The Lost Love

The Lost Love 9



The Lost Love 9

1"Dewa, apa yang kau lakukan, Nak?" tiba-tiba ayah Alona muncul dan berbicara membuat Alona seketika berbalik badan.      2

"Bapak…" panggil Alona gelagapan.     

"Ada apa, kenapa Dewa berlutut begitu? Dewa, bangun, Nak! berdiri, kau laki-laki tidak pantas begitu di depan seorang wanita." Ayah Alona kembali berbicara dan kini memapah Dewa untuk segera berdiri namun, Dewa menolak untuk berdiri kembali.     

"Tidak, Om! Aku akan tetap berlutut sebelum Alona menerima maafku."     

Alona kian kesal mendengar ucapan Dewa berkata demikian.     

"Alona!" hardik sang ayah. Alona terkejut oleh suara sang ayah yang sedikit dinaikkan.     

"Bangunlah, Dewa. Aku… Aku memaafkanmu!" jawab Alona dengan terpaksa.     

Tampak Dewa kembali sumringah dan ayah Alona juga tersenyum meski dia masih kebingungan akan apa yang sebenarnya terjadi. Dewa segera berdiri kembali dan tersenyum menatap wajah ayah Alona yang kini membantunya berdiri.     

"Om, mari kita sarapan bersama. Aku sudah membuat sarapan, pagi ini kita akan makan nasi goreng buatanku, om pasti sangat menyukainya." Dewa berbicara dengan ramah dan ceria.     

"Nak, tunggu!" panggil ayah Alona begitu Dewa hendak menyiapkan sarapan untuk semuanya.     

"Ada apa? Bisakah kalian jujur, apa yang terjadi pada kalian? Alona, bapak sangat tidak suka kau menjadi wanita yang keras hati seperti tadi." Ayah Alona melanjutkan bicaranya.     

Alona menundukkan kepalanya seketika tanpa menjawabnya.     

"Emh, Om. Maafkann aku, semalam aku sudah membuat Alona marah, jadi pagi ini aku datang tergesa-gesa karena aku tidak mau Alona kembali ke LN dengan perasaan penuh amarah padaku, aku sungguh takut kehilangan putri om ini, aku sangat mencintainya."     

Ayah Alona mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar perkataan Dewa yang begitu terlihat sangat mencintai Alona, putrinya. Bahkan hingga rela berlutut hanya untuk mendapatkan kata maaf dari Alona, sungguh laki-laki yang sangat penyayang dan jantan, yang terpikirkan oleh ayah Alona saat ini.     

"Kalian sudah sama-sama dewasa, kenapa kalian tidak bisa berpikir jernih dan secara dewasa? Jangan mengedepankan emosi sesaat, kalian pikirkan lah baik-baik. Dan Alona, setiap hubungan sudah menjadi hal yang wajar jika terdapat masalah seperti itu, bapak harap hubungan kalian akan tetap abadi dan bersama selamanya."     

Alona tampak gusar mendengar apa yang disampaikan oleh sang ayah. Terlebih mengingat semalam yang telah terjadi padanya, menyerahkan segalanya pada Laki-laki yang justru di benci oleh ayahnya sendiri, lalu bagaimana setelah ini Alona akan melaluinya?     

"Bapak…"     

"Alona, bapak harap kamu mengerti, Nak! sudah, sekarang mari kita sarapan. Dewa sudah datang kemari sepagi ini untuk membuatkan kita sarapan, itu bukan hanya wujud cinta dan kasih sayangnya padamu, tapi juga karena menghormatimu sebagai wanita yang dicintainya."     

Alona terdiam kembali setelah sang ayah menyela bicaranya dan tak memberikan sedikitpun kesempatan untuk berbicara bahkan sekedar membela dirinya bahwa apa yang terjadi semalam adalah keegoisan Dewa yang sangat tidak dia sukai.     

Sarapan pagi bersama telah berlangsung, dan Alona menikmati nasi goreng buatan Dewa cukup lahap karena selain dia lapar dia juga merasa nasi goreng itu sangat nikmat. Sehingga dia makan begitu lahap dan membuat sang ayah serta Dewa tampak puas memperhatikannya.     

Dan Aleea yang ikut serta menikmati sarapan itu hanya tampak biasa saja tanpa ekspresi apapun dan Dewa tak peduli hal itu termasuk juga sang ayah. Aleea menghabiskan sarapannya lebih dulu dan segera bergegas bangun meninggalkan semuanya sehingga Alona pun tersadar kembali.     

"Kau suka sarapannya?" tanya Dewa.     

"Hem," jawab singkat Alona dengan senyuman kecil.     

Alona mencoba membereskan semua bekas piring dan peralatan lainnya yang kotor usai sarapan pagi kali ini, dan Dewa membantunya dengan membereskan semuanya di dapur. Sang ayah sengaja membiarkan mereka kembali hanya berdua di ruang dapur agar leluasa dalam berbicara.     

Ayah Alona kali ini sungguh sangat menyukai perlakuan Dewa sejeka mengetahui Dewa memiliki keyakinan yang sama dengannya. Dia bahkan tidak khawatir Alona dengan Dewa selalu berdua dalam satu ruangan, dan hal itu membuat Aleea kesal akan sikap sang ayah yang dia pikir tidak adil serta terlalu berlebihan.     

"Aleea, kemari! Bapak perlu bicara denganmu." Sang ayah pun mulai menegur Aleea yang kini sedang membersihkan ruang tengah.     

"Ada apa?" jawab Aleea acuh tanpa menoleh sang ayah.     

"Ada apa denganmu? Kau terlihat tidak menyukai Dewa setiap kali datang kemari?" tanya sang ayah menyelidik.     

"Apakah bapak hanya menyadari sikapku saja? bapak tidak adil, bapak terlalu berlebihan dan bapak sangat egois pada kak Alona."     

"Apa maksudmu?" sang ayah terlihat mulai marah mendengar jawaban Aleea.     

Aleea menatap wajah sang ayah kali ini serta menghempaskan napasnya, "Aleea tidak tau lagi harus bicara apa pada bapak, bapak yang lebih tau akan perasan kak Alona dan bagaimana hatinya sebenarnya. Sikap bapak pada kak Dewa sejak mengetahui jati dirinya, apakah bapak pernah berpikir sikap bapak telah menyakiti hati kakak?"     

"Aleea! Ingat kau sedang bicara dengan siapa kali ini? tidak ada seorang bapak yang tega melukai hati anaknya."     

"Tapi bapak telah menyakiti hati kakak, dengan tidak memberikan restu pada kak Kenzo."     

Plak!     

Sang ayah menampar Aleea sehingga Aleea terkejut akan sikap sang ayah kali ini.     

"Bapak! kali ini bapak sungguh keterlaluan!" ujar Aleea sambil memegangi pipi bekas tamparan sang ayah.     

"Aleea, bapak… bapak tidak bermaksud menamparmu seperti ini, Nak!" ujar sang ayah panik lantas memeluk Aleea.     

Aleea hendak memberontak dari pelukan sang ayah dan itu membuat sang ayah terus mendekapnya dalam pelukan.     

"Nak, kenapa kau masih belum mengerti. Apa yang bapak lakukan saat ini adalah untuk kebahagiaan kalian, saat kalian sudah berkeluarga nanti kalian baru akan menyadari bagaimana kalian menjadi orang tua yang akan melakukan apapun saja demi kebahagiaan anak-anaknya. Bapak tau jika kakak mu saat ini sedang berusaha untuk melawan hatinya yang masih saja mengingat masa lalunya, dan Dewa saat ini hadir ialah sebagai pendorong hatinya untuk lepas dari masa lalu. Dan apakah tidak boleh seorang ayah meminta pada anaknya untuk menjauhi hal yang tidak baik darinya?"     

Aleea terdiam seraya sesenggukan menahan tangisannya.     

"Kenzo berbeda keyakinan dengan kita, tapi bukan berarti bapak menganggapnya bukanlah orang yang baik. Tapi ketika laki-laki itu memohon pada Tuhannya untuk mengambil kakakmu dari sisi bapak, apakah seorang bapak tidak boleh merebut anaknya itu? lalu bagaimana seorang bapak merelakan anak-anaknya di renggut dari belaian sang bapak dan kebanggan bapaknya di bawah naungan Tuhannya?" ujar sang ayah kembali.     

"Bapak, kak Kenzo orang yang baik. Dia pasti akan menuruti apa yang kakak pinta andai kakak memintanya melakukannya." Aleea masih bersikukuh dengan pendapatnya tentang Kenzo.     

"Tidak, Nak! semua sudah terlambat. Bagaimana mungkin bapak akan menyakiti Dewa yang jelas jauh lebih baik dan mencintai juga menghormati kakakmu dengan sepenuh hatinya, bapak sangat yakin jika kakakmu nanti akan hidup bahagia dengan laki-laki seperti nak Dewa."     

Aleea kembali membuang napas panjang, kali ini dia sungguh menyerah. Tampaknya semua memang sudah terlambat dan sang ayah tetap saja menentang apa yang dia inginkan untuk kebahagiaan sang kakak bersama Kenzo, sosok laki-laki yang menurutnya mampu memberikan kebahagiaan untuk sang kakak.     

Sementara itu, di dapur Alona hanya diam saja tanpa berbicara dengan Dewa meski sejak tadi membantunya membereskan dapur.     

"Sayang, apa kau sungguh sudah memaafkanku?" tanya Dewa memulai bicara lebih dulu.     

Alona menolehnya dan menatap tajam wajah Dewa, "Apakah kau sudah menyadari apa yang kau katakan semalam, Dewa?" tanya Alona kemudian.     

"Aku janji, aku tidak akan mengulanginya dan mengungkit masa lalumu dengan laki-laki itu. Tak peduli seberapa indah kenanganmu bersamanya di masa lalu, tak peduli sebesar apa cinta kalian di masa itu, aku akan meruntuhkannya dan membuatmu hanya untukku, hanya mencintaiku saja." Dewa berbicara dengan nada serius kali ini.     

"Dewa, aku…"     

"Alona, sudahlah. Aku tidak mau lagi kita bertengkar, Sayang. Kau akan segera kembali ke LN, aku akan menjadi laki-laki yang akan sangat merindukanmu dan mencintaimu juga selalu menunggumu sampai kau pulang kembali, ataukah… Jika kau ingin aku datang, aku akan datang."     

"Dewa, apa yang membuatmu begitu mencintaiku? Bukankah kita kenal dalam jangka yang cukup singkat? Kau bilang kau mencintaiku padahal kau belum tau banyak tentang diriku, kau hanya tau aku adalah Alona di masa kini, bukan di masa lalu, bukan cerita cinta di masa lalu yang membuatku takut sampai detik ini."     

Dewa tertegun, lantas perlahan dia meraih tangan Alona ke dalam genggamannya. "Alona, Cinta tidak akan pernah memandang siapa dan bagaimana masa lalu dari pasangannya. Cinta soal hati, dan bagaimana kita memikirkannya di dalam hati. Lalu bagaimana aku akan menjelaskannya dan memberikanmu alasan kenapa kau begitu mencintaimu saat ini?"     

"Tuhan, apakah aku salah telah menyakitinya? Mengapa dia begitu baik dan mengatakan hal yang sama seperti yang selalu di katakan Kenzo padaku dulu?" Alona bergumam di dalam hati.     

Sedang tanpa sengaja Aleea mendengar semua percakapan mereka di dapur, dan dia mulai berpikir tampaknya memang Dewa adalah laki-laki yang baik yang akan benar-benar mencintai sang kakak, tidak jauh berbeda dengan Kenzo.     

"Hmm… Baiklah, aku akan mencoba menerimamu sebagai kekasih kakakku, Alona. Awas saja, jika suatu hari kau menyakiti kakakku lagi aku akan menghajarmu, Dewa!" ujar Aleea diam-diam lantas kembali pergi dengan langkah pelan agar tidak di lihat oleh Alona dan Dewa.     

"Alona, berhenti marah padaku, Sayang. Aku sudah hampir gila telah membuatmu marah semalam dan pulang begitu saja meninggalkanku, entah dimana kau semalam aku benar-benar tidak bisa menemukanmu." Dewa kembali berbicara dengan ekspresi memohon padanya.     

"Dewa, aku… Maafkan aku," ujar Alona lirih. Dia meminta maaf lantaran tak kuasa merasakan hati dan pikirannya yang terus berkecamuk setelah mengingat apa yang sudah terjadi padanya dengan Kenzo semalam.     

"Untuk apa kau meminta maaf, Sayang? Tidak, kau tidak salah. Kau pantas marah padaku seperti semalam, tapi setelah ini aku mohon padamu. Jangan pernah lagi meninggalkanku dalam keadaan marah apapun itu padaku, aku lebih memilih kau memberikanku sebuah pukulan atau kata kasar aku akan menerimanya asal kau jangan pernah pergi meninggalkanku, hem?" pinta Dewa dengan sepenuh hati.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.