The Lost Love

The Lost Love 5



The Lost Love 5

0Acara pertunangan Adinda dan Rey berjalan dengan lancar. Kini, di jari manisnya telah melingkar sebuah cincin berlian yang sangat mewah dan indah, dan segera Adinda mengunggahnya di akun media sosialnya. Sontak membuat semua teman-teman dan kerabat dekat serta para pengikut akun media sosial Adinda yang begitu mengenalnya membanjiri unggahan tersebut dengan ucapan selamat atas pertunangan Adinda.     
0

Banyak pula di antaranya yang di buat penasaran dengan sosok laki-laki yang telah berhasil menaklukkan hati Adinda yang terkenal pemilih sejak dulu. Dan akhirnya, kini Kenzo turut menyaksikan unggahan itu dari akun media sosial milik Adinda. Hal itu membuat Kenzo menahan napasnya sejenak dan dia merasa jika kali ini dia benar-benar tidak akan pernah bisa memiliki Alona meskipun itu hanya bayangannya saja.     

"Kau terlihat bahagia atas pertunanganmu itu, Dinda." Kenzo berbicara pelan ketika melihat unggahan foto tersebut.     

Kenzo pun kembali menutup akun media sosialnya. Dia tak ingin terus merasa sesak di dadanya melihat berbagai ucapan dan ungkapan bahagia di hari pertunangan wanita yang sempat ia menaruh hati padanya. Sesaat kemudian Kenzo mendapatkan pesan dari Pandu yang mengajaknya untuk berkumpul seperti biasa malam nanti. namun dia menolaknya, malam ini dia benar-benar ingin menyendiri saja.     

Hari terus berlalu, tiba hari dimana Alona akan kembali ke Luar Negeri. Dia bertemu dengan Dewa dan menghabiskan waktu bersama sebelum dia akan menjalani hubungan jarak jauh nantinya. Sampai saat ini Alona masih berusaha untuk mengambil hati Dewa dan menjelaskan bahwa masa lalunya bersama Kenzo sudah benar-benar berakhir.     

"Dewa, apakah kau mulai ragu padaku?" tanya Alona begitu melihat perubahan sikap Dewa yang berubah menjadi sedikit pendiam.     

Dewa mengerutkan bibirnya dan menarik napasnya perlahan-lahan, sambil menatap wajah Alona yang kini duduk di depannya.     

"Alona, bagaimana perasaanmu padaku saat ini?"     

"Aku… A-apa maksudmu?" tanya Alona kikuk.     

"Apakah kau merasa nyaman denganku? Apa aku sudah memiliki tempat di hatimu?"     

"Berapa kali aku sudah katakan, aku mencoba untuk menyukaimu dan menerimamu sepenuh hati. Tapi sedikitpun aku tidak berniat hanya menjadikanmu pelarianku, dan kau tau bapak sudah merestui hubungan kita, 'kan?"     

"Alona, aku bertanya bagaimana hatimu padaku?" tanya Dewa mengulang pertanyaannya tadi.     

"Aku…" Alona menghentikan ucapannya.     

"Jadi, benar bukan? Kau hanya mencoba menghindari perasaanmu yang masih memikirkan mantanmu itu."     

Alona menahan napas sebentar seraya memejamkan kedua matanya sambil menundukkan kepalanya. Lantas kembali mendongakkan kepalanya menatap wajah Dewa yang saat ini memandangnya lekat-lekat.     

"Aku sudah menerimamu sepenuh hati. Kau kekasihku saat ini, dan aku harap hubungan kita akan terus berlanjut meski kita akan segera menjalani hubungan jarak jauh."     

Dewa mengerutkan kening, dia berusaha mempercayai ucapan wanita yang saat ini membuatnya benar-benar jatuh hati dan ingin memilikinya.     

"Dalam sekejap, aku sudah benar-benar jatuh hati padamu, Alona."     

Alona tersenyum kecil mendengar pernyataan perasaan Dewa padanya.     

"Emh, jadi kemana lagi kita akan pergi hari ini? Sudah berjam-jam kita berkeliling banyak tempat hari ini, apa kau tidak lelah?" tanya Dewa dengan lembut sambil menyentuh rambut Alona yang terusai panjang.     

"Mmh… Sebenarnya aku sedikit lelah, apakah kita istirahat sebentar disini?" sahut Alona sambil melihat sekeliling jalan yang kebetulan mereka tengah berada di dalam mobil dan sejak tadi mendadak Dewa membahas perihal tentang masa lalu Alona dengan Kenzo.     

"Hei, kita di sisi jalan, Sayang. Nanti kita kena tilang, kita parkir sembarangan."     

"Huh, kau yang berhenti begitu saja tadi." Alona sedikit memanyunkan bibirnya.     

"Itu karena kau yang membuatku begitu, aku tadi… Aku sangat cemburu." Dewa berkata dengan lirih sambil menundukkan kepala.     

Alona lantas tertawa kecil, "Kau sungguh konyol. Terkadang kau juga seperti anak kecil, untuk apa lagi kau cemburu pada masa laluku yang sudah berakhir bertahun-tahun lamanya."     

"Maafkan aku, tapi… Emh, maukah kau ikut denganku hari ini? ini sudah hampir sore, jadi…"     

"Kemana?" tanya Alona menyela bicara Dewa.     

"Ke apartemenku."     

Alona mengerutkan keningnya seketika. "Emh, baiklah! Tapi aku…"     

"Tenanglah, ayah dan ibuku tidak akan datang menemuiku sore ini. Itu apartemen pribadiku, jadi kau bisa bebas jika ingin istirahat sejenak."     

"Oh, baiklah." Alona mengiyakan seketika lantas Dewa pun menyalakan mesin mobilnya dan melaju segera untuk menuju apartemen pribadinya.     

Sesaat kemudian telah sampai di apartemen pibadi Dewa, dan segera ia masuk ke dalam basement untuk memarkir mobilnya. Dengan cepat ia keluar lebih dulu lantas membukakan pintu mobil untuk Alona. Wanita itu tersenyum menimpali sikap Dewa yang selalu menghormatinya demikian.     

"Ayo…" ajak Dewa sambil mengulurkan tangannya meminta Alona untuk menggandeng tangannya.     

Alona tersenyum kembali sambil meletakkan tangannya di atas telapak tangan Dewa untuk di genggamnya lantas mereka melangkah bersama untuk memasuki ruang apartemen pribadi Dewa. Ini kali pertama Alona datang dan menginjakkan kaki di apartemen Dewa, kekasih barunya. Begitu sampai di depan pintu ruangan apartemen Dewa, dia segera melangkah masuk mengikuti langkah Dewa.     

"Selamat datang…" ujar Dewa sambil membentangkan kedua tangannya begitu sampai di dalam ruangan.     

Alona mengangkat kedua alisnya melihat eskpresi Dewa yang memberikan sambutan padanya. Lalu dia tersenyum kecil sambil melihat sekeliling ruangan yang tampak mewah dan sangat bersih juga rapi, dia mulai berpikir jika Dewa adalah sosok yang suka dengan kerapian dan kebersihan, tak heran jika penampilannya juga selalu berbeda sejak awal.     

"Ada apa? Kau tidak senang ruanganku ini? Ehm, maaf. Baru saja dua hari yang lalu aku merubah posisi ruangan ini," ujar Dewa begitu melihat ekspresi Alona.     

"Eng, tidak! Aku suka ruangan ini."     

Dewa pun tersenyum dan menarik kedua tangan Alona ke dalam genggamannya.     

"Aku sudah yakin kau pasti akann menyukai apa yang aku sukai, baiklah! Kau istirahatlah dulu, atau kau mau istirahat di kamarku?" ujar Dewa menyentakkan Alona seketika.     

"Umh, maaf. Aku tidak bermaksud yang bukan-bukan, aku hanya ingin kau merasa nyaman disini. Aku akan membuatkanmu minum dulu, kau bisa melihat-lihat ruangan ini sepuasmu, kau bebas. Anggap saja ini juga rumahmu sendiri," ujar Dewa kemudian.     

Alona mencubitnya gemas. "Apa yang kau bicarakan? Kau ini, sudahlah. AKu tamu disini, kau harus memperlakukanku dengan baik dan benar, juga menjadikanku bak ratu disini." Alona mencoba mencairkan susana.     

"Hahaha, baiklah. Kau boleh lihat-lihat seluruh ruangan ini, aku mau membuatkanmu minuman segar."     

'"Hem…" Alona mengangguk pelan sampai akhirnya Dewa beranjak pergi menuju ruang dapur.     

"Apartemen ini sangat luas, bahkan melebihi luasnya apartemenku di LN." Alona berbicara sendiri sambil melangkah maju, dia hendak melihat setiap sudut ruangan yang tertata rapi itu.     

Sampai akhirnya kini tiba di depan pintu kamar yang tertulis nama Dewa room. Dia tersenyum kecil dan langsung saja menyadari jika itu adalah kamar pribadi laki-laki yang saat ini menjadi kekasihnya. Pikirannya mulai terbersit hendak mememasukinya dan mengetahui isi di dalamnya.     

Tanpa merasa canggung dan takut sedikitpun Alona melangkah masuk. Dan benar saja, ruangan itu sangat luas dan megah. Terdapat sebuah interior yang begitu menakjubkan dengan lukisan-lukisan yang menarik di pandang. Alona tersenyum kembali, dia menuju ke arah depan dimana terdapat sebuah tirai yang menjuntai menutupi kaca jendela yang begitu besar di baliknya.     

Terdapat sebuah teras minimalis pula di depannya. Dimana bisa melihat seluruh kota dan langit yang tampak mendung sehingga sedikit gelap. Tiba-tiba saja mendadak gerimis berjatuhan di sertai dengan angin yang sedikit kencang sehingga Alona segera menutup jendela itu kembali dengan buru-buru. Dan begitu menutup ruangan itu kembali, Alona terkesiap hingga memekik kecil begitu melihat Dewa yang sudah memasuki ruangan itu.     

"Dewa, umh… Maaf, aku… AKu baru saja akan melihat pemandangan di luar tapi tiba-tiba saja hujan." Alona berbicara dengan gugup.     

"Cih, ada apa dengan nada bicaramu itu, Sayang?" sahut Dewa seraya melangkah semakin dekat dengannya.     

"Oh, aku… Itu, minuman untukku?" tanya Alona mengalihkan omongan ketika Dewa kini sudah berdiri di depannya sangat dekat.     

"Aku letakkan di meja ruang tengah. Aku pikir kau masih disana," kata Dewa menerangkan.     

"Oh, ya sudah. Aku sangat haus, aku keluar lagi." Alona masih saja gugup dalam bicara. Lantas hendak melangkah melewati Dewa yang berdiri menatapnya.     

"Alona, tunggu" kata Dewa menangkap lengannya seketika. Sehingga Alona kembali terkesiap dan sedikit gusar.     

Lantas Dewa menyentuh dagunya untuk di hadapkan padanya, membuat detak jantung Alona seakan terhenti saat ini.     

"Alona, aku sangat mencintaimu. Entah bagaimana aku setelah kau jauh nanti, bagaimana aku akan menahan rindu ini…" ujar Dewa lembut.     

Alona menatap wajah Dewa dengan berani, dia merasa sikap Dewa kali ini berbeda dengan Kenzo yang begitu tampak tenang ketika akan menjalani hubungan jarak jauh. Kenzo justru memberikannya kekuatan dan keyakinan bahwa hubungan mereka akan terus berlanjut dan baik-baik saja meski berada di jarak yang sangat jauh di tempuh.     

"Dewa, emh… Aku…"     

Dewa menyentuh bibir Alona dengan jari telunjuknya membuat Alona seketika berhenti bicara. Deru napas Dewa mulai terdengar dan terasa begitu penuh nafsu dan gairah yang memuncak sehingga Alona sedikit takut berada di dekatnya saat ini. Lantas Dewa hendak menyentuh bibir Alona dengan mendekatkan wajahnya namun, dengan cepat Alona menghindar dan memalingkan wajahnya dari hadapan Dewa sehingga Dewa segera menghentikan aksinya itu.     

"Alona…"     

"Maaf, Dewa. Aku belum bisa, maaf." Alona mengucapkannya dengan gemetaran dan sambil menundukkan kepalanya.     

Dewa tampak kesal dan segera melepaskan wajah Alona dari genggaman tangannya.     

"Pasti karena laki-laki itu, kan?" tanya Dewa dengan cetus.     

"Dewa, aku…"     

"Aku tau kau tidak benar-benar mencintaiku dan kau hanya berpura-pura sejak awal. Aku tidak tau apa yang telah laki-laki itu berikan padamu di masa lalu sehingga aku begitu kesulitan mendobrak benteng itu, apakah aku sungguh tidak layak menjadi pengganti laki-laki itu? bukankah kau sudah mengatakannya padaku bahwa hubunganmu dengan laki-laki itu sudah berakhir, dan kau tidak lagi mencintainya. Tapi apa?" Dewa terus berbicara dengan nada marah pada Alona sehingga membuat Alona sedikit terkerjap melihat sikap Dewa kali ini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.