The Lost Love

Pelarian Sesaat (3)



Pelarian Sesaat (3)

0Sementara itu, Kenzo yang masih berusaha untuk terus tegar dengan berusaha menebar senyuman dan tawa lepas ketika dia bersama dengan teman-teman serta teman wanitanya di luar rumah. Namun, ketika sampai di kamarnya dia selalu diam termenung, dengan hati gelisah dengan hati pedih, dan pikiran kacau entah kemana.     
0

Semua terasa nihil baginya, meski dia telah mencoba untuk benar-benar melepaskan jeratan hatinya dari bayangan Alona, tapi tetap saja. Dia tidak bisa menjalani hari-hari tanpa Alona yang selalu memberikan cinta dan perhatian yang berbeda. Meski kini dia semakin dekat dan banyak melakukan hal dengan Heni, Sari, bahkan dia kembali saling berkomunikasi dan dekat dengan MAya hanya untuk membuat hatinya segera terbiasa tanpa Alona, namun tetap saja, semua tampak sia-sia.     

Dia terduduk di sisi ranjang, menatap kosong lantai dingin di depannya. Malam ini, entah kenapa desir angin malam yang berhembus dari kaca jendelanya membuatnya terbawa oleh perasaan yang benar-benar menusuk relung di hatinya. Memang di akui, seorang Kenzo adalah laki-laki yang tak mudah menangisi atau menyalahkan keadaan yang selalu mencekiknya.     

Namun jika itu berurusan dengan cinta dan seorang wanita dia lemah dan mudah kalah. Maka dengan hati yang terdorong kuat, dia segera mengutak atik ponselnya untuk melakukan panggilan pada Alona tak peduli setelah ini apa yang akan dia dapatkan dari tanggapan Alona yang merespon panggilan teleponnya.     

Sedang Alona yang tengah menikmati hari bersama Marcel dengan sengaja tidak pernah membawa ponselnya ketika bersama Marcel. Hal itu dia lakukan lantaran ingin memberi kebebasan pada Marcel dan juga hatinya yang sedang berusaha untuk perlahan melepas cintanya itu. Setelah tak kunjung mendapatkan respon dari Alona, Kenzo mematikan panggilan teleponnya lalu mengeratkan geggaman tangannya pada ponsel itu.     

"Alona, setelah ini kita akan pergi ke suatu tempat lagi." Marcel berkata setelah sejak tadi sudah berhasil mencairkan suasana begitu saling melepas tawa riang saat Alona mengenakan bando pilihan Marcel sedang Alona pun meminta Marcel juga mengenakan bando yang sama.     

"Umh? Kemana lagi kita akan pergi, Marcel?" tanya Alona bingung setelah sejak tadi dia diajak berkeliling dari banyak tempat oleh Marcel tanpa peduli berapa banyak uang yang di keluarkan oleh Marcel untuknya.     

"Nanti kau akan tau kemana kita akan pergi," jawab Marcel dengan senyuman lembut.     

Alona pun pergi mengikuti ajakan Marcel padanya yang tampaknya begitu serius mengajaknya pergi ke suatu tempat entah itu kemana. Jelang beberapa menit kemudian, sudah tiba di tempat dimana Alona mulai terperangah. Marcel mengajaknya ke toko perhiasan mewah dan terkenal di kota itu, Alona tampak ragu untuk segera keluar dari mobil sedang Marcel sudah membukakan pintu mobil untuknya.     

"Marcel, untuk apa kita kesini?" tanya Alona masih ragu enggan melangkah masuk.     

"Ada apa, kenapa kau gusar begitu?" tanya Marcel heran.     

"Aku…"     

"Cih, hahaha… Aku ingin menemui temanku sebentar, yang kebetulan ada disini. Dia sangat ingin bertemu denganmu, dia ingin mengenalmu setelah aku sering bercerita tentanggmu, Alona."     

"Tapi aku…"     

"Ayolah," ajak Marcel dengan wajah memohon dari raut wajahnya sambil mengatupkan kedua telapak tangannya di depan Alona.     

Alona membuang napas panjang seraya mengangguk pelan.     

Akhirnya pun mereka melangkah masuk ke dalam ruangan seraya bergandengan tangan. Alona sedikit canggung karena dia tidak terbiasa, tapi dia berusaha mengikuti trend di negara itu dengan segala kebebasannya.     

Alona berjalan dengan langkah berat dan sedikit canggung, sedang Marcel melangkah dengan badan tegap dan sangat penuh percaya diri. Lalu seoang pelayan toko perhiasan itu menyapa Marcel dan Alona ketika mereka menghampiri untuk melihat banyak perhiasan mewah di dalam sana. sedikitpun Alona tidak merasa tertarik atau bahkan menoleh sejenak untuk menikmati pemandangan yang menyilaukan mata itu.     

Marcel tampak santai berbicara dengan pelayan itu menggunakan bahasa asing, lalu sesaat kemudian pelayan itu tersenyum di sertai anggukan pada Marcel. Alona menyadari hal itu lalu segera bertanya pada Marcel dengan raut wajah kebingungan.     

"Marcel, dimana temanmu itu?" tanya Alona.     

"Tunggu sebentar," jawab Marcel dengan senyuman dan menarik napas dalam-dalam, dia tampak seperti menahan degub jantung yang mulai meningat di rasakannya.     

Sesaat kemudian, pelayan yang tadi berbicara dengan Marcel kembali datang menghampiri seraya memberikan sebuah kotak perhiasan yang memanjang berwarna keemasan yang sangat mewah dengan berbentuk hati. Pelayan itu menyodorkan dengan pelan ke hadapan Marcel lantas Marcel menerimanya dengan senyuman puas.     

"Alona," panggil Marcel padanya.     

"Ya?" Alona menjawab dengan seketika dan tatapan wajah yang lugu semakin membuat Marcel terpana.     

"Bukalah!" titah pelan Marcel.     

"OH?" Alona kembali kebingungan.     

Marcel mengangguk. Alona masih tertegun lalu menggelengkan kepalanya pada Marcel, sebuah penolakan halus tanpa kata.     

"Alona, aku hanya memintamu membukanya. Aku ingin tau bagaimana pendapatmu tentang perhiasan itu," ujar Marcel.     

Akhirnya, Alona mulai menggerakkan tangannya meski ragu. Dia pikir jika alasan Marcel demiakian itu tidak masalah jika hanya sekedar membukanya saja, maka dia pun membukanya sesuai permintaan Marcel padanya.     

Setelah dia membuka kotak perhiasan itu pelan-pelan, dia terperangah dengan mulut sedikit terbuka lantaran kilauan dan bentuk sebuah kalung berlian yang begitu mewah kini nyata di depan matanya. Namun seketika dia menyadarkan dirinya setelah mendengar Marcel bertanya sesuatu yang membuatnya sungguh malu.     

"Jadi, bagaimana?" tanya Marcel.     

"Ja-jadi, Apa?" sahut Alona.     

"Kau suka kalung itu?" tanya Marcel lagi.     

"Umh, aku?" tanya Alona lagi.     

Marcel tampak cekikikan melihat gelagat Alona yang sungguh terlihat benar-benar lugu apa adanya.     

"Marcel, aku tanya dimana temanmu tadi. Tapi kenapa kau justru memberikanku ini?"     

"Dia teman yang aku maksud, maafkan aku."     

Sontak raut wajah Alona berubah seketika.     

"Ke-kenapa? ada apa?" tanya Marcel melihat raut wajah Alona yang berubah seketika.     

"Kau sengaja mengerjaiku?" tanya Alona lalu kemudian berbalik badan melewati Marcel begitu saja. Dia keluar dari ruangan itu, menuju ke luar dimana Marcel memarkir mobilnya tadi.     

Marcel benar-benar terkejut akan sikap Alona lalu pergi mengejar langkah Alona yang kini sudah sampai di halaman depan toko perhiasan tersebut.     

"Alona, Alona tunggu!" Marcel berhasil meraih lengan tangan Alona dan menghentikan langkah Alona yang hendak pergi meninggalkannya.     

"Ada apa lagi?" balas Alona seraya menepis tangan Marcel yang memegang lengannya.     

"Hei, what happen? Please, jelaskan padaku! Kenapa kau tiba-tiba saja marah."     

Alona menatap wajah Marcel dengan tatapan tajam serta menahan napasnya sejenak.     

"Oke, oke! Maafkan aku, aku berbohong padamu. Tadinya aku pikir kau akan merasa bahagia dengan kejutan yang aku berikan barusan, aku sengaja mengajakmu datang kemari untuk memberikanmu perhiasan itu dan kau gunakan selama bersamaku."     

"Marcel, apa kau pikir aku wanita yang mudah luluh dan jatuh hati pada seseorang karena harta dan barang-barang mewah seperti tadi? entah kenapa sejak awal kita bertemu kamu selalu mengajakku dan menunjukkan barang dan benda mahal padaku. Setelah satu minggu ini aku memberikanmu kesempatan entah sudah berapa uang yang kmau habiskan setiap kali bersamaku. Apa kau pikir itu membuatku bahagia? Tidak, Marcel! Aku hanya ingin menikmati hari-hari biasa dengan banyak cerita, tingkah konyol, canda tawa, nyanyian-nyanyian cinta, makan di sisi jalan, bersikap apa adanya, dan pergi ke tempat-tempat sederhana, dimana kita akan semakin dekat bersama dan saling mengenal satu sama lainnya."     

Alona mengomel tanpa jeda untuk pertama kalinya di depan Marcel selama ini. Bahkan kini dia sudah terengah-engah setelah mengeluarkan segala unek-unek di hatinya yang sejujurnya ingin dia sampaikan pada Marcel sejak makan malam tadi, namun dia harus menahannya lantaran Marcel yang memintanya.     

Marcel tercengang dengan tatapan kosong pada Alona setelah Alona mengomelinya demikian.     

Tanpa Alona sadari, semua ucapannya tadi telah menggambarkan bagaimana sosok dan kenangannya saat bersama Kenzo selama ini. Tanpa dia sadari, rasa rindu yang dia pendam pada Kenzo justru dia lampiaskan dengan marah pada Marcel yang baru saja mencoba untuk masuk ke dalam hatinay sebagai pengganti Kenzo yang tidak mungkin sediktipun dia mampu singkirkan dengan segala cara.     

"Alona, maafkan aku. Aku hanya ingin memberikanmu hadiah special yang bisa kau kenakan dan aku lihat setiap waktu ketika bersamamu, dan ini tidan ada hubungannya dengan apa yang kau pikirkan padaku barusan. Demi Tuhan, Alona. Aku tidak pernah berniat untuk membeli cintamu padaku agar aku bisa memiliki tempat di hatimu, kalung itu sangat cocok untukmu." Marcel menjawab dengan tetap berusaha menahan diri agar tidak membalas amarah yang akan hanya merugikannya saat ini.     

Seketika Alona menyentuk lehernya yang sampai detik ini masih mengenakan kalung pemberian Kenzo untuknya. Hatinya berbicara lirih, memang sampai detik ini tidak ada yang bisa mengalahkan cinta Kenzo yang masih bersemi di hatinya, dengan segala kesederhanaannya, dengan segala canda tawa, kedewasaan, dan kasih sayang Kenzo padanya selama bertahun-tahun.     

"Marcel, maafkan aku. Bisakah kita pulang saja? Atau jika kau keberatan aku akan pulang sendiri." Alona mengalihkan pembicaraan dengan kedua mata membumbung air mata.     

"Tidak, aku akan mengantarmu pulang. Ayo," ajak Marcel dengan raut wajah penuh ketakutan bahwa ini akan berakhir dengan cepat.     

Alona mengangguk seraya melangkah lebih dulu memasuki mobil Marcel sementara Marcel mengikuti langkah Alona dengan cepat menuju ke dalam mobil dan dengan kedua tangan yang gemetaran Marcel menyalakan mesin mobilnya lantas melaju dengan cepat. Alona menarik napas dalam-dalam lantas lagi dan lagi dia hanya bisa membuang dengan kasar.     

Sesaat kemudian, mereka sampai di apartemen. Alona keluar lebih dulu dari dalam mobil dan itu membuat Marcel kian gelisah dan ketakutan, dia sungguh tak ingin semua ini cepat berakhir sementara dia baru akan memulainya.     

"Marcel! Maafkan aku, tapi kita…"     

"Alona, aku sungguh mencintaimu. Katakan padaku, apa yang harus aku lakukan untuk bisa membuatmu merasakan hal yang sama padaku?"     

"Aku masih mencintai Kenzo, laki-laki yang sudah bertahun-tahun memberikan segalanya padaku, Marcel!" sahut Alona tanpa berpikir panjang lagi.     

Marcel menarik napasnya dalam-dalam mendengar jawaban Alona yang nenusuk relung hatinya yang paling dalam. Sementara Alona sudah tidak lagi peduli bahwa sikap dan jawabannya ini akan menyakiti laki-laki yang selama ini mencoba untuk menyembuhkan hatinya dari hubungannya yang masih saja berada di ujung tanduk bersama Kenzo.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.