setengah di depan Pandu.     

"Wah... Benar-benar ya," balas Pandu sambil menggelengkan kepalanya.     

Kenzo hanya tertawa seraya kini kembali ke meja kerjanya. Dia segera harus menyelesaikan pekerjaannya sebelum tiba jam dimana dia akan pulang lebih awal nantinya.     

Jam terus berputar, dia begitu semangat untuk menyelesaikan pekerjaannya. Berbeda dengan Alona yang setiap menit menghitung jam dengan penuh kecemasan.     

Beberapa kali dia menarik napasnya dalam-dalam. Dia pun melangkah keluar dari kamar untuk mengambil segelas air dingin setelah hari mulai siang.     

Dilihatnya Aleea sedang duduk manis dengan potongan buah di depannya, menemaninya asyik membaca buku di ruang tengah. Alona melihat sekeliling rumah, tampak sepi.     

"Aleea, apakah bapak sedang pergi?" tanya Alona pada sang adik.     

"Hem, bapak sedang pergi ke luar. Katanya urusan pekerjaan, dia pergi sama pak Wawan tetangga kita." Aleea menjelaskan tanpa menatap sang kakak dan hanya sibuk menyuapi mulutnya dengan buah serta serius dalam membaca buku di tangannya.     

Alona hanya menghela napas melihat sang adik demikian. Barulah dia kembali melangkah menuju ruang dapur untuk mengambil segelas air dingin di kulkas.     

Begitu usai mendinginkan dahaganya, dia kembali ke ruang tengah untuk mengatakan pada sang adik bahwa sore nanti dia akan pergi bersama Kenzo.     

Alona duduk di sisi Aleea, sambil ikut mencicipi potongan buah di depan Aleea.     

"Aleea, sore nanti kakak akan pergi bersama..."     

Tok tok tok...     

Ucapan Alona terhenti begitu mendengar suara ketuka pintu dari luar.     

Alona dan Aleea saling berpandangan sejenak. Siapakah gerangan yang datang berkunjung di hari yang begitu terik ini? Tanya mereka di dalam hati masing-masing.     

"Biar kakak yang buka," ujar Alona sambil beranjak berdiri hendak menuju ke arah pintu utama rumah mereka.     

Aleea melanjutkan membaca buku sambil kembali menyuapi mulutnya dengan potongan buah, sembari menunggu sang kakak kembali menghampirinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.