The Lost Love

Ikatan persaudaraan



Ikatan persaudaraan

0Tidak ada pilihan lain bagi Kenzo kecuali dia harus tetap datang untuk berlari pagi menuju sebuah lapangan dimana nantinya dia akan bertemu dengan Riska. Tentu Kenzo harus tetap datang untuk menghargai siapa pilihan wanita yang ayahnya inginkan, meski tadinya dia begitu menolak keras. Akan tetapi, walau bagaimanapun mereka masih ada ikatan keluarga.     
0

Kenzo sadar telah mengecewakan Riska malam tadi. Namun, dia tak ingin membuat hubungan ini menjadi sebuah ikatan yang terus terabaikan hingga jadi kebencian. Andai saja Kenzo bisa mengatakan pada ayahnya bahwa saat ini sudah ada seorang wanita yang begitu di cintainya.     

"Kemana dia? Kenapa belum terlihat?" Kenzo mencari-cari sosok Riska di sekeliling lapangan saat dia sudah tiba lebih dulu.     

"Hah, aku tahu. Dia tidak akan datang, tentu obrolan kita semalam sangat menyakiti hatinya," ujar Kenzo lagi.     

Lantas dia melangkah hendak melakukan lari pagi mengelilingi lapangan tersebut, namun seseorang memanggilnya dan seketika Kenzo menoleh dan mengurungkan langkahnya yang hendak berlari.     

"Ehm? Riska? Kupikir kau…"     

"Tidak akan datang?" tanya Riska memotong.     

Kenzo tersenyum seraya mengangkat kedua alisnya menatap wajah Riska.     

"Ayo, kita mulai berlari!" ajak Riska yang kemudian berlari lebih dulu, Kenzo yang merasa kebingungan akhirnya menyusulnya berlari.     

"Kau baik-baik saja?" tanya Kenzo setelah berhasil menyeimbangkan Riska yang melangkah dengan lari-lari kecil.     

"Kita sedang berolah raga pagi ini, jangan mengajakku bicara dulu atau aku akan memintamu memberiku napas buatan!" Riska menghardik dengan suara yang terbata-bata.     

Seketika Kenzo mengatupkan kedua bibirnya dan tidak berani melanjutkan bicaranya.     

Riska kembali berlari melewati Kenzo dengan sengaja. Kenzo tersenyum dan tidak mengejarnya, hanya mengikutinya dari belakang dengan jarak dua langkah kaki. Hingga mereka mengelilingi lapangan sebanyak dua kali putaran, namun Riska sudah menghentikan langkahnya. Tampaknya dia sudah sangat kelelahan lalu meneguk sebotol air mineral.     

"Payah!" ucap Kenzo pada Riska.     

Riska menolehnya dengan tatapan tajam.     

"Apa kau jarang berolah raga?" tanya Kenzo lagi.     

"Sepertinya, kau memang seorang laki-laki yang menyebalkan, Ken!" jawab Riska lalu kemudian duduk di sisi trotoar. Kenzo menghela napas panjang lalu kemudia menyusul duduk di sisi Riska, dengan sengaja Riska sedikit menjauh dari posisi Kenzo yang duduk dekat dengannya.     

"Cih…" Kenzo mendesis dengan lirikan tajam meski dia ingin tertawa akan sikap Riska kali ini yang sangat berbeda dari semalam.     

"Riska, sepertinya kau sangat membenciku saat ini. Lalu kenapa kau datang pagi ini dan bertemu denganku?"     

"Ken, apa kau sama sekali tidak merasa bersalah setelah menolak perjodohan ini?"     

Kenzo menarik napasnya dalam-dalam, dia mencari cara untuk menjelaskan lebih lembut untuk tidak lebih menyakiti hati Riska nantinya.     

"Seperti yang ayahku bilang malam tadi, beliau begitu ingin kau menjadi bagian dari hidupku sampai akhir. Akan tetapi, andai aku tahu sejak awal ayah akan melakukan ini, aku memilih untuk tidak datang ke desa ini. Aku tidak pernah membayangkan dan tidak percaya ini, bahwa kita yang nyatanya masih memiliki suatu ikatan dalamm keluarga, harus merubahnya menjadi ikatan hubungan perjodohan. Itu sulit kupercaya, Riska."     

"Bagaimana jika kita memulainya dengan berteman dulu, Ken? Itu 'kan, yang kau mau?" desak Riska.     

Kenzo menggelengkan kepalanya dengan pelan.     

"Bagiku, ikatakan yang saat ini ada di antara kita akan tetap begitu selamanya, Riska."     

Lagi dan lagi Riska menekuk wajahnya.     

"Kau gadis yang baik, kau ceria, ramah, dan entah apa lagi kelebihan yang kamu punya saat ini. Jika kakek dan nenek juga ayahku begitu menyukaimu, aku rasa kau memang gadis baik-baik."     

"Kalau begitu kenapa kau menolakku? Bukankah aku ingin membahagiakan mereka?"     

"Apa kau yakin setelah kita menerima perjodohan ini, lantas kau akan hidup bahagia denganku?" tanya Kenzo dengan menatap wajah Riska.     

Riska tampak terdiam sesaat.     

"Itu tidak menjamin, hai… Gadis yang keras kepala!" sahut Kenzo kembali dengan tawa kecil untuk menggoda Riska.     

"Berikan aku alasan kuat!" jawab Riska menghardiknya.     

"Hah, Riska… Riska…" Kenzo membuang napas panjang seraya menyebut nama Riska berulang-ulang.     

"Ih, jawab saja! kau pasti sudah kehabisan alasan, bukan?"     

"Suatu hubungan hanya akan berjalan dengan baik bila semua yang ada di sekitar kita ikut merasakan kebahagiaan. Kedua belah pihak dan orang-orang di sekitarnya, jika kebahagiaan itu hanya di rasakan oleh orang sekitar kita, sedang kita memaksa untuk turut bahagia, maka itu semua hanya akan menjadi satu hal yang sia-sia. Oke, ayahku, kakek dan nenekku mungkin akan sangat bahagia melihat kita menjalin suatu hubungan. Andai aku memilih untuk menjadi seorang laki-laki yang egois, yang hanya membahagiakan mereka saja. Lalu bagaimana kau akan bahagia sedang aku hanya akan membahagiakan mereka saja, bukan… kau," terang Kenzo dengan panjang lebar dan cukup mendetail.     

Riska yang sejak tadi dengan serius mendengarnya, seakan terlihat kehabisan napas. Lalu kemudian dia menundukkan kepalanya. Kenzo sedikit panik, takut-takut jika dia akan menangis di tempat keramaian pagi ini.     

"Riska, kau… Kau tidak apa-apa? Kau… tolong, aku harap kau tidak akan menangis dan membuatku malu disini." Kenzo mulai bersimpuh duduk di depan Riska. Dia ingin memastikan bagaimana Riska saat ini.     

"Tidak, Ken! Bagaimana bisa aku akan baik-baik saja setelah mendengar semua ucapanmu barusan." Riska mengangat kepalanya kembali lalu menatap Kenzo dalam-dalam.     

"Riska, maafkan aku…"     

"Hem… Jangan meminta maaf lagi, Ken! Terima kasih atas semua jawaban dan alasanmu yang membuatku sangat lega, terima kasih kau memberikan sebuah pengalaman yang berharga. Bagaimana definisi sebuah kebahagiaan dalam suatu hubungan yang sebenarnya, cinta itu memang aneh ya, Ken? Kadang kita di tuntut untuk segera mendapatkan siapa yang kita inginkan, namun kita sebagai sang pemilik hati tidak boleh egois yang hanya menuruti apa yang ada di dalam pikiran kita."     

"Anak pintar…" jawab Kenzo kembali menggodanya sambil mengusap kepala Riska.     

Sontak saja Riska membelalakkan kedua matanya memelototi Kenzo.     

"Pfffttt… kau menyeramkan!"     

"Baiklah, Ken! Ayo, kita berteman saja. Eh, tidak! Mari kita jalin hubungan persaudaraan kita lebih erat. Aku percaya, wanita yang saat ini memilihmu sebagai kekasihnya tentu sangat beruntung dan selalu bahagia. Aku harap, suatu hari aku bisa merasakan apa yang di rasakan oleh wanita itu, meski itu dengan orang yang berbeda."     

Kenzo tersenyum lembut seraya menerima uluran tangan Riska dengan sebuah kesepakatan dan harapan-harapan yang telah pupus darinya untuk seorang Kenzo. Akan tetapi, senyuman Riska kali ini terlihat lebih tulus dan ikhlas. Sehingga Kenzo percaya jika kali ini Riska sudah mengerti dan terlebih lagi, dia memilih untuk mundur dari perjodohan ini.     

Alona, andai kau tahu bagaimana kisah ini yang tidak mungkin aku ceritakan padamu. Tapi, ini sungguh luar biasa. Aku rasa Tuhan sedang menguji kesetiaanku atas permintaanmu di kejauhan sana, iya 'kan?     

Gumam hati Kenzo.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.