The Lost Love

Kado terindah



Kado terindah

0Kenzo sengaja mengajak Alona menuju ke toko khusus yang menjual perlengkapan bayi di tempat yang berbeda lantaran dia tak ingin bertemu dengan Sari. Beruntung Alona tidak menyadari apapun yang kini di pikirkan oleh Kenzo di dalam hatinya. Kini pun sudah tiba di sebuah toko dan segera Alona memasukinya setelah Kenzo usai memarkir motornya.     
0

Alona pun berkeliling untuk melihat dan memilih berbagai kado yang akan dia berikan untuk keponakan Kenzo. Dengan sabar Kenzo mengikuti Alona dari belakang, terkadang dia menjahilinya dari belakang dan membuat Alona sedikit kesal. Lantaran Kenzo selalu menjahilinya tanpa henti dan terkadang membuatnya tersipu malu.     

"Sayang," panggil Kenzo sambil menarik lengan Alona dari belakang.     

"Hem?" sahut Alona sambil menolehnya.     

"Aku jadi membayangkan ketika kita sudah memiliki seorang bayi nanti, kita akan berjalan-jalan bersama lalu membeli semua perlengkapan lucu untuk anak kita."     

"Cih, apaan sih?" Alona mendesis, dia tampak tersipu malu karena Kenzo menggodanya.     

"Aku serius, aku jadi berpikir nakal saat ini."     

"Iiiih… Apaan sih, udah akh! Aku harus memilih kado yang pas untuk keponakanmu." Alona mendorong pelan Kenzo. Dia tak ingin Kenzo melihat wajahnya yang berwarna merah merona.     

Akhirnya mereka pun menemukan kado yang pas yang sejak tadi menyita perhatian Alona. Dia pun segera memilihnya lantas menuju meja kasir untuk melakukan transaksi pembayaran.     

"Sayang, biar aku yang bayar." Kenzo menahannya.     

Alona tampak membuang napas panjang, "Sayang! Aku mau memberikan ini untuk bayi kak Ervan. Jadi, aku yang harus membayarnya, dong…" bantah Alona sambil mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya.     

Kenzo menaikkan kedua bahunya setengah ke atas sambil menyembikkan bibirnya.     

Setelah itu, mereka kembali keluar dari toko bersama sambil bergandengan tangan sementara Kenzo membawa kado special untuk keponakannya dari Alona.     

Sesaat kemudian, mereka tiba di rumah Kenzo. Entah kenapa hari ini kebetulan sekali semua ada di rumah, termasuk ayah sambungnya. Tapi itu tidak membuatnya merasa gentar dan canggung dengan membawa Alona pulang ke rumahnya. Dia pun menggenggam tangan Alona untuk segera memasuki rumahnya.     

Begitu Kenzo dan Alona masuk ke dalam rumah, hanya Sinta dan sang nenek yang kebetulan sedang berbincang berdua sambil menimang-nimang bayi Sinta. Kenzo pun berdehhem dan memberikan sebuah isyarat, seketika sang nenek dan Sinta menoleh ke arah dimana Alona dan Kenzo berdiri.     

"Alona?" sontak saja sang nenek dan Sinta bersamaan menyebut nama Alona.     

"Nenek, kak Sinta…" sapa Alona lalu kemudian langsung menyalami mereka bergantian dengan santun dan ramah.     

"Kapan kau kembali ke Indonesia, Nak?" tanya sang nenek pada Alona.     

"Hem, apa nenek tahu? Dia sudah berani mengerjaiku sampai jantungku hampir copot pagi tadi." Kenzo mengomel mengadu pada sang nenek.     

"Oh oh oh, jadi pagi tadi itu kau terbirit-birit untuk menjemput pujaan hati?" Sinta mulai menggodanya.     

Segera Alona mengalihkan pembicaraan, "Emh… Kakak, ini kado dariku untuk bayi mungil kakak. Boleh aku menggendongnya? Aku sudah lama menunggu hari ini tiba."     

"Oh, tentu boleh!" Sinta segera memberikan bayinya pada Alona dan dengan lembut Alona meraihnya ke dalam dekapannya.     

Semua tampak senang, terkhusus Kenzo yang mulai berkhayal setinggi langit melihat Alona pandai menggendog bayi tanpa ragu dan canggung.     

Sesaat kemudian, ibu Kenzo keluar dari sebuah ruangan lantas begitu terkejut melihat Alona duduk di ruang tengah sambil menggendong bayi Sinta. Alona segera menyambut kehadiran ibu Kenzo, begitupun ibu Kenzo yang sangat antusias dan bahagia menyambut kedatangan Alona yang setelah sekian lama dia tidak pulang ke Indonesia.     

"Tante, apa kabar?" tanya Alona setelah duduk bersama dengan ibu Kenzo.     

Melihat pemandangan itu seketika raut wajah Kenzo berubah dan berpura-pura hendak pergi ke kamarnya. Alona tampak canggung melihat Kenzo yang berlalu pergi begitu saja dari hadapannya setelah melihat sang ibu mengobrol dengannya, dia tahu jika sampai saat ini mereka belum berbaikan.     

Lama, Kenzo berada di dalam kamarnya dan dengan sengaja membiarkan Alona dan keluarganya berbincang bersama. Alona tampak senang, sampai saat ini dia masih di sambut hangat dan mendapatkan restu dari keluarga Kenzo tentang hubungannya saat ini.     

Lalu kemudian, diam-diam Kenzo mengirim pesan pada Alona. Dengan malu-malu Alona membuka pesan itu karena semua menatapnya dengan senyuman yang berbeda. Lalu kemudian Kenzo keluar kamar untuk menemui Alona kembali, sehingga semua tampak mengulas senyuman yang berbeda untuk menggoda mereka.     

"Ehm…" Alona menjeda bicaranya ketika hendak melontarkan sebuah kata.     

"Sayang, ayo kita jalan-jalan bersama." Kenzo mengutarakan ucapannya lebih dulu.     

Alona salah tingkah, dia tidak tahu harus menjawab apa sedang ia masih duduk di tengah keluarga Kenzo saat ini.     

"Pergilah, nikmati waktu kalian saat ini. Kami tahu, kalian sudah lama saling menahan rindu untuk bertemu," ujar sang nenek menggoda mereka.     

"Nenek…" panggil Alona seraya mengusap lembut tangan sang nenek.     

"Iya, kami mengerti karena kami pernah muda dulu." Sinta menambahkan.     

"Emh, Alona pamit. Besok Alona akan datang lagi kemari," kata Alona sambil beranjak berdiri.     

"Sering-seringlah datang kemari semasih di Indonesia, kami selalu terbuka menerimamu disini," ujar ibu Kenzo.     

"Tante, sekali lagi Alona turut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas kepergian om."     

"Terima kasih, Sayang." Ibu Kenzo membalas dengan senyuman.     

Lantas mereka pun pergi ke luar rumah, lagi dan lagi tanpa rasa canggung Kenzo menggenggam tangan Alona menuju ke luar rumah. Lalu menaiki motornya serta melaju dengan santai keluar dari halaman rumahnya, Kenzo pun menarik tangan Alona agar lebih memeluk erat pinggangnya.     

"Kemana kita akan pergi?" tanya Alona.     

"Kemana pun asal berdua," balas Kenzo menggodanya lagi.     

"Cih, dasar!" Alona mendesis tapi kemudian tersenyum manis di balik punggung Kenzo.     

Sampai akhirnya mereka sampai di suatu tempat. Kenzo turun dari motor begitupun Alona menyusul, mereka duduk bersama dan saling berpandangan sejenak. Kemudian mereka melanjutkan obrolan, mereka saling berpandangan, menggenggam tangan erat dan sesekali Kenzo mengecup punggung tangan Alona seperti dahulu ketika bersama.     

"Ken, apa kau masih marah pada ibumu?" tanya Alona di sela obrolan.     

"Hah, seperti yang kau lihat tadi." Kenzo menjawab sekenanya.     

"Ken, aku jadi merasa tidak enak. Aku melihat tante tadi sepertinya beliau sangat sedih, melihat sikapmu itu yang mengacuhkannya saat bersamaku tadi."     

"Sudahlah, jangan di pikirkan. Mending kamu cerita bagaimana perjalananmu kemari, apakah lagi-lagi kau pakai alasan konyol untuk bisa bertemu denganku hari ini?"     

"Hehehe…" Alona membalasnya dengan senyuman nyengir.     

"Hem… Sayangku, aku merasa berdosa. Apa yang harus aku lakukan saat ini untuk hubungan kita?"     

Alona menggelengkan kepalanya seraya mengatupkan kedua bibirnya begitu mendengar pertanyaan Kenzo. Hal itu membuat Kenzo semakin merasa ada yang berbeda dari pertemuannya dengan Alona saat ini. Dia melihat ada kejenuhan dan rasa bosan yang tak biasa di kedua bola matanya begitu saling berpandangan dengan Kenzo.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.